SELAMAT DATANG DI BLOG MARGHARETA

SELAMAT DATANG DI BLOG MARGHARETA

Jumat, 14 Mei 2010

PROPOSAL MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATERI LETAK DAN LUAS WILAYAH INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GLOBE DI KELAS V SDN 15 TILAMUTA KABU


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pembelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah dasar yang diajarkan mulai dari kelas I sampai kelas VI. IPS memuat tentang ilmu sosial yang pada hakekatnya mengantarkan anak didik agar memiliki rasa sosial tinggi dalam kehidupannya.
Ilmu sosial dalam arti luas dapat mengetahui keragaman bangsanya, keragaman budayanya serta sejarah bangsanya. Pembelajaran IPS dirancang untuk membimbing dan merefleksikan kemampuan siswa dalam kehidupan bermasyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang terus menerus.Hal ini merupakan tantangan yang sangat berat mengingat masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu diperlukan suatu pengembangan kreatifitas guru dalam mengajar.
Pengembangan kreatifitas dan kemampuan guru diharapkan adalah untuk menghindari permasalahan yang muncul dari pada diri siswa selama mengikuti pembelajaran IPS, karena melalui pembelajaran IPS ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan dan sikap yang rasional tentang gejala gejala sosial serta perkembangan masyarakat indonesia dan dunia,baik di masa lampau dan masa kini maupun masa yang akan datang maka dalam pembelajaran IPS guru harus menciptakan suasanan belajar yang menyenangkan dan penuh hiburan bagi siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran IPS yang menyenangkan guru harus menyediakan media belajar yang menarik minat belajar sehingga siswa tidak merasa bosan selama mengikuti pembelajara, antara lain dengan penggunaan media.
Menyinggung tentang media pembelajaran kita harus menggunakan media pembelajaran tersebut dengan benar dan tepat untuk menunjang proses belajar mengajar yang kita laksanakan. Dalam hal ini media yang tepat dapat merangsang siswa dapat lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan.
Menurut Gagne ( dalam Amidun Rasyad dan Darhim, 1996 – 1997:97 ) “ media adalah jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar “.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran maka hasil belajar terutama pada mata pelajaran IPS, sehingga materi pelajaran mudah diserap oleh siswa, karena dengan menggunakan media dapat mempermudah pemahaman belajar anak dalam pencapaian tujuan pengajaran.
Media pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah media yang digunakan untuk menunjang proses belajar mengajar pada mata pelajaran IPS terutama pada materi letak wilayah Indonesia. Adapun media tersebut adalah media globe. Media globe adalah tiruan dari pada bentuk bumi. Dalam penggunaan globe anak- anak perlu mempersiapkan diri secara mental, memperoleh informasi yang dibutuhkan,bila perlu mendiskusikan hasilnya.
Kenyataan yang ada bahwa penggunaan media oleh guru belum sesuai dengan apa yang diharapkan,ini dapat dilihat dari belum objektif dan efisien penggunaanya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan guru dalam memilih media yang tepat serta kurangnya keterampilan guru untuk memanfaatkan media globe. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa rendah.
Sesuai hasil observasi awal bahwa nilai rata- rata IPS khususnya kelas V SDN 15 Tilamuta dibawah yaitu hanya 25% yang memproleh nilai 70 ke atas sedangkan 75% di bawah 70.
Berdasarkan hasil uraian di atas maka penulis terdorong untuk meneliti masalah tersebut dengan judul “ Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Materi Letak Dan Luas Wilayah Indonesia Dengan Menggunakan Media Globe Pada Pembelajaran IPS di Kelas V SDN 15 Tilamuta Kabupaten Boalemo.

1.2. Cara Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan pemahaman belajara siswa terhadap penggunaan globe, langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam memecahkan masalah ini yaitu :
• Merencanakan pembelajaran yaitu menyusun rencana pembelajaran dan menyusun valuasi pembelajaran.
• Meilih materi yang akan diajarkan yaitu letakwilayah-wilayah Indonesia
• Menetapkan metode yang tepat dalam pembelajaran materi tersebut.
• Memilih media pembelajaran yang tepat yaitu globe.

1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah penggunaan media globe dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V khususnya pada materi letak dan wilayah Indonesia?”.

1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi letak dan luas wilayah Indonesia pada pembelajaran IPS kelas V SDN 15 Tilamuta dengan menggunakan media globe.

1.5. Manfaat Penelitian
a. Untuk Sekolah : Sebagai sumbangan pemikiran kepala sekolah dijadikan objek penelitian khususnya kelas V sehubungan pembelajaran IPS dengan menggunakan globe
b. Untuk Guru : sebagai masukan dalam menentukan media yang menarik perhatian siswa dalam setiap pembelajaran khususnya media globe.
c. Untuk Siswa : dapat meningkatakan pemahaman siswa dalam pembelajaran IPS khususnya pokok bahasan letak wilayah Indonesia
d. Bagi peneliti : penelitian akan menambah pengalaman dalam menentukan cara yang dilakukan dalam kegiatan belajar IPS agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik.

BAB II
KAJAIN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1. Hakekat Belajar.
Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa istilah belajar berhubungan erat dengan mengajar dan pembelajaran terjadi bersama- sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi beberapa hal yang guru lakukan di dalam kelas. Duffy dan Roerlher (1989) mengatakan apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral dan membuat siswa dapat merasa nyaman dan merupakan bagian dariaktifitas mengajar. Juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan.

2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk mengerti dan memahami suatu yang baik untuk kepentingan diri maupun untuk kepentingan masyarakat. Dengan demikian belajar merupakan tuntutan mutlak bagi manusia.
Jika ditinjau dari operkembangan teori yang ada, belajar merupakan hal yang kompleks sehingga tidak dapat dikatakan dengan pastri apakah sebenarnya yang dimaksud denganm belajar itu. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan pendapat dan tafsiran para ahli dalam menafsirkan pengertian belajar. Perbedaan ini bertolak dari penekananan yang mereka berikan dalam proses dan kegiatan belajar.
Menurut pendapat Nana Sudjana ( 1989 : 19 ) bahwa pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang disadarinya. Pendapat ini menandakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan pada setiap individu yang terjadi berkat hasil unsur kesengajaan.
Sementara menurut Hugard ( 1980: 112) bahwa belajar adalah merupakan suatu proses timbulnya/ perubahan tingkah laku seseorang melalui latihan dan dibedakan dari perubahan oleh faktor-faktor yang tidak dapat digolongkan sebagai latihan.
Dari pendapat ini jelas bahwa perubahan yang dimaksud dengan hasil belajara adalah perubahan yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan, bukan perubahan dengan sendirinya seperti pertumbuhan dan kematamngan fisik. Disamping itu Lester D.Crow And Alice Crow (www.google.com) berpendapat bahwa belajar adalah Acuquition of habits,knowledge and atitude. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan pengtahuan, dan sikap.
Sedangkan menurut Hudgins Cs ( 1982,www.google.com) belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, yang mengakibatkan adanya pengalaman. Selanjutnya menurut Ngalin Purwanto ( 1992,www.google.com) belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku, yang terjadi asebagai hasil dari suatu latiihan tatau pengalaman.
Dari beberapa pengertian belajar para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
Belajar adalah suatu proses didalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas.
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Margaret Gredler, terj Munandar, (1994; 1) belajar peserta didik dapat mengetahui hal-hal yang baru dan dapat meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya, mengubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang salah menjadi benar, dan dari kurang baik menjadi baik. Seperti yang dikatakan oleh Riberu, bahwa belajar merupakan proses dan dalam proses ini orang berkenalan dengan salah satu pola lajkuatau memperbaiki salah satu pola laku yang telah dikuasainya. Riberu, (1982 :10). http://google.com//peserta_didik.html.
Selain itu Riberu juga mengatakan, belajar bisa berarti berkenalan dengan atau memperbaiki pemikiran, berkenalan dengan atau memperbaiki turturan bicara, berkenalan dengan atau memperbaiki tindakan/kegiatan. Riberu, 1982; 11)
Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku interaksi individu dengan lingkungan. Oemar Hamalik (2003 : 151) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif matang berkat latihan dan pengalaman. Sejalan sengan itu Sardiman (2004:2) menyatakan bahwa belajar adalah usaha mengubah tingkah laku.
Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975). Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan kematangan.
Belajar bisa melalui pengalaman melibatkan peserta didik secara langsung dalam masalah atau isu yang dipelajari. Sehingga peserta didik dapat lebih aktif dan menerima pelajaran dengan baik. Bukan sebaliknya cepat jenuh, dan bosan. Belajar aktif dan menyenangkan (biasa dikenal dengan ‘Learning/ Learning by Fun’) dapat menstimulus kreativitas peserta didik dalam proses belajar.
Dengan kata lain, belajar merupakan suatu upaya untuk memperbaiki, mengembangkan, bahkan meningkatkan kemampuan afektif, psikomotorik, dan kinestetik peserta didik. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik harus seimbang antara otak kanan dan kiri. Untuk mencapai hal tersebut, sebaiknya proses belajar tidak hanya dilaksanakan dengan metode konservatif (ceramah/DDCH  Duduk, dengar, catat, dan hafal), tetapi juga metode-metode lain yang dapat merangsang keaktifan peserta didik.
Dari beberapa definisi belajar diatas bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku, dan ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang sengaja direncanakan dan ada yang sendirinya terjadi karena proses kematangan.
Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku disebut dengan proses belajar. Perubahan-perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang cukup Ronah Kognitif, Ronah Efektif, dan Ronah Psikomotor.

2.1.2. Fungsi Belajar
Fungsi belajar menurut Nasution (2003:4) untuk memperoleh kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Funsi belajar merupakan proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuan, bukan hanya proses pasif yang menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tersebut tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Keterampilan yang memproses hasil belajar berupa konsep dan fakta yang sudah diperoleh itu, untuk mengembangkan diri, untuk menemukan sesuatu yang sangat penting. Dengan konsep dan fakta yang telah dipahami betul, dapat di proses untuk menguasai dan menemukan fakta dan konsep yang lebih banyak. Winartapura (1997 : 82- 84), pemberian konsep dan fakta yang terlalu banyak, dapat menghambat kreativitas siswa. Tidak menguasai semua konsep dalam semua ilmu, namun siswa mempunyai kemampuan dasar untuk mengembangkan konsep dan fakta yang terbatas itu, sehingga mereka mampu menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru.

2.1.3. Tujuan Belajar
Djamarah !1996: 35) pada hakekatnya tujuan belajar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu umum dan khusus.
Tujuan Umum.
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang sellau berkembang melalui latihan bertindak aas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan pola pikir dalam kehidupan sehari- hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan,
Tujuan Khusus.
1. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat di alih gunakan, melalui kegiatan sehari- hari.
2. mengembangkan kemampuan dalam berbagai pengetahuan sebagai bekal belajar lebih lanjut d SLTP.
3. Membentuk sikap logis, kritis, cermat dan disiplin.

2.1.4. Pengertian Pemahaman Belajar.
Azis Wahab, (2007: 80) mendefinisikan “ Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami ide- ide yang di ekspresikan dengan kata- kata atau bunyi atau symbol, serta kemampuan untuk bernalar”. Selanjutnya Bloom (dalam Uzer, 2006: 35) menjelaskan pemahaman mengacu pada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
Sanjaya, (2007: 182) mengemukakan bahwa pemahaman adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar. Pengertian pemahaman tersebut mengandung arti bahwa pemahaman melibatkan unsure batin atau jiwa seseorang yang mencerminkan keinginan untuk melakukan aktivitas.
Dunia gurucom/index-php/20 Mey 2009, pemahaman adalah perubahan proses mental internal yang orang gunakan dalam usaha mereka membuat dunia ini dapat dimengerti.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pemahaman berarti maklum, mengerti dan mengetahui sesuatu melalui aktivitas mental social yang dimiliki individu dalam usaha mereka memahami kehidupan ini secara menyeluruh.

2.1.5. Pengertian Hasil Belajar
Sagala (2003: 72) tahap- tahap pemahaman pada diri individu dibagi dalam 4 hal yakni:
a). Tahap Reseptif
Pemahaman reseptif adalah tahap pemahaman dimana penggunaan informasi dalam bentuk apa diterima tanpa mengubah susunan atau artinya. Pemahaman reseptif dapat penuh arti bagi siswa sepanjang tidak didasarkan pada hafalan materi pelajaran tanpa usaha mengerti artinya. Tugas siswa dalam hal ini adalah menginternalisasi materi pelajaran yang telah disiapkan oleh guru dengan baik.


b). Tahap Penemuan
Pemahaman penemuan adalah cara pemahaman dimana siswa harus menemukan apa yang dipelajari dan kemudian mengatur kembali materi yang dipelajari untuk mengintegrasikannya dengan struktur kognitif yang sudah ada. Jadi pemahaman penemuan ini termasuk pemahaman penemuan maka yang dikembangkan berdasarkan psikologi kognitif.
c). Tahap Hafalan
Pemahaman hafalan adalah pemahaman dengan menghafal materi pelajaran tanpa usaha mengetahui artinya. Akibat pemahaman hafalan ini antara lain adalah verbalisme, yaitu tahu kata tapi tidak tahu artinya.
d) Tahap Penuh Arti
Pemahaman penuh arti didefinisikan sebagai pemerolehan arti baru, atau mengandung arti bahwa materi yang dipelajari seperti secara potensi penuh arti bagi siswa. Perolehan arti baru itu menjadi penuh arti terjadi jika materi yang dipelajari berhubungan dengan hal- hal yang telah diketahui siswa.
Pemahaman belajar taksonomi menurut Bloom dibagi atas 3 lapangan, kognitif,afektif, dan psikomotor. Lapangan kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Lapangan afektif mencakup tujuabn-tujuan yang berkaitanm dengan sikap, nilai, pemahaman dan apersepsi. Lapangan psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan ketrampilan manual dan motorik.
Menurut Benyamin,pemahaman ( comprehension) diartikan sebagai kemampuan seorang dalam mengartikan, menafsirkan menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya ( dalam uno dkk,2004 : 1991 ). Sedangkan menurut curkhuff ( dalam tyler 1969) menggunakan istilah pemahaman yang empatik ( empatic understanding) untuk menyatakan pemahaman pembimbing atas klienya ( dalam erman dan marjon,1992).
Berdasarkan definisi di atas maka dapat dikemukakan, bahwa hakekat pemahaman lebih dititik beratkan pada kemampuan seseoramng dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan serta menyatakan kembali suatu pengetahuan kedalam kata- kata baru sesuai dengan caranya sendiri.

2.2. Letak Wilayah Indonesia
2.2.1. Wilayah Indonesia
1. Letak Astronomis
Letak astronomis suatu Negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Garis lintang adalah garis hayal yang melingkari permukaan bumi secara horizontal, sedangkan garis bujur adalah garis hayal yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan. Letak astronomis Indonesia terletak diantara 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT. Berdasrkan letak astronomisnya Indonesia dilalui oleh garis equator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian yang sama besarnya. Garis equator atau garis khatulistiwa terletak pada garis lintang 0°.
2. Letak Geografis
Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan dipermukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia diantara Benua Asia dan benua Australia, serta diantara Samudra Hindia dan sanudra Fasifik. Dengan demikian wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitanya dengan iklim perekonomian.

3. Letak Geologis
Letak geologis adalah letak suatu wilayah dilihat dari jenis batuan yang ada dipermukaan bumi. Secara geologis wilayah Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu pegunungan Mediterania di sebelah barat dan peunungan sirkum pasifik disebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadinya gempa bumi.

2.2.2 Kepulauan Indonesia
Negara kita adalah Negara kepulauan. Wilayahnya membentang dari sabang sampai merauke. Negara kita terdiri dari beribu-ribu pulau. Menurut catatan dinas Hidro oceanografis Hidro oceanografis angkatan laut Republik Indonesia tahun 1990.(www.edukasi.net ), jumlahnya sekitar 17.508 buah pulau. Diantaranya 931 buah pulau elah dihuni penduduk,sedangkan sisanya bellum berpenghuni.
Sebagai Negara kepulauan, wilayah Indonesia dikelompokkan menjadi empat gugusan pulau, yaitu sebagai berikut :
1. Gugusan kepulauan sunda besar , yan terdiri atas Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil disekitarnya.
2. Gugusan kepulauan Nusa Tengara Terdiri atas pulau Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, flores, timor, Sabu, Roti, Solor, A;lor, dan pulau-pulau kecil disekitarnya.
3. Gugusan kepulauan Maluku, terdiori atas pulau Halmahera, ternate, Tidore ,Seram, Buru, kepulauan Aru, dan pulau-pulau sekitar lainya.
4. Irian Jaya dan pyulau kecil disekitarnya antara lain : Pulau Biak, Waigeo, Salawai, Missol, Yos Sudarso dan pulau-pulau kecil lainya.
Adanya gugusan pulau-pulau tersebut menunjukkan sangat panjangnya garis pantai yang kita miliki yaitu lebih dari dua kali keliling bumi dan 16 kali dari sabang sampai merauke.

2.3. Pengertian Media.
Media merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media secara khusus diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima. Dikaitkan dengan pembelajaran, media dimaksud sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar dari pengajar epada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Media merupakan wahana penyuluh informasi belajar atau penyalur pesan berupa materi ajar oleh guru kepada siswa menjadi lebih dengan pembelajaran yang dilakukan. Media sengaja dilakukan dengan leluasa, akalanya kita harus membuat sendiri.
Menurut Rahadi Aristi ( 2004:7) “ Media umumnya adalah segala sesuatu yuang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Istilah media ini sangat popular dalam bidang komunikasi, proses belajar mengajara pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media dalam pembelajaran disebut sebagai media pembelajaran.
Untuk memberikan pembendaharaan Gariach dan Ely ( 1997 : 17) membagi pengertian media dalam tiga hal pertama, media pengajaran meliputi orang, bahan atau kegiatan yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan keterampilan dan sikap. Kedua, bahwa media pengajaran hanya meliputi bahan, peralatan dan tehnik, ketiga arti media pengajaran lebih dikhususkan lagi, yaitu hanya Mencakup bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam suatu pengajaran.
Sementara itu, Martin R.Wong dan John D.Raulerson ( dalam Al-Hakim 1983:17) menegaskan bahwa “ The Medium is we means or Hardware used to present stimulus information to the learner. ( Media merupakan alat yang menghubungkan message pengetahuan, ketrampilan dan sikap terhadap peserta didik.)
Sedangkan menurut MC Luchan ( Dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti,1992:7) “ Media adalah membawa pesan berasal dari suatu sumber kepada penerima pesanan “. Selanjutnya menurut Asosiasi Teknologi dan komunikasi pendidikan( dalam Arie 1986:6)” Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Dengan memperhatikan definisi dari media di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa peranan media pendidikan adalah alat yang digunakan untuk menjembatani tujuan pengajaran yang ingin dicapai melalui sesuatu yang dianggap bisa memudahkan siswa dalam penerima pelajaran.

2.3.1 Fungsi Media Dalam Pembelajaran
Media pendidikan yang disebut Audio Visual Encyclomedia of education Reseach ( Dalam Muhamad,1992: 27) memiliki fungsi dan nilai sebagai berikut :
1. Meletakkan dasar-dasar kongkrit untuk berpikir
2. Memperbesar perhatian jiwa
3. Membuat pelajaran lebih mantap
4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menimbulkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para siswa.
5. Menumbuhkan pemikiran teratur dan kontinyu
6. Membantu tumbunhya pengertian membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
7. Sangat menarik minat siswa dalam belajar.
2.3.2. Manfaat Media dalam Pembelajaran
Manfaat media dalam pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehhhingga kegiataaan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.
Tetapi secara khusus ada bebrerapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton( Dalam Rahadi,2004:13) mengidentiiifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Penyampaian materi pembelajaran dapat diperagakan setiap guru mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu konsep materi pelajaran tertentu. Dengan bantuan media, penafsiran yang beragam itu dapat dihindari sehingga dapat disampaikan kepada siswa secara beragam, setiap siswa melihat atau m,endengarkan uraian suatu materi pelajaran melalui media yang sama seperti yang diterima siswa yang lain.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.potensi yang dimiliknya
Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, media dapat menam,pilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna baik secara alami, maupun manipulasi, materi pelajaran yang dikemas melalui program media, akan lebih jelas, lengkap dan menarik siswa.
3. Proses pembelajaran lebih interaktif
Jika dipilih dan dirancang secara baik meeedia dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif selam proses pembelajaran. tanpa media, seorang guru mungkin akan cenderung berbicara satu arah kepada siswa. Namun dengan media, guru dapat mengatur kelas sehingga bukan hanya guru sendiri yang aktif tetapi juga siswanya.
4. Efisiensi dalam Waktu dan Tenaga
Keluhan yang selama ini kiita dengar Dari guru adalah selalu kekuranagan waktu untuk mencapai target kurikulum. Seringkali guru menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan suatu materi pelajaran. Hal ini, sebenarnya tidak harus terjadi jika guru dapat memanfatkan media secara maksimal. Misalnya, tanpa media seorang guru tentu saja akan menghabiskan waktunya untuk menjelaskan system peredaran darah manusia.
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar
Penggunaan media bukan hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien tetapi juyga membantu siswa menyerap materi belajar lebih mendalam dan utuh.
6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian ru[pa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara lebih leluasa kapanpun dan dimanapun, tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru.
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.
8. Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan produktif. Dengan memanfaatkan media secara lebih baik, seorang guru tidak perlu menjelaskan seluruh materi pelajaran, karena bisa berbagi peran media. Dengan demikian guru akan lebih banyak memiliki waktu untuk memberi perhatian kepada aspek-aspek edukatif lainya, seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan memotivasi belajar.

2.3.3 Prosedur Penggunaan Media Pembelajaran
Telah diuraikan sebelmnya bahwa pembelajaran seharusnya dipilih secara sistematis, agar dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Ada tiga hal pokok dalam prosedur penggunaan media yang perlu diketahui yaitu sebagai berikut :
1. Persiapan
Langkah ini dilakukan sebelum menggunakan media . ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan media dapat dipersiapkan dengan baik, yaitu buku pelajaran, buku petunjuk atau bahan penunjang lainya. Kemudian diikuti petunjuk didalamnya, siapkan pelajaran yang diperlukan untuk menggunakan media yanmg dimaksud,tetapkan apakah media tersebut digunakan secara individual atau kelompok, yakni bahwa semua peserta dapat melihat, mendengar pesan-pesan pengajaran yang baik.
2. Pelaksanaan
Satu hal yang perlu diperhatikan selama menggunakan media pengajaran yaitu, hindari kejadian-kejadian yang dapat mengganggu ketenangan,perhatian dan konsentrasi peserta.


3. Tindak lanjut
Kegiatan ini bertujuan untuk memantapkan pemahaman peserta didik terhadap pokok-pokok materi atau pesan pengajaran yang hendak disampaikan melalui media tersebut, selanjutnya pada beberapa media dilengkapi dengan evaluasi maka langkah ini dimaksud pula untuk melihat tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan, karena tindak lanjut ini ditandai dengan kegiatan diskusi, tes, percobaan, observasi, latihan, remediasi dan pengayaan.

2.3.4. Macam-Macam Media Yang Digunakan Pada Pembelajaran IPS
Media yang sering digunakan pada pembelajaran IPS selain globe adalah sebagai berikut :
1. Peta Politis-fisik
Peta politis-fisik menggambarkan hubungan tertentu antara satu daerah dengan penghuninya. Misalnya sedikitnya kota-kota besar yang terletak dipegunungan dapat dilihat pada peta politis-fisik. Contoh peta ini dapat ditemukan di sekolah-sekolah.
2. Peta Timbul
Peta timbul merupakan model yang realistis ari suatu daerah dalam bentuk tiga dimensi. Dalam peta ini perbedaan tinggi tanah dinyatakan dalam relief, makin kecil yang dipetakan, makin jelas dapat dilihat perbandingan tinggi rendahnya permukaan tanah.

3. Peta Buta
Peta buta adalah peta yang tidak memuat sebuah namapun. Peta buta untuk latihan mengingat nama, letak kota, gunung, sungai, laut, dan sebagian serta hubunganya satu sama lain.

2.3.5. Tujuan Penggunaan Media
Penggunaan media globe dalam proses belajar mengajar bertujuan antara lain sebagai berikut :
1. Memberi pengetahuan relative dan tetap tentang posisi unit politik, daratan dan wilayah perairan.
2. Melengkapi pengetahuan dan informasi tentang jarak, arah dan ukuran suatu wilayah.
3. Menambah arti dari suatru bahan deskripsi
4. Merangsang minat dalam bidang studi tentang kependudukan, geografis dan sebagainya.

2.3.6 Pemanfaatan Media Globe Pada Pembelajaran IPS
Manfaat media globe pada pembelajaran IPS untuk mengetahui letak provinsi atau tempat- tempat lain.
Media globe menggambarkan letak tempat-tempat di Indonesia yang digambarkan itu adalah pulau, laut, teluk, provinsi dan ibukota provinsi serta Negara-negara tetangga.
Pada globe juga terdapat garis-garis lurus mendatar, garis-garis itu dinamakan lintang-lintang sejajar satu sama lainya. Pada globe itu terdapat juga garis-garis membujur, dinamakan garis bujur. Semua bujur-bujur berpotongan dengan lintang. Jadi globe sangat bernmanfaat bagi pembelajaran IPS, dari globe kita dapat mengetahui batas-batas wilayah.

2.4. Hipotesi Tindakan
Yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “ jika dalam pembelajaran IPS khususnya materi letak wilayah Indonesia diajarkan dengan menggunakan globe maka pemahaman siswa akan meningkat”.

2.5. Indikator Kinerja
Yang menjadi indicator keberhasilan pada penelitian ini adalah minimal 70 % dati junmlah yang dikenai tindakan memperoleh nilai hasil belajar 70 keatas.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Setting Penelitian
3.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian.
Penelitian tindaskan kelas ini dilaksanakan di kelas V SDN 15 Tilamuta Kabupaten Boalemo dengan subjek penelitian 32 orang siswa yakni laki- laki 20 orang dan perempuan 14 orang.

3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1 Tahap Awal Persiapan
Persiapan- persiapan awal yang dilakukan pada tahap ini antara lain :
a. Penulis mengadakan dialog dengan kepala sekolah dan guru mitra.
b. Penulis menulis scenario pembelajaran sesuai dengan permasalahan yang meliputi indicator pencapaian dan bahan ajar.
c. Penulis bersama guru mitra menyusun instrument/ lembar observasi untuk memonitor kegiatan belajar mengajar.

3.2.2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilakukan dalam pelaksanaan tindakan antara lain :
a. Melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar sesuai model pembelajaran yang telah direncanakan
b. Memantau kegiatan proses belajar mengajar
c. Mengadakan evaluasi pelaksanaan kegiatan
d. Menganalisis hasil belajar
e. Menetapkan kegiatan tindak lanjut.

3.2.3.Tahap Evaluasi dan Pemantauan
Tahap evaluasi dilaksanakan oleh penulis untuk melihat upaya guru dalam meningkatkan pemahaman siswa dengan menggunakan media pada mata pelajaran IPS. Faktor ini akan diklarifikasikan berdasarkan indikator yang telah ditentukan.

3.2.4. Tindakan Analisis dan Refleksi
Analisis dan refleksi ini dimaksudkan untuk menganalisis, memperbaiki dan meningkatkan hasil yang dicapai pada siklus sebelumnya. Selanjutnya analisis ini direlevansikan dengan hasil capaian peserta didik. Bila belum diketahui hasil belajar siswa maka penulis akan meneliti komponen-komponen kegiatan belajar mengajar yang perlu diperbaiki oleh guru pada siklus berikutnya.

3.3 Analisis Data
Dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan analisis data secara bertahap dan berkesinambungan pada akhir setiap siklus dengan menggunakan persentase.
DAFTAR PUSTAKA


Al-Hakim, S. 1983. Media Pengajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Malang: Proyek OPF IKIP malang.

…………..1986. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar.
Amidun Rasyad. 1996. Media Pengajaran
Arif.S. Sadirman. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi. CV. Rajawali Jakarta.
Crow Alice and Lester D. Crow. Pengertian Belajar.www.geogle.com.
Erman dan Marjon. 1992. Pemahaman Belajar
Farida Mukti dan Basuki Wibaya.1992. Pengertian Media. Depdikbud, Jakarta.
Hamalik Umar, 1995. Pengertian Belajar. Jakarta.
Hidro Oceonografi Angkatan Laut RI, 1990 Letak Wilayah Indonnesia. www.
Edukasi.net.

Hudgins Cs,1992. Pengertian Belajar.www.geogle.com.

Purwanto Ngalim, 1992. Pengertian Belajar. www.geogle.com

Rahadi Aristo, Media Pembelajaran. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, Jakarta.
Sudjana Nana, 1989. Pengertian Belajar. Bandung Tarsito.

PROPOSAL MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN PAKEM PADA PEMBELAJARAN PKN DI KELAS V SD INPRES BULILA KECAMATAN DUHIADAA KABUPATEN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam usaha menciptakan kondisi dinamis dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila guru mempunyai rasa optimis selama pembelajaran berlangsung. Asumsi yang mendasari argumentasi ini ialah guru merupakan penggerak utama dalam pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran terletak pada guru dalam melaksanakan misinya. Karena guru merupakan salah satu faktor penunjang untuk memperoleh keberhasilan dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu guru harus mampu mendorong siswa supaya aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian besar kemungkinan minat dan aktifitas belajar siswa semakin meningkat.
Dalam pembelajaran guru bertindak sebagai motivator yang selalu berusaha mendorong siswa supaya aktif secara fisik maupun psikis dalam pembelajaran, demikian pula siswa dapat memperoleh materi pelajaran secara mendalam, dengan kata lain siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pengetahuan yang dikuasai secara mendalam yang diharapkan dari siswa akan terwujud apabila dalam pembelajaran siswa aktif atas usaha sendiri dalam mencerna pelajaran yang diterimanya dari guru. Dalam hal ini siswa dituntut melakukan kegiatan yang timbul atas kemauan sendiri. Kegiatan itu dapat berbentuk kegiatan jasmani dan rohani dalam menerima, menyimpan, menguji sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu akan tercapai. Motivasi harus semaksimal mungkin dapat mendorong siswa agar dapat membangkitkan aktifitas siswa secara optimal sesuai hasil observasi awal di SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa dari 33 orang siswa kelas V hanya 30% atau 10 orang yang memiliki motivasi belajar yang tinggi sementara 70% atau 23 orang siswa motivasi belajarnya kurang. Hal ini disebabkan kemampuan guru dalam membangkitkan motivasi dari siswa dalam belajar serta bagaimana memeotivasi bagaimana belajar dengan baik dan benar masih rendah. Untuk itu sebagai seorang guru harus dapat melakukan berbagai cara, antara lain memilih metode yang tepat, media yang menarik serta pendekatan yang memungkinkan terciptanya kreatifitas dari siswa.
Pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi siswa antara lain pendekatan pakem. Dengan pendekatan pakem anak akan menjadi aktif dan kreatif karna dengan pakem pembelajaran dirasakan anak menyenangkan dan akhirnya anak dengan sendirinya akan termotivasi.
Sardiman (2004 : 25) bahwa motivasi merupakan suatu keseluruhan daya pengerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar.
Oleh karena itu pelajaran PKn disesuai kurikulum kurikulum tingkat satuan pembelajaran (KTSP) saat ini mulai diajarkan dari kelas V yang menjadi dasar untuk kelas- kelas berikutnya.
Oleh Karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang memotivasi siswa mengeluarkan pendapat pada kegiatan pembelajaran yang diformulasikan dalam bentuk judul: “Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pendekatan Pakem Pada Pembelajaran PKn di Kelas V SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato”.
1.2. Identifikasi Masalah
Mencermati dasar pemikiran di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Kurangnya motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran PKn.
2) Dalam kegiatan pembelajaran PKn siswa kurang memahami pelajaran.
3) Kemampuan guru dalam memotivasi siswa untuk belajar masih kurang.
4) Pendekatan yang digunakan guru tidak menyenangkan.
5) Guru bisa menerapkan pendekatan pakem dalam pembelajaran PKn.

1.3. Rumusan Masalah
Apakah dengan pendekatan pakem dapat meningkatakan motivasi belajar siswa kelas V pada pembelajaran PKn di SD Inpre Bulila Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato.


1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pendekatan pakem pada pembelajaran PKn di kelas V SD inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato.



1.4.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dan juga bermanfaat sebagai bahan pemikiran dalam usaha terus membina dan membekali anak didik kearah yang lebih baik, dengan sasaran tujuan yang dapat tercapai. Kemudian diharapkan dapat bermanfaaat juga perkembangan pengetahuan, kreativitas maupun kemampuan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, serta memperoleh wawasan untuk masa yang akan datang.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN


2.1. Hakekat Motivasi
2.1.1. Pengertian Motivasi
Pengertian Motivasi; motivasi sebagai dorongan atau kemauan untuk melakukan sesuatu. Jika dikaitkan dengan kegiatan bimbingan maka siswa berkedudukan sebagai objek motivasi dan pemberi bimbingan adalah guru sebagai subjek motivasi.
Motivasi diartikan sebagai dorongan atau sokongan moril, alasan, tujuan, dan tindakan. Hal ini identik dengan motivator yang diartikan sebagai pendorong, penggerak, pemberi semangat, serta penganjur dan pemberi motivasi seperti yang dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman, (2001: 28) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi sebagai upaya untuk merespon setiap intuisi sehingga melahirkan perbuatan atau tingkah laku.
Dalam hal ini perilaku belajar yang terjadi dalam situasi interaksi belajar mengajar dalam mencapai tujuan dan hasil belajar. Menurutnya, motivasi mempunyai tiga karakteristik yaitu (1) sebagai hasil dari kebutuhan; (2), terarah kepada suatu tujuan; dan (3) ,menopang perilaku.
Eysenck, dkk, (2003: 170); merumuskan motivsi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap, dan sebagainya. Siswa yang tampaknya tidak bermotivasi, tetapi tidak dalam hal-hal yang diharapkan oleh para pengajar. Mungkin siswa cukup termotivasi untuk berprestasi di sekolah, akan tetapi pada saat sama ada kekuatan-kekuatan yang lain seperti teman-teman yang mendorong untuk tidak berprestasi di sekolah.
Sardiman (2004 : 75); Motivasi sebagai keseluruhan daya pengerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai.
Sejalan dengan itu MC Donald dalam Sardiman ( 2004 : 73) Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan memerlukan “Feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. http://www.google.com
Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif- motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau melaksanakan belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah usaha guru dalam mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang terarah dan berlangsung secara efektif agar tujuan pembelajaran tercapai. dan juga motivasi merupakan suatu unsur yang dapat memberikan dorongan atau keinginan seseorang untuk dapat melakukan suatu kegiatan, dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan belajar.

2.1.2. Bentuk- Bentuk Motivasi
Bentuk-bentuk motivasi seorang guru menurut Rohani (2004 : 13) Motivasi terbagi 2 (dua) yaitu :
a. Motivasi Instrinsik yaitu tujuan yang ingin dicapai terkandung dalam perbuatan belajar. Dalam belajar telah terkandung tujuan menambah pelajaran, misalnya seorang pelajar agar lebih sanggung mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, agar memperoleh pengetahuan, pengertian, sikap baik, penguasaan kecakapan.
b. Motivasi Ekstrinsik yakni tujuan yang ingin dicapai terletak diluar pembuatan belajar itu dan tidak terkandung didalam perbuatan itu. Misalnya berupa angka, hadiah, pujian, dan sebagainya. Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik tumbuh karena kesadaran akan tugas dan tanggungannya sebagai siswa yang harus memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan sedangkan motivasi ekastrinsik adalah dorongan dari luar agar siswa bergairah dalam belajar.
Sehubungan dengan uaraian maka dalam proses pembelajaran guru harus menimbulkan motif-motif tertentu dari siswa. Motivasi guru harus berlangsung secara kontinyu dan efektif agar aktifitas-aktifitas belajar siswa mencapai puncak yang maksimal sebab apabila aktifitas belajar siswa mencapai puncak yang maksimal besar kemungkinan siswa akan memperoleh hasil yang optimal.

2.1.3. Tujuan Pemberian Motivasi
Tujuan pemberian motivasi dari guru tidak lepas dari tujuan pendekatan yaitu pada hakikatnya memaksimalkan manusia, atau menghantar anak didik untuk menemukan jati dirinya yaitu agar setiap individu manusia itu menyadari dan memahami “siapa dia” mengapa dia diadakan didunia ini dan “harus kemana nantinya”, konsep seperti ini sangat penting sebagai landasan filosofis dan dasar motivasi untuk melakukan aktivitas belajar mengajar.
Beberapa tujuan pemberian motivasi adalah sebagai berikut : a.) Agar siswa belajar dengan giat; b). Mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sardiman (1996) siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dapat dicirikan sebagai berikut: 1)Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). 2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa). 3) Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). 4) Lebih senang kerja mandiri. 5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin. 6) Dapat memperthanankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). 7) Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya. 8) Senang mencari dan memecahkan soal- soal.

2.1.4. Fungsi Motivasi
Adapun fungsi motivasi adalah :
a. Memberikan semangat dan mengaktifkan peserta didik supaya tetap berminat dalam belajar.
b. Memusatkan perhatian yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar.
c. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. Motivasi sangat berguna bagi tindakan atas perbuatan seseorang.
Hal-hal tersebut anatar lain adalah sebagai berikut:
a. Motivasi itu mendukung manusia untuk berbuat atau bertindak, motivasi berfungsi sebagai penggerak yang memberikan energi atau kekuatan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi dapat menentukan agar perbuatan yakni ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita, motivasi mencegah penyeiewengan dari jalan yang lurus untuk mencapai tujuan. Maka makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang akan ditempuh.
c. Motivasi menyeleksi perbuatan, artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi guna mencapai suatu tujuan dengan mengenyampingkan perbuatan yang tidak atau kurang bermanfaat bagi tujuan semula.
Fungsi lain dari motivasi adalah sebagai berikut:
a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan untuk belajar.
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.

2.2. Hakekat Belajar.
Berbicara tentang belajar pada dasrnya berbicara tentang bagaimana tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa istilah belajar berhubungan erat dengan mengajar dan pembelajaran terjadi bersama- sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi beberapa hal yang guru lakukan di dalam kelas. Duffy dan Roerlher (1989) mengatakan apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral dan membuat siswa dapat merasa nyaman dan merupakan bagian dariaktifitas mengajar. Juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan.

2.2.1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses didalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas.
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Margaret Gredler, terj Munandar, (1994; 1) belajar peserta didik dapat mengetahui hal-hal yang baru dan dapat meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya, mengubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang salah menjadi benar, dan dari kurang baik menjadi baik. Seperti yang dikatakan oleh Riberu, bahwa belajar merupakan proses dan dalam proses ini orang berkenalan dengan salah satu pola lajkuatau memperbaiki salah satu pola laku yang telah dikuasainya. Riberu, (1982 :10). http://google.com//peserta_didik.html.
Selain itu Riberu juga mengatakan, belajar bisa berarti berkenalan dengan atau memperbaiki pemikiran, berkenalan dengan atau memperbaiki turturan bicara, berkenalan dengan atau memperbaiki tindakan/kegiatan. Riberu, 1982; 11)
Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku interaksi individu dengan lingkungan. Oemar Hamalik (2003 : 151) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif matang berkat latihan dan pengalaman. Sejalan sengan itu Sardiman (2004:2) menyatakan bahwa belajar adalah usaha mengubah tingkah laku.
Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975). Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan kematangan.
Belajar bisa melalui pengalaman melibatkan peserta didik secara langsung dalam masalah atau isu yang dipelajari. Sehingga peserta didik dapat lebih aktif dan menerima pelajaran dengan baik. Bukan sebaliknya cepat jenuh, dan bosan. Belajar aktif dan menyenangkan (biasa dikenal dengan ‘Learning/ Learning by Fun’) dapat menstimulus kreativitas peserta didik dalam proses belajar.
Dengan kata lain, belajar merupakan suatu upaya untuk memperbaiki, mengembangkan, bahkan meningkatkan kemampuan afektif, psikomotorik, dan kinestetik peserta didik. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik harus seimbang antara otak kanan dan kiri. Untuk mencapai hal tersebut, sebaiknya proses belajar tidak hanya dilaksanakan dengan metode konservatif (ceramah/DDCH  Duduk, dengar, catat, dan hafal), tetapi juga metode-metode lain yang dapat merangsang keaktifan peserta didik.
Dari beberapa definisi belajar diatas bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku, dan ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang sengaja direncanakan dan ada yang sendirinya terjadi karena proses kematangan.
Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku disebut dengan proses belajar. Perubahan-perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang cukup Ronah Kognitif, Ronah Efektif, dan Ronah Psikomotor.

2.2.2. Fungsi Belajar
Fungsi belajar menurut Nasution (2003:4) untuk memperoleh kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Funsi belajar merupakan proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuan, bukan hanya proses pasif yang menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tersebut tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Keterampilan yang memproses hasil belajar berupa konsep dan fakta yang sudah diperoleh itu, untuk mengembangkan diri, untuk menemukan sesuatu yang sangat penting. Dengan konsep dan fakta yang telah dipahami betul, dapat di proses untuk menguasai dan menemukan fakta dan konsep yang lebih banyak. Winartapura (1997 : 82- 84), pemberian konsep dan fakta yang terlalu banyak, dapat menghambat kreativitas siswa. Tidak menguasai semua konsep dalam semua ilmu, namun siswa mempunyai kemampuan dasar untuk mengembangkan konsep dan fakta yang terbatas itu, sehingga mereka mampu menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru.

2.2.3. Tujuan Belajar
Djamarah !1996: 35) pada hakekatnya tujuan belajar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu umum dan khusus.
Tujuan Umum.
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang sellau berkembang melalui latihan bertindak aas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan pola pikir dalam kehidupan sehari- hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan,
Tujuan Khusus.
1. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat di alih gunakan, melalui kegiatan sehari- hari.
2. mengembangkan kemampuan dalam berbagai pengetahuan sebagai bekal belajar lebih lanjut d SLTP.
3. Membentuk sikap logis, kritis, cermat dan disiplin.

2.2.4. Faktor- Faktor yang Mendorong Aktivitas Belajar
Faktor-faktor yang mendorong aktivitas belajar siswa yaitu :
a. Waktu yang lebih banyak bagi kegiatan-kegiatan belajar mengajar.
b. Tingkatkan partisipasi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar dengan menuntut respon yang aktif dari siswa. Gunakan berbagai teknik mengajar, motivasi, serta penguatan.
c. Berikanlah pelajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai.
d. Masa transisi antara berbagai kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara cepat dan luas.
e. Usahakan agar pengajaran dapat lebih menarik minat dan mengaitkan dengan bahan dan prosedur pengajaran.
f. Kenali dan bantu anak-anak yang kurang terlibat, selidiki apa yang menyebabkannya dan apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi anak tersebut.
g. Siapkanlah siswa secara tepat persyaratan awal apa yang diperlukan oleh anak untuk mempelajari tugas belajar yang baru. Sesuai pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individu siswa, hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan untuk berperan aktif.

2.2.5. Upaya Guru Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Motivasi
Upaya yang harus dilakukan guru yaitu : Pemberian motivasi dari guru untuk siswa kelas V Sekolah Dasar pada bidang studi IPS. Dalam pembahasannya harus menghubungkan antara tujuan IPS sekolah dasar dengan masa keserasian belajar siswa sekolah dasar dan ciri-ciri khas siswa kelas-kelas rendah sekolah dasar. Karena siswa kelas V sekolah dasar umumnya berumur 8 tahun, maka sesuai kelas V sekolah dasar termasuk kategori siswa kelas rendah yang memiliki sifat-sifat khas atau ciri tertentu yang dimiliki oleh siswa kelas rendah.
Tujuan adanya mata pelajaran IPS di SD adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, maupun sebagai anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Ciri-ciri khusus kelas rendah SD, anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Faktor kesehatan jasamani sangat erat sekali hubungannya dengan prestasi belajar anak.
b. Mengharapkan pujian
c. Sifat egoisnya sangat besar
d. Belum dapat menilai buruknya suatu pekerjaan
Dalam hubungannya dengan teknik pemberian motivasi dari guru dilihat dari cara mengajar sebagaimana dikemukakan oleh Rohani (2004:12) :
a. Cara mengajar yang bervariasi
b. Mengadakan pengulangan informasi
c. Memberikan stimulus baru misalnya melalui pertanyaan kepada anak didik.
d. Menggunakan hadiah atau alat bantu yang menarik perhatian peserta didik seperti gambar, foto, diagram dan sebagainya.

2.2.6.Teknik Pemberian Motivasi Guru Mata Pelajaran PKn Di Kelas V Sekolah Dasar Dilihat Dari Cara Mengajar
Adapun teknik-teknik pemberian motivasi guru pada mata pelajaran IPS :
a. Guru harus mempersiapkan program dan pembelajaran yang tepat yaitu tujuan pembelajaran khusus yang digunakan harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
b. Dalam mengajar bahan pelajaran IPS hendaknya dimulai dari lingkungan yang terdekat (sekitar) tempat tinggal siswa yang sederhana sampai pada bahan yang lebih luas dan kompleks.
c. Guru harus membangkitkan, memelihara semangat untuk belajar sampai berhasil.
d. Dalam pembelajaran IPS pengalaman langsung melalui pengamatan (observasi), atau menyiapkan media akan membantu siswa untuk termmotivasi dalam belajar IPS.
e. Agar siswa tidak acuh tak acuh yang tidak memusatkan perhatiannya ada yang bermain, ada yang bersemangat maka guru dapat menggunakan strategi belajar mengajar yaitu memiliki satu diantara bermacam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, pemberi hadiah atau pendidik. Agar pembelajaran IPS tetap menarik perlu adanya motivasi penyajian bahasa seperti melalui nyanyian, deklamasi, bermain peran.

2.3. Pendekatan PAKEM dalam pembelajaran PKn
2.3.1. Pengertian Pembelajaran PAKEM
Manusia memperleh sebagian besar dari kemampuanya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol. Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu pertama : ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik dan sikap.
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subjek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting. Karena desain pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Penelitian ini akan diuraikan tentang aplikasi desain pesan dalam pembelajaran PAKEM yang menekankan pada aspek pemerolehan kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual. Informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik dan sikap.
Pakem adalah singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam prosespembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan menemukan gagasan.
Pembelajaran aktif, keratif efektif dan menyenangkan ( PAKEM ) adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan ketrampilan, sikap, dan pemahaman berbagai sumberdan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif. Meskipun yang diharapkan pertama dan utama adalah keaktifan, dan kreatifitasan peserta didik, namun sebenarnya gurupun dituntut untuk aktif dan kreatif, guru sangat menentukan apakah skenarionya berhasil, atau tidak. ( www.unv.ac.id)
Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari sipembelajar dalam membangun pengetahuanya, bukan proses positif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar- mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatianya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatianya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif. Yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswasetelah proses pembelajaran berlangsung. Sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajrana yang haruz dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.(www.Unik.s.Blogspot.com 15 April 2009 )
Secara garis besar PAKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut :
- Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan merekadengan penekanan pada belajar melalui buat.
- Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadi pembelajaran menarik menyenangkan dan cocok bagio siswa.
- Guru mengatur kelas dengan memanjang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan pokok baca.
- Guru menerapkan cara mengajar yng lebih kooperatifdan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
- Guru mendorong siswa untuk menemukan cara sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkn gagasanya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Untuk dapat memahami pembelajaran PAKEM dapat mencermati ciri- cirinya sebagaiman dikemukakan oleh Lynne Hill, yaitu :
1. Pembelajaran tersebut direncanakan dengan baik, yang didasarkan pada hasil di identifikasi tujuan dan kemampuan awal siswa dan mencakup urutan pembelajaran, pengorgasisasian kelas, pengelolaan sumber belajar dan cara penilaian yang akan digunakan.
2. Pembelajaran tersebut menarik dan menantang yang ditandai oleh peran guru dan tidak selalu dominan, sementara siswa aktif melakukan aktivitas belajar. Pembelajaran juga dapat meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, termasuk tugas-tugas terbuka.
3. Siswa sebagai pusat pembelajaran, yang ditandai oleh adanya tuntutan agar siswa aktif terlibat, berpastisipasi, bekerja, berinteraksi antarsiswa, menemukan dan memecahkan masalah.( Khaerudin dalam www.ilmupendidikan.net).

2.3.2. Prinsip Pemilihan Model PAKEM
Sebagai sebuah profesi yang professional, maka semua tindakan yang dilakukan guru harus didasarkan pada kerangka teori dan kerangka berpikir yang jelas. Demikian juga dengan pilihan untuk memilih dan memanfaatkan pendekatan PAKEM, harus didasari pada suatu rasional mengapa kita memilih dan menggunakan pendekatan tersebut. Berkenaan dengan hal ini perlu dikemukakan sejuml;ah alas an dan dasar teoritik sekaligus dasar filosofis. Salah satu perkembangan teori pembelajaran yang mendasari munculnya pendekatan PAKEM adalah terjadinya pergeseran paradigm proses belajar mengajar, yaitu dari konsep pengajaran menjadi pembelajaran yang berimplikasi kepada peran yang harus dilakukan guru yang tadinya mengajar menjadi membelajarkan.
Konsep pembelajarn yang merupakan terjemahan dari kata instructional pada dasarnya sudah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak tahun 1975, yang tergambar dalam rumusan tujuan yang harus dibuat guru, yaitu rumusan tujuan instruksional khusus. Namun implementasi dari konsep pembelajaran didalam kelas belum terjadi secara sesungguhnya. Dalam konsep pengajaran peran yang palin dominan ada pada guru, yaitu sebagai pengajar yang melaksanakan tugasnya mengajar. Dalam kegiatan pengajaran komunikasi sering hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa, sehingga siswa lebih banyak pasif. Pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, yaitu biasanya dilakukan melalui ceramah, para siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru. Permasalahannya yang paling mendasar adalah saat seoranguru mengajar apakah ada jaminan bahwa para siswanya belajar?
Berbeda dengan konsep pengajaran, konsep pembelajaran lebih mengutamakan pada aktifitas siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Dalam konsep pembelajaranya tugas guru adalah membelajarkan siswa. Melalui penerapan konsep pembelajarn ini maka siswa akan menjadi aktif melakukan berbagai aktifitas belajar, yang tidak hanya mendengarkan, tetapi mereka harus terlibat secara aktif.
Hal yang ahrus dilakukan dalam melaksanakan PAKEM adalah :
a. Memahami sifat yang dimiliki anak setiap anak unik. Mereka memiliki karakteristik yang berbeda. Namun pada dasarnya mereka juga memiliki sifat umum yang sama, yaitu memiliki rasa ingin tahu dan daya imajinasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar untuk mengembangkan sikap/berpikir kritis dan kreatif, karena itu, pembelajaran diharapkan menjadi wahana dan saran mengembangkan kedua potensi tersebut.
b. Mengenal anak secara perorangan para siswa memiliki latar belakang social, ekonomi dan budaya bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam perorganisasian belajar cirri lain yang dimiliki anak- anak adalah kesenangan untuk bermain, berteman secara berkelompok.
d. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif dan kemampuan memecahkan masalah salah satu fungsi pembelajaran adalah menyiapkan peserta dididk untuk siap terjun ke masyarakat denagn berbagai permasalahannya.
e. Mengembangkan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik ruang kelas sebagai lingkungan belajar, sebagai salah satu sumber belajar.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang sangat kaya dengan bahan belajar.
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar, umpan balik yang disampaikan guru member informasi tentang kualitas belajar yang dilakukan siswa.
h. Membedakan aktif fisik dengan aktif mental.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran dengan model pakem, ada sejumlah kemampuan yang harus dilakukan dan di kuasai guru, (Depdiknas, 205:78) diantaranya:
a. Guru harus merancang dan mengelola pembelajarannya yang mampu mendorong siswa berperan aktif di dalamnya. Untuk itu guru harus mampu melaksanakan pembelajaran secara bervariasi.
b. Guru harus menggunakan alat bantu dan sumber yang bergam (multimedia)
c. Guru member kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilannya.
d. Guru member kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan dan tulisan.
e. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.
f. Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari- hari.
g. Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
2.3.3. Pengelolaan Kelas Pakem.
Setting kelas didasarkan dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralism. Setting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar.
Mengacu pada pendekatan holistic dalam pendidikan, setting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan pemahaman dan akuisisi adalah benar- benar melekat pada konteks social dan emosianal saat belajar. Karakteristik setting kelas konstruktif untuk belajar adalah terkondisikanya belajar secara umum, instruksi dan belajar bersama.
Lima metode kunci untuk merancang setting kelas yang konstruktif, yaitu : 1) melindungi pemalajar darri kerusakan praktik instruksional dengan mengembangkan otonomi dan control pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar, 2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonmi pribadi, 3) mengkondisikan pemelajar dengan alas an-alasan belajar dan aktifitas belajar, 4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan ketrampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya, dan 5) mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan ( Hadi Mustopa,1998 dalam www.UNIK.S.blogspot.com April 2009 ).

2.4. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pendekatan Pakem Pada Pembelajaran PKn di Kelas V SD Inpres Bulila Kecamatan Duhhiadaa.
Nasution dalam Rohani (2004 : 13) mengatakan bahwa motif atau penyebab peserta didik belajar ada dua hal yaitu :
b. Siswa belajar karena didorong oleh keinginan untuk mengetahuinya dalam belajar terkandung tujuan untuk mengubah pengetahuan.
c. Siswa belajar supaya mendapat angka yang baik, naik kelas, mendapat ijazah dan sebagainya.
Sejalan dengan itu maka upaya guru meningkatkan motivasi belajar dengan pendekatan pakem yaitu :
a. Memberi angka
Kebanyakan siswa belajar ingin memperoleh angka yang baik, maka dari itu dia berusaha dengan segenap tenaganya untuk belajar. Memberi angka atau nilai harus benar-benar menggambarkan hasil belajar siswa, dengan kata lain nilai harus diberikan harus objektif tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor subjektif yang tidak ada hubungannya dengan dengan hasil belajar siswa. Jadi nilai yang diberikan pada siswa adalah nilai murni sebagai penghargaan terhadap hasil pekerjaannya.
b. Memberi hadiah
Dalam proses pembelajaran gru boleh memberikan hadian kepada siswa. Pada permulaan pertemuan sebagai bahan apersepsi guru mengatakan kepada siswa, apabila pelajaran ini selesai akan diadakan tes. Baranga siapa yang memperoleh nilai yang paling tinggi akan diberikan hadiah, misalnya buku tulis, polpen, pensil, dan sebagainya. Hadiah yang diberikan itu merupakan usaha guru untuk merangsang siswa dalam mengikuti pelajaran. Hal ini merupakan suatu usaha guru untuk mendorong timbulnya aktivitas belajar siswa.
c. Mengadakan persaingan
Saingan merupakan suatu kegiatan yang dapat mendorong siswa untuk menekuni pelajaran, mengandung harapan akan memperoleh nilai dari kawan-kawanya. Dalam hal belajar persaingan yang positif antar siswa baik secara individu maupun kelompok sangat diperlukan karena dapat membangkitkan aktivitas belajarnya.
d. Hasrat untuk belajar
Hasil belajar siswa akan lebih baik apabila siswa mempunyai hasrat untuk mempelajari sesuatu. Kuatnya hasrat siswa untuk belajar tergantung pada bermacam-macam faktor. Antara lain faktor nilai dari tujuan pengajaran itu sendiri bagi siswa.
e. Ego Involment (Harga diri)
Orang merasa ego Involment ialah apabila orang tersebut melibatkan diri bila dia merasa pentingnya tugas dan menerimanya suatu tantangan dengan mempertaruhkan harga dirinya. Kegagalan berarti berkurangnya harga dirinya, maka dari itu dia berusaha dengan segenap tenaganya supaya berhasil baik untuk menjaga harga dirinya. S. Nasution mengatakan : Ego Involved (harga) diri siswa terlihat dalam tugas itu (1986 : 83).
f. Sering membuat ulangan
Siswa-siswa akan lebih giat belajar bila sering diadakan ulangan atua tes dalam waktu dekat, maka dari itu memberikan ulangan sangat penting bagi kemajuan belajar siswa. Setiap memberikan ulangan guru harus memberitahu siswa kapan ulangan tersebut akan dilaksanakan. Dengan demikian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar saat menghadapi ulangan yang dihadapinya. Memberikan ulangan juga jangan terlalu sering, karena kurang berpengaruh pada siswa. Sehubungan dengan itu S. Nasution mengatakan : ”Agaknya ulangan yang diadakan sekali dalam seminggu lebih merangsang siswa-siswa untuk belajar dengan giat dari pada ulangan setiap hari”. (1986)
g. Mengetahui hasil belajar
Akan timbul kegembiraan dan keinginan untuk lebih meningkatkan kegiatan belajar dalam diri siswa, jika kita mengetahui kemajuan yang diperolehnya. Karena itu guru harus membuat grafik atau kurva hasil belajar siswa yang dibuat setiap semester dan setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh siswa harus diberitahukan kepada siswa. Sehubungan dengan itu Praitno (1989: 25) mengatakan bahwa : ”Patut diingat oleh guru, bahwa persaan sukses harus dibentuk didalam diri siswa untuk membangun motivasi siswa dalam belajar.
h. Kerjasama
Dalam proses pembelajaran selain siswa harus menyelesaikan pekerjaan secara individu, siswa juga harus dapat menyelesaikan suatu pekerjaan kelompok secara bersama-sama. Kerjasama dapat membawa belajar karean ada diantara teman-temanya yang belajar dengan sungguh-sungguh maka dapat mengurangi kemalasan belajar bagi teman-teman lainnya.
i. Tugas yang Challenging
Tugas yang Challenging ialah tugas yang sulit mengandung tatangan bagi siswa, yang dapat merangsang siswa untuk mengeluarkan segenap kemampuannya. Tugas yang diberikan harus dalam batas kemampuan siswa.


j. Pujian
Pujian yang diberikan kepada siswa mmeupuk suasana yang menyenangkan serta dapat mempertinggi harga diri siswa. Guru harus mencari masalah-masalah pada tiap-tiap siswa yang diuji. Misalnya dalam hal tulisan, tingkah laku, hasil kerjanya dan Kerapian lain yang bersifat positif. Tetapi pujian itu juga berlebihan karena pujian yang tidak beralasan dan terlalu sering diberikan tidak pada batasannya dan beralasan, misalnya pujian itu pantas diberikan pada siswa yang dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dipapan tulis. Dalam hal ini Nasution (1986 : 84) mengatakan bahwa : Pujian sebagai akibat pekerjaan yang diselesaikan dengan baik merupakan motivasi yang baik.
k. Teguran dan Kecaman
Menurut Nasution (1986 : 84) teguran dan kecaman dipergunakan untuk memperbaiki siswa yang membuat kesalahan, mraha dan berkelakuan tidak baik. Diharapkan dengan adanya teguran dan kecaman siswa lebih rajin dalam belajar sehingga memperoleh hasil belajar yang baik.
l. Hukuman
Hukuman sebagai alat untuk memotivasi siswa yang lebih banyak memberikan pengaruh psikologis yang negatif jika dibandingkan dengan motivasi yang ditimbulkan. Dengan hukuman ada kemungkinan meningkatkan proses belajar siswa, namun siswa yang berhenti belajar jika hukuman ditiadakan. Glasser (1970) dalam Prayetno (1989 : 24). Hukuman dapat menimbukan kecaman, gangguan emosi dan perasaan bersalah didalam diri siswa. Didalam belajar siswa dibayangi oleh ketahutan berbuat salah, ragu-ragu sehingga timbul keinginan untuk tidak berbuat.
m. Membutuhkan Minat
Pelajaran berlangsung dengan baik apabila siswa berminat terhadap bahan pelajaran.
Bangkitkan minat belajar siswa dengan cara- cara sebagai berikut :
1. Materi pelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.
2. Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman siswa.
3. Menggunakan berbagai bentuk model mengajar, misalnya dengan metode diskusi, demonstrasi dan sebagainya.
n. Suasana yang Menyenangkan
Guru harus berusaha semaksimal mungkin menciptakan suasana yang menyenangkan agar siswa merasa aman dan tentram dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam kelas sebagai anggota yang dihargai dan dihormati.
o. Tujuan yang diakui dan diterim adengan baik oleh siswa
Tujuan pengajaran harus jelas bagi siswa, karena dengan mengetahui tujuan materi pengajaran tersebut siswa akan menyadari bahwa tujuan itu sangat berarti dan berharga baginya. Dengan demikian siswa akan berusaha untuk mencapainya.


2.5. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoretis di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : jika menggunakan pendekatan PAKEM, maka motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan.

2.6. Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah apabila minimal 80 % dari jumlah siswa menunjukkan nilai baik maka penelitian tindakan kelas telah berhasil dan tidak di lanjutkan pada siklus II.


BAB III
METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian tindakan kelas. Yang dilaksanakan dengan berkolaborasi bersama pihak siswa dan dilaksanakan partisipatif dalam artian dibantu oleh guru kelas V. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang berusaha memecahkan masalah kesulitan belajar siswa melalui pembelajaran yang aktiff kreatif, efektif dan menyenangkan,(PAKEM) untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas V SD Inpres Bulila sejumlah 33 orang.

3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 33 siswa di SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa. Keputusan untuk mengambil kelas V ini sebagai objek penelitian telah disepakati bersama guru kelas yang terkait beserta izin dari kepala sekolah.
Sedangkan untuk objek penelitian ini adalah jalanya proses kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan di SDN Inpres Bulila.


3.3 Setting Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini yaitu kelas V SDN Inpres BUlila Kec.Duhiadaa yang terdiri dari ….peserta didik.
2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN Bulila Kec.Duhiadaa.

3.4. Model Dan Desain Penelitan
Model penelitian tindakan kelas ( PTK) yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model dari kemmis & McTaggart , yang menggunakan sistem spiral. Adapun model ini terdiri dari 4 komponen penelitian yang rencana, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pembelajaran PKn kelas V SDN Bulila didesain dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan ( PAKEM ). Dan tahapan penelitian tindakan kelas ini meliputi :
1. Siklus I
Siklus I ini secara terperinci akan dipaparkan sebagai berikut ini :
a. Perencanaan
Pada tahap observasi dan wawancara disekolah peneliti dapat menyimpulkan beberapa perencanaan tindakan yang akan dilakukan dalam menangani kendala yang ada disekolah tersebut terutama permasalahan dikelas V. Oleh karena itu, peneliti telah merencankan tindakan yang akan dilakukan pada kegiatan pembelajaran.
Berikut ini merupakan tahapan perencanaan tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu : penyusunan rencana pembelajarn ( RPP ) yang sesuai dengan model PAKEM melalui kegiatan yang tidak menjenuhkan bagi siswa didik. RPP digunakan oleh guru sebagai acuan dalam menyelenggarakan proses kegiatan belajar mengajar.
Penyusunan dan penyiapan soal test, persiapan sarana belajar, LKS yang disusun peneliti untuk dikerjakan peserta didik.
Penyusunan dan penyiapan lembar observasi kegiayan proses belajar mengajar dikelas V.
Penyusunan program wawancara untuk siswa guna memudahkan peneliti dalam mengetahui kendala yang dialami siswa didik selama kegiatan belajara mengajar.
b. Pelaksanaan Tindakan ( action)
Ditahap pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan rencana kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan PAKEM seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Tindakan ini bersifat terbuka, dan sesuai dengan kejadian yang terjadi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
c. Pengamatan
Pengamatan ataun popular dengan sebutan observasi ini dilaksanakan oleh peneliti pada saat kegiatan belajar berlangsung dikelas. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengamati jalanya proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Dari pengamatan ini peneliti mampu menyinpulkan kendala yang dialami oleh siswa didik tentang tingkat pemahaman mereka pada pelajaran Pkn yanhg disampaikan oleh guru.
d. Refleksi
Dari kegiatan yang dilakukan peneliti, wawancara dan pratest, dapat dilihat perlunya remedial sebagai bahan perbaikan dan pengendali kegiatan belajar mengajar tahap berikutnya agar berjalan seperti model yang yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu pembelajrana aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan ( PAKEM ). Refleksi ini akan dilakukan dalam kegiatan pada siklus I dan II.

2. Siklus II
Siklus dua dapat dilakuakn setelah pemahaman siswa dari siklus I terdeteksi dan siklus II ini digunakan guna memperbaiki Siklus I. siklus II inbi juga memiliki beberapa tahapan yaitu rencana, tindakan, observasi, dan refleksi.

3.5 Isntrumen Penelitian
Instrument penelitian tindakan kelas ini memakai beberapa instrument antara lain yaitu sebagai berikut :
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP ini berisi konsep pelajaran yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa didiknya. Dalam RPP ini sendiri tersususn dari berbagai aspek meliputi standar kompotensi, kompotensi dasar, materi pelajaran, dan evaluasi. RPP ini terdapat pada lampiran.
2. Lembar Kerja Siswa
Lemba kerja siswa ini merupakan media atau sarana bagi siswa agar mereka menyelesaikan bentuk diskusi yang disediakan guru dalam bentuk soal cerita yang dapat mereka identifikasi dengan ekerjasama dalam kelompok. LKS ini juga tercantum pada lampiran dibagian belakang.
3. Pedoman Observasi
Pedoman observasi ini merupakan lembaran yang berisi aspek pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas dan pedoman lembar observasi ini terdapat di lampiran.
4. Catatan Lapangan
Ini merupakan catatan yang bebas disampaikan dan bertujuan untuk melukiskan proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar baik berupa kesulitan atau kendala yang dihadapi oleh guru ataupu siswa didik itu sendiri.
5. Pedoman Wawancara
Pedoman ini disusun guna menjadi arahan bagi peneliti dalam melakukan wawancara dengan siswa tentang jalanya proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Pedoman wawancara seperti kita ketahui bersama ini berisi tentang beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada siswa didik yang akan memaparkan kendala atau kesulitan yang didapatkan dalam kegiatan belajar mengajar yang telah berlangsung.
6. Dokumentasi
Dokumentasi ini digunakan untuk memperkuat keakuratan data yang diperoleh dari observasi pada tahap awal. Dokumentasi ini oleh penelii dipaparkan melalui daftar nilai siswa dan angket kuisioner tertutyup yang didisi oleh siswa.
7. Tes
Dalam penelitian ini, tes terdiri dari 3 tahap yaitu pratest,tes siiklus 1, dan tes siklus 2. Tes berbentuk pilihan ganda yang tiap rangkaian soal berisi 10 soal, dengan alokasi waktu 20 menit pada tiap tesnya. Pratest berguna untuk mengetahui kemampuan awal siswa didik, sedangkan siklus I digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang materi wawsan Nusantara yang disampikan guru, dan test siklus II berfungsi untuk mengukur ketuntasan belajara siswa yang diterapkan melalui metode.

3.6. Analisis Data Penelitian
Dari data yang telah dikumpulkan dari catatan lapangan, hasil wawancara,hasil observasi, dan test maka dapat dilakukan analisa. Pendekatan analisa data yang dipakai yaitu secara induksi analitik yang bermaksud membuktikan suatu teori/hipotesis. Analisa akan dilakukan secara deskriptif analitik yang berarti interprestasi terhadap hasil nilai yang dikerjakan siswa disusun secra sistematik/ menyeluruh dan sistematis untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan dalam hasil belajara siswa melalui data nilai yang didapat siswa setelah mengerjakan soal dari guru.
Pada analisa ini, teknik yang digunaka oleh peneliti yaitu reduksi data, penyajian data, triangulasi melalui wawancara, dan penyimpulan.
Reduksi data dilakukan oleh peneliti dengan membuat ringkasan, penyajian atau display data untuk mengorganisasikan data dari reduksi ata mulai dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada tiaop siklusnya.
Peneliti melakukan analisis data dari berbagai sumber informasi hasil penelitian tersebut terpapar sebagai berikut :
1. Analisis data proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
Analisa ini ,meliputi hasil dari observasi atau pengamatan yang dilakuakan peneliti didalam ke;las pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Data ini dijelaskan dalam bentuk kata-kata yang memaparkan keadaan siswa saat berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar dikelas.
2. Analisis data hasil wawancara
Data hasil wawancara ini diperoleh hasil wawancara peneliti dengan siswa didik tentang kesulitan yang dialami siswa dalam memahami konsep pelajaran PKn yang disampikan oleh gurnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajara pada siklus berikutnya.
3. Analisis hasil test belajar siswa
Analisa test belajar siswa dapat dilihat dari hasil beberapa test yang meliputi pratest, tes siklus I dan tes siklus II.


3.7. Kriteria Keberhasilan Tindakan.
Kriteria keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain:
1. Pelaksanaan model pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) berjalan sesuai dengan rancangan atau desain yang disusun oleh peneliti.
2. Terdapat peningkatan pemahaman konsep oleh siswa setelah diterapkannya model pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) yang dilihat dari hasil test siklus 1 dan test siklus 2 dengan kriteria minimal 75% dari jummlah siswa mengalami peningkatan skor total aspek motivasi belajar siswa.
3. teraihnya ketuntasan belajar PKn siswa diterapkannya Pakem ini sebagai wujud tindakan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan kriteria minimal 75% dari jumlah seluruh siswa meraih skor test siklus 2 di atas skor rata- rata kelasnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsumo. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Bina Aksara Jakarta

Anonim.2008, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. www.duniaguru.com.

Bahri Djamarah Sysiful. 1995, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Reneka Cipta

Dimyanti & Mudjiono. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit : Departemen Pendidikan

Hamalik Oemar. 2003. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bina Aksara Jakarta.

Hilhard Bower. 1975. Theoris of Learning.
Http://www.gogle.com. Motivasi Belajar.
Khaerudin. 2008.Peningktan Mutu Pendidikan Dasar Melalui Pakem. www.ilmupendidikan.net

Margaret Gredler, Riberu.. 1994. Terjemahan Munandar.
Mustofa Hadi. 2008. Pembelajaran PAKEM. www.Uniks.blogspot.com.

Rohani Ahmad, Nasution.. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Asdi Mahasetya. Jakarta.

Redaksi UNY.2008. UNY (Berita) Model Pembelajaran PAKEM FIP UNY- UNES. www.uny.ac.id

Sudjana Nana. 2004. Penelitian Hasil Proses Belajar. PT. Remaja Rosda. Karya. Bandung.

Sudirman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Rajando Persada Jakarta.

Suryobroto. 2002. Proses Belajara Menhgajar. Jakarta. Renika Cipta

PROPOSAL MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM MATERI MENGENAL IDENTITAS DIRI MELALUI METODE BERMAIN PERAN DI KELAS I SD INPRES BULILA KECAMATAN DUHIADAA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.
Salah satu tujuan program pembinaan Pendidikan Dasar sesuai Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 adalah meningkatkan kualitas yang memadai yaitu meningkatkan efisiensi dan efektifitas belajar.
Tujuan peningkatan mutu pendidikan terutama meningkatakan kompetensi peserta didik, sehingga bermoral tinggi berkemampuan adaptif dan kompetitif untuk menghadapi perubahan zaman. Oleh karena itu peserta didik perlu memiliki kemampuan metakognitif dan kompetensi untuk berpikir dan belajar sebagaimana dalam lingkungan belajar terpadu antara belajar di sekolah dan belajar di luar sekolah. Selanjutnya peserta didik perlu mampu mengakses, memilih, menilai, pengetahun dan informasi yang diperoleh serta mampu mengatasi situasi yang rumit, mencari solusi terhadap masalah yang tidak dapat dipecahkan dan mampu mengatasi keadaan- keadaan yang terlihat secara kasat mata untuk mengatasi masalah yang ada, maka guru harus dapat menciptakan iklim pembelajaran kea rah yang lebih baik
Pembelajaran pada dasarnya menciptakan suasana agar peserta didik mau belajar subtansi yang mau dipelajari. Keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi terutama pada mata pelajaran IPS, terletak pada kemampuan guru mengelola, belajar, dan membangun struktur kognitif, efektif dan psikomotor bagi pesrta didik.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara guru- guru dengan anak didik. Dalam interaksi tersebut guru melakukan kegiatan yang disebut mengajar. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS tergantung pada guru untuk memberikan informasi bagaimana semestinya belajar yang efektif.
Keberhasilan pembelajaran yang efektif dalam membaca pidato akan menunjukkan tingkat pamahaman dan penyerapan bahan ajar yang telah diberikan , baik tidaknya hasil belajar dipengruhi oleh efektifitas dan efisiensi guru dalam mengajar. Sebagai peserta didik yang duduk di bangku Sekolah Dasar, khususnya kelas tinggi hendaklah diperhatikan secara maksimal dalam memberikan pembelajaran IPS, karena IPS dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan bagi peserta didik. Oleh karena itu, peserta didik perlu mengetahui bagaimana mestinya meningkatkan pemahaman siswa mengenal identitas diri dan keluarga.
Keberhasilan anak didik dalam mencapai sesuatu, harus butuh arahan guru. Guru sebagai fasilitator bisa berikan yang terbaik bagi muridnya. Ketepatan dalam cara belajar siswa merupakan faktor belajar yang penting dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa khusunya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Guru perlu menyediakan bahan yang menarik yang dapat menyajikan tantangan bagi siswa untuk giat secara aktif dan kreatif “mengotak- atik” apa yang dihadapinya. Bahan tersebut haruslah sesuai dengan perkembangan emosi dan sosial anak. Anak di kelas permulaan (usia 6- 8 tahun) berada pada fase bermain. Dengan bermain anak akan senang belajar, semakin senang anak semakin banyak yang diperolehnya. Permainan memiliki peranan penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak (Dworetzky, 1990). Karena dalam bermain guru mendukung anak belajar dan mengembangkannya (Wood, 1996).
Kegiatan pembelajaran ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya- upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran.
Belajar pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Anonim 1995).
Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam kurikulum, melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangkan materi yang ada dalam kurikulum menjadi bentuk pembelajaran yang menarik. Pembelajaran dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas dengan memasukkan aktivitas yang mendororong siswa untuk lebih giat berlatih misalnya dengan bermain peran. Penggunaan bentuk- bentuk permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah- olah proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel- sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang (Rubin, 1993 dalam Rofi’uddin, 2003).
Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak- kanak awal. Untuk itu perlu, diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Struktur kurikulum terdiri atas : (1) Perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan, (2) Pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa, (3)Pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan, dan (4) assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan (Wood, 1996: 87).
Salah satu cara untuk memudahkan siswa dalam mengenalkan diri dan keluarga adalah dengan menggunakan metode bermain peran. Untuk memilih dan menentukan jenis permainan dalam pembelajaran mengenal identitas diri, guru perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi siswa maupun sekolah. Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah satu aspek kognitif, psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut. Guru juga perlu mempertimbangkan materi pembelajaran, karena metode bermain peran cocok untuk materi tertentu, sesuai hasil observasi awal di SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa khususnya kelas I dari jumlah siswa 40 orang hanya 40 % nilai mereka yang pemahamannya dapat di kategorikan baik. Sementara 60% pemahaman mereka dapat dikategorikan kurang. Hal ini dapat dilihat dari hanya 16 orang memperoleh nilai 70 keatas, sedangkan 24 orang yang memperoleh nilai dibawah 70. Hal ini disebabkan metode yang digunakan kurang menarik perhatian, karena metode yang digunakan guru monoton ceramah. Selain itu kondisi kelas yang jumlahnya banyak (40 orang) sementara fasilitas pendukung seperti meja dan kursi terbatas. Berdasarkan latar belakang di atas maka ditetapkan judul “Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Materi Mengenal Identitas diri Melalui Metode Bermain peran Di Kelas I SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato “.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan “Apakah dengan metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi mengenal identitas diri pada pembelajaran IPS di kelas I SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa kabupaten Pohuwato.

1.3 Cara pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan di atas, diterapkan metode bermain peran dengan langkah- langkah sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD, 2) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3- 4 siswa, 3). Guru membimbing siswa dalam kegiatan kelompok, 5) Tiap- tiap kelompok mengikuti arahan dan bimbingan guru, 6) Guru menunjuk salah satu orang pada tiap kelompok untuk mengenalkan identitas diri. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa dalam setiap kelompok dapat mengenalkan diri mereka.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas I SD Inpres Duhiadaa dalam mengenal identitas diri melalui metode bermain peran.

1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberi manfaat yang
berarti bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa sehingga lebih giat belajar, selain itu manfaat penelitian bagi guru adalah meningkatkan kemampuan guru dalam menguasai metode pembelajaran dan menambah wawasan guru tentang penerapan metode bermain peran guna meningkatkan pemahaman siswa dalam mengenal identitas diri secara tepat. Sedangkan manfaat bagi sekolah adalah meningkatkan mutu kualitas sekolah khususnya pembelajaran IPS serta memberi kontribusi yang lebih baik pada sekolah dalam rangka kemajuan sekolah.


BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN


2.1. Hakikat Pemahaman
2.1.1 Pengertian Pemahaman
Azis Wahab, (2007: 80) mendefinisikan “ Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami ide- ide yang di ekspresikan dengan kata- kata atau bunyi atau symbol, serta kemampuan untuk bernalar”. Selanjutnya Bloom (dalam Uzer, 2006: 35) menjelaskan pemahaman mengacu pada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
Sanjaya, (2007: 182) mengemukakan bahwa pemahaman adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar. Pengertian pemahaman tersebut mengandung arti bahwa pemahaman melibatkan unsure batin atau jiwa seseorang yang mencerminkan keinginan untuk melakukan aktivitas.
Dunia guru com/index-php/20 Mey 2009, pemahaman adalah perubahan proses mental internal yang orang gunakan dalam usaha mereka membuat dunia ini dapat dimengerti.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pemahaman berarti maklum, mengerti dan mengetahui sesuatu melalui aktivitas mental social yang dimiliki individu dalam usaha mereka memahami kehidupan ini secara menyeluruh.


2.1.2 Tahap- Tahap Pemahaman
Sagala (2003: 72) tahap- tahap pemahaman pada diri individu dibagi dalam 4 hal yakni:
a). Tahap Reseptif
Pemahaman reseptif adalah tahap pemahaman dimana penggunaan informasi dalam bentuk apa diterima tanpa mengubah susunan atau artinya. Pemahaman reseptif dapat penuh arti bagi siswa sepanjang tidak didasarkan pada hafalan materi pelajaran tanpa usaha mengerti artinya. Tugas siswa dalam hal ini adalah menginternalisasi materi pelajaran yang telah disiapkan oleh guru dengan baik.
b). Tahap Penemuan
Pemahaman penemuan adalah cara pemahaman dimana siswa harus menemukan apa yang dipelajari dan kemudian mengatur kembali materi yang dipelajari untuk mengintegrasikannya dengan struktur kognitif yang sudah ada. Jadi pemahaman penemuan ini termasuk pemahaman penemuan maka yang dikembangkan berdasarkan psikologi kognitif.
c). Tahap Hafalan
Pemahaman hafalan adalah pemahaman dengan menghafal materi pelajaran tanpa usaha mengetahui artinya. Akibat pemahaman hafalan ini antara lain adalah verbalisme, yaitu tahu kata tapi tidak tahu artinya.
d) Tahap Penuh Arti
Pemahaman penuh arti didefinisikan sebagai pemerolehan arti baru, atau mengandung arti bahwa materi yang dipelajari seperti secara potensi penuh arti bagi siswa. Perolehan arti baru itu menjadi penuh arti terjadi jika materi yang dipelajari berhubungan dengan hal- hal yang telah diketahui siswa.

2.1.3. Aspek- Aspek Pemahaman
Developmentally Appropriate Practice (DAP) adalah suatu kerangka acuan; suatu filosofis atau juga pendekatan mengenai bagaimana pemahaman berinteraksi dan bekerja bersama anak (peserta didik). Pendekatan DAP didasarkan atas akumulasi data atau fakta dan hasil- hasil penelitian yang memerankan tentang apa yang peserta didik sukai. Menurut konsep ini pengejawantahan pengetahuan tentang perkembangan peserta didik atau hal- hal yang berkenaan bagi anak SD ke dalam setiap implikasi praktis pengembangan pengajaran tidaklah diabaikan. Dalam setiap pelaksanaan pengajaran, guru akan selalu dituntut untuk mampu membuat keputusan. Keputusan inilah yang akan menetapkan apakah suatu pengajaran yang ditempuh guru itu telah mempertimbangkan pengetahuan mengenai anak atau belum. Jika keputusan itu benar-benar mengakomodasikan ”siapa anak SD sebenarnya”, maka keputusan tersebut dapat dikatakan telah mendasarkan pada pendekatan DAP. Menyimak pendapat Bredekamp (1987) tentang konsep ”developmental appropriateness” menunjukkan bahwa pendekatan pengajaran yang berorientasi pada perkembangan anak itu mempunyai dua dimensi pemahaman. Pertama adalah dimensi umur (age appropriate) dan yang kedua adalah dimensi individual (individually appropriate). Dengan memahami dimensi umur peserta didik, guru dalam menyelenggarakan pengajarannya tidak akan pernah bisa mengabaikan aspek perkembangan dan pemahaman peserta didik. Misalnya diakui Bredekamp bahwa hasil pendidikan mengenai perkembangan manusia itu memperlihatkan hal yang berlaku umum, yakni adanya perkembangan yang dapat diramalkan mengenai urutan pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) yang terjadi terutama selama umur 9 tahun. Perkembangan yang dapat diramalkan itu menyangkut aspek pemahaman, 1). emosional, 2). sosial 3). dan perkembangan kognitif. Pemahaman tentang keunikan perkembangan peserta didik dalam rentang waktu (umur) tersebut selayaknya menjadi acuan atau dasar filosofis setiap pelayanan program pengajaran yang disediakan guru. Guru sepatutnya mampu mempersiapkan dan menyediakan lingkungan belajar dari pengalaman belajar yang benar- benar ”approratee” (layak, pantas, cocok, padan atau tepat) dengan perkembangan anak.
Selanjutnya dengan memahami dimensi individual, guru dalam menyelenggarakan pengajarannya tidak akan pernah mengabaikan keunikan peserta didik. Bukankah mereka itu bersifat khas (unique) atau utuh (individed) baik dari segi pola ataupun waktu perkembangannya sebagaimana mereka itu khas dalam kepribadiannya, gaya belajarnya latar belakang keluarganya. Keunikan sebenarnya memperlihatkan eksistensi perbedaan sekaligus akan menolak perlakuan yang ”mempersamakan” atau menyamaratakan. Pemahaman lebih lanjut atas keunikan peserta didik menyiratkan bahwa demokratisasi dalam pengajaran menjadi sebuah tuntutan. Pelayanan pengajaran yang diindividualisasikan (individually guided education/IGE) juga akan cenderung muncul (trendy) di masa yang akan adatang di Indonesia dan ini tidak boleh dihindari secara sengaja. Kurikulum (bahan ajar apa yang harus dilaksanakan?) dan interaksi yang diciptakan, selayaknya (akan menjadi approriate/ tepat atau mendapat pembenaran), manakala pembelajaran itu benar- benar responsif atas keragaman (individual) peserta didik. Belajar yang merupakan hasil interaksi antara pikiran dan pengalaman dengan bahan gagasan dan orang lain ”haruslah” cocok (mached) dengan dan memang menantang (Challenging) minat dan pemahaman peserta didik. Pemahaman atas perkembangan peserta didik sekaligus dengan keunikannya, dibutuhkan guru dalam mengidentifikasi tentang perilkaku yang cocok (perilaku pada diri anak) sebagai tujuan yang dapat dicapai dalam pengajaran, kegiatan dan pengalaman belajar yang tepat diciptakan, dan bahan pelajaran yang padan bagi kelompok usia tertentu, serta sistem evaluasi yang hendak digunakan. Pemahaman akan dimensi individual yang mengakui adanya keragaman latar belakang keluarga peserta didik, maka DAP dengan sendirinya memandang penting keterlibatan aktif orang tua baik sebagai sumber ataupun pembuat keputusan mengenai ketepatan perlakuan atau pelayanan individual bagi pendidikan anak.

2.2. Hakikat Metode
2.2.1. Pengertian Metode
Metode berasal dari kata Yunani “Meta” dan “Hodos” berarti cara atau rencana untuk melakukan sesuatu. Poerwadarmita (dalam Arindawati, 2004) mengatakan metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik- baik untuk mencapai suatu maksud.
Metode adalah upaya atau strategi yang dilakukan oleh seseorang dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai, Suryo subroto (2002: 12). Metode juga dapat diartikan yakni cara kerja yang ditunjukkan oleh individu berdasarkan tingkat keterampilan yang dimilikinya.
T. Raka Joni, 1993 mengartikan metode sebagai “ cara kerja yang bersifat relative umum yang sesuai untuk mencapai tujuan tertentu “. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara/ jalan menyajikan/ melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Metode pembelajaran dapat ditetapkan oleh guru dengan memperhatikan tujuan dan bahan pembelajaran. Pertimbangan pokok dalam menentukan metode terletak pada keefektifan proses pembelajaran. Metode pembelajaran bertujuan memudahkan guru mengajar dan memudahkan siswa memahami bahan pelajaran.
Dalam dunia pengajaran metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu. Jadi metode merupakan cara melaksanakan pekerjaan sedangkan approach bersifat filosofis atau sifat aksioma (yaitu kenyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian). Karena itulah dari satu approach pada umumnya dapat tumbuh beberapa metode.
Metode pembelajaran merupakan proses atau prosedur yang hasilnya adalah belajar atau dapat pula merupakan alat melalui makna belajar menjadi aktif. Dan yang lebih penting lagi adalah jika metode dapat dianggap sebagai suatu proses yang memungkinkan terjadinya belajar, maka metode tertentu akan terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan- tahapan yang dimaksud pada metode tertentu dapat pula digunakan pada metode mengajar lainnya.
Setiap guru senantiasa dihadapkan pada pertanyaan tentang metode apa yang akan digunakan untuk membantu siswa mempelajari konsep- konsep atau membantu mereka mencapai tujuan- tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Namun demikian metode atau teknik mengajar hanyalah salah satu komponen penting di dalam keseluruhan interaksi belajar mengajar atau interaksi edukatif. Berkaitan dengan hal itu patut disadari oleh guru bahwa tidak ada satu metode atau teknik mengajar yang baik atau yang cocok untuk semua situasi/ mata pelajaran dalam mengajar. Yang ada adalah bahwa terdapat berbagai metode mengajar yang telah digunakan oleh guru dalam mengajar dan telah memberinya pengalaman. Dengan pengalaman itu dia dapat menggunakan metode- metode mengajart dalam situasi- situasi yang berbeda dengan memperhatikan factor siswa, materi pelajaran yang harus diliput, tujuan pengajaran, dan sarana yang tersedia.
Asumsi- asumsi yang dikemukakan di atas sebagai dasar pertimbangan memilih metode mengajar tentunya merupakan saran dan pendapat sebab yang terpenting bagi seorang guru adalah mengetahui secara tepat dan secara sadar mengapa ia memilih metode mengajar tersebut.
Mengenai hal ini para ahli mencoba mengembangkan berbagai metode dan teknik mengajar atau strategi. Walaupun dengan ungkapannya yang berbeda- beda tentang hal itu namun pada dasarnya yang dimaksud adalah metode dan teknik mengajar.
Beberapa bukti menunjukkan hal itu diantaranya misalnya yang dikemukakan oleh Edgar B. Wesley dan Stanley P. Wronski (1965: 344- 45) mencoba mengelompokkan metode dengan memperhatikan dasar penggunaan metode tersebut. Pengelompokkan yang dimakseud meliputi :
a. Berdasarkan alat yang digunakan,
b. Berdasarka pendekatan kenyataan masyarakat,
c. Berdasarkan pengorganisasian bahan,
d. Berdasarkan tujuan guru,
e. Berdasarkan tujuan siswa,
f. Berdasarkan hubungan guru - siswa,
g. Berdasarkan hubugan siswa- siswa,
h. Berdasarkan tingkat partisipasi siswa,
i. Berdasarkan tingkat kebebasan berfikir,
j. Berdasarkan cara penilaian,
k. Berdasarkan indera pisik,
l. Berdasarkan teori- teori belajar,
m. Berdasarkan tujuan- tujuan pendidikan.
Menurut Wesley dan Wronski (1965) klasifikasi metode- metode mengajar di atas mungkin memiliki nilai- nilai logis dan sugestif. Mengenai teknik- teknik mengajar, hal inipun tidak terdapat kesepakatan di antara para ahli oleh karma hal yang sama digunakan nama yang berbeda.
Ada tiga istilah yang bertautan dengan metode yaitu : pendekatan, metode dan tehnik (menurut Stanley P. Wronski 1965 dalam Mulyati).
a. Pendekatan adalah sejumlah asumsi tentang sesuatu. Pendekatan bersifat ‘aksiomatis’ (yaitu pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian).
b. Metode adalah rencana menyeluruh tentang sajian materi bahasa yang tersusun berdasarkan pendekatan yang dipilh. Metode bersifat procedural (yaitu langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan sesuatu problem).
c. Teknik adalah strategi khusus atau alat mencapai tujuan. Teknik harus konsisten dengan metode dan karenanya harus serasi dengan pendekatan yang dipilih. Teknik bersifat ‘implementasional’ (yaitu mencari bentuk tentang sesuatu hal yang disepakati dulu) yang secara aktual berlangsung di kelas.
Dengan demikian metode pembelajaran berarti membicarakan tentang cara atau jalan yang harus dilalui utuk mencapai tujuan. Metode mengajar dalam dunia pendidikan berfungsi sebagai salah satu alat yaitu untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Oleh sebaba itu agar tujuan instruksional dapat tercapai, maka dalam menetapkan suatu metode dalam KBM perlu kita selaraskan denga komponen dalam sistem pembelajaran.
Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai pendekatan, cara aau teknik menyampaikan materi pelajaran agar mudah diterima dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.


2.2.2. Tujuan Memilih Metode
Tujuan pemilihan metode dalam pembelajaran adalah merupakan pemikiran dan pengupayaan secara strategis untuk merumuskan, memilih atau menetapkan aspek- aspek dari komponen pembentukan system instruksional sehingga dapat konsisten antara aspek- aspek tersebut. Disisi lain juga tujuan pemilihan metode merupakan pemikiran dan pengupayaan secara strategis dari seorang guru untuk memodifikasi atau menyelaraskan aspek- aspek pembentuk instruksional.

2.2.3. Tujuan Penerapan Metode
Tujuan penerapan metode adalah :
1). Mengupayakan variasi kegiatan dan susunan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi/ metode/ teknik dalam pembelajaran, seperti variasi pengorganisasian murid dalam pembelajaran (individual, kelompok berpasangan, kelompok kecil, dan atau klasikal).
2). Menumbuhkan prakarsa murid untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran, umpamanya dengan memberi peluang untuk bebas berpendapat, menghargai pendapat orang lain.
3). Mengembangkan berbagai pola interaksi dalam pembelajaran, baik antara guru dan murid, maupun antara murid dan variasi, serta interaksi dengan sumber belajar yang tersedia.
4). Menyediakan dan menggunakan berbagai sumber belajar, baik dan rancangan maupun yang dimanfaatkan.
5). Pemantauan yang intensif dalam kegiatan pembelajaran dan diikuti dengan peberian balikan yang spesifik dan dengan segera.

2.2.4. Jenis- Jenis Metode Pembelajaran
Jenis- jenis metode ini (Mulyati A,dkk 2000) antara lain:
1). Metode Ceramah
Metode Ceramah bermakna (ekspositor), yaitu metode penyampaian informasi oleh seotang pembicara kepada sekelompok pendengar, pada kenyataannya metode ini yang paling banyak digunakan.
Tujuan metode ini adalah menyampaikan materi pengajaran yang bersifat informasi, yaitu konsep, pengertian prinsip- prinsip yang banyak dan luas serta hasil penemuan- penemuan baru yang belum dipublikasikan secara meluas.
2). Metode Demonstrasi
Metode Demonstrasi adalah suatu cara mengajar dengan mempertunjukkan sesuatu atau mendemonstrasikan sesuatu. Metode ini biasanya berkenaan dengan tindakan- tindakan atau prosedur yang dilakukan misalnya proses mengerjakan sesuatu, proses menggunakan sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain atau untuk mengetahui/ melihat suatu kebenaran.
Tujuannya adalah mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada siswa, mengembangkan pengamanan pengamatan kepada para siswa secara bersama- sama dan mengerjakan suatu proses atau prosedur yang harus dikuasai oleh siswa.

3). Metode Diskusi
Metode Diskusi adalah suatu cara penguasaan bahanpelajaran melalui tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dipelajari oleh siswa.
Metode diskusi juga merupakan sebagai siasat menyampaikan bahwa pelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk membicarakan dan menemukan alternative pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Tujuannya adalah memecahkan materi pembelajaran yang berupa masalah atau promlem yang sulit dilakukan oleh siswa secara perorangan.
4). Metode Simulasi.
Metode Simulasi adalah suatu cara peniruan atau perbuatan yang hanya pura- pura saja (dari fakta simulate yang artinya pura- pura atau berbuat seolah- olah; dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura saja).
Simulasi juga merupakan suatu usaha pembelajaran untuk memperoleh pemahaman akan hakekat suatu konsep atau prinsip, atau suatu keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan. Melalui simulasi siswa dapat mampu menghadapi kenyataan yang mungkin terjadi secara lebih efektif dan efisien.
Tujuannya adalah untuk melatih keterampilan tertentu baik yang bersifat professional maupun kehidupan sehari- hari.
5). Metode Tanya Jawab.
Metode Tanya Jawab adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui berbagai bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa. Metode Tanya jawab juga adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara peserta didik. Atau juga metode Tanya jawab adalah pembelajaran yang interaktif yang mengutamakan interaksi dan timbale balik antara guru dan siswa dengan mengolah informasi.
6). Metode Karya Wisata
Metode Karya Wisata adalah cara penguasaan bahan pelajaran dengan jalan membawa siswa langsung pada objek yang terdapat di luar kelas atau di lingkungan di kehidupan nyata, agar mereka dapat mengalami secara langsung.
7). Metode Pemberian Tugas
Metode Pemberian Tugas merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsug yang telah dipersiapkan guru. Tugas dapat diberikan secara kelompok atau perorangan. Hal yang harus diperhatikan dalam memberi tugas pada siswa adalah fungsi, sifat, dan bentuk tugas yang diberikan serta tingkat kemampuan siswa untuk melaksanakan tugas tersebut. Menurut Lis Budiarjo (2005) metode Pemberian Tugas adalah salah satu metode yang senantiasa membiasakan siswa untuk selalu giat melakukan tugas serta melatih siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran atau metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan guru. Tugas dapat diberikan secara kelompok atau perorangan. Hal yang harus diperhatikan dalam memberi tugas pada siswa adalah fungsi, sifat, dan bentuk tugas yang diberikan serta tingkat kemampuan siswa untuk melaksanakan tugas tersebut.
Metode pemberian tugas adalah merupakan suatu metode mengajar yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, yang biasa disebut dengan metode pemberian tugas. Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah. Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pekerjaan rumah dan pemberian tugas seperti halnya yang dikemukakan : Roestiyah dalam bukunya “Didaktik Metodik” yang mengatakan : “ Untuk pekerjaan rumah, guru menyuruh membaca dari buku dirumah, dua hari lagi memberikan pertanyaan dikelas. Tetapi dalam pemberian tugas guru menyuruh membaca. Juga juga menambah tugas (1),cari buku lain untuk membedakan(2), pelajari keadaan orangnya”(roestiyah, 1996 : 75 ). Dalam buku lainnya yang berjudul Startegi Belajar Mengajar hal.132, Roestiyah mengatakan teknik pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi.
8). Metode Sosiodrama
Metode Sosiodrama adalah cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memainkan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (kehidupan sosial).
9). Metode Bercerita
Metode Bercerita adalah suatu cara mengajak siswa dengan bercerita.

10). Metode Bermain Peran
Metode Bermain Peran adalah suatu cara penguasaan bahan- bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.

2.3. Hakikat Bermain Peran
2.3.1. Hakikat Bermain.
Dalam teori permainan dijelaskan bahwa bermain dan permainan adalah dua istilah yang selalu diangkapkan orang secara bersamaan. Dalam hal ini permainan merupakan kata yang bersifat umum sedangkan bermaian memiliki makna yang khusus. Menurut Hurlok (320: 1997) bahwa bermain (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

2.3.2. Pengertian Permainan
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan ketrampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain boneka diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan permainan memiliki sifat sebagai berikut: (1) Permainan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan. (2) pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya. (3) Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral. (4) Permainan bersifat bebas dari aturan aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya. (5) Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.
Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentukpengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan. Permainan memiliki adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti diindahkan oleh para pemain, dengan tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan.



2.2.4. Pengertian Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah- olah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep (Zanikhan,2008./http;//zanikhan.multiply.com).
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran- peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta didik memberikan penilaian terhadap peran yang dilaksanakan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulakan bahwa metode bermain peran adalah metode pembelajaran dengan menghadirkan peran- peran ke dalam dunia nyata dalam suatu pertunjukan sehingga menimbulkan pemahaman tentang apa yang diperankan.

2.2.5. Manfaat Bermain Peran dalam Pembelajaran.
Rofi’udin (1999: 42) berpendapat bahwa permainan memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut:
a). Perkembangan Kognisi.
Dalam permainan simbolik dapat mendorong anak- anak untuk berfikir karma melalui permainan anak akan mencoba mencoba berbagai masalah dan menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Permainan juga merupakan wahana bagi anak untuk berekspresi secara kreatif. Anak akan menciptakan peran yang dimainkannya dalam permainan drasmatisasi.
b). Perkembangan Sosial.
Permainan juga merupakan salah satu sarana untuk membantu perkembangan social. Melalui permainan akan tercipta interaksi. Dalam interaksi tersebut, anak- anak akan belajar bernegosiasi, memecahkan konflik, permasalahan, bertenggang rasa, berlatih kesabaran dalam menunggu giliran, berlatih bekerja sama, dan tolong menolong.
c). Perkembangan Emosi.
Permainan merupakan wahana untuk mengekspresikan perasaan/ pikiran dan sarana untuk mengatasi kekalutan pikiran/ perasaan mereka karma mereka tidak berada di dalam dunia nyata. Dalam permainan perasaan anak akan dapat dipahami dengan baik dan tercipta konteks yang aman untuk perkembangan emosi mereka.
d). Perkembangan Fisik.
Permainan merupakan wahana untuk mengembangkan fisik anak- anak. Melalui permainan, anak- anak berkesempatan untuk menguji system keseimbangan tubuhnya dalam permainan akrobatik, menguji kecepatan gerak, kelincahan dan ketangkasan mereka.

2.2.6. Model/ Asumsi Bermain Peran.
Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model- model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
a). Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
b). Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
c). Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide- ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
d). Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata. Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, (2) memilih partisipan/peran, (3) menyusun tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua, (9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.
Kesembilan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
Menyusun tahap- tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya.Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran yang dimainkan? Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967) mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan. Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalaSetiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan. Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mareka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

2.3. Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Materi Mengenal Identitas Diri Melalui Metode Bermain Peran Di Kelas I SD Inpres Duhiadaa Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato

Bermain peran merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih cara berfikir anak. Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh kesenangan tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan anak. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih ketrampilan anak, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan. Dapat disebut permainan, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih ketrampilan anak dalam berfikir.
Setiap permainan yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 – 8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, anak-anak mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia bermain. Permainan hampir tak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Baik bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua membutuhkan permainan. Tentunya dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin, bakat dan minat masing-masing.
Tujuan utama permainan bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar ketrampilan anak. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak. Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-kadang berupa masalah yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi. Masalah yang harus diselesaikan itulah yang dapat melatih ketrampilan berbahasa. Alat permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam menggunakan bahasa. Keberadaan alat- alat permainan dapat memantu dan meningkatkan daya imajinasi anak.
Belajar konstrultivisme mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan pengetahuan ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi. Ini berarti bahwa penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif. Dengan demikian proses belajar perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa (Semiawan, 2002:5).
Mengenal identitas diri melalui metode bermain peran akan sangat menyenagkan jika siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat. Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar.
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Manusia merupakan makhluk sosial dan individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka berinteraksi, berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh. Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada factor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya.Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah- langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan.
Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik.

2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teoretis dan kerangka berpikir yang ada, hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah jika pada pembelajaran dilakukan metode bermain peran maka pemahaman siswa dalam materi mengenal identitas diri melalui metode bermain peran di kelas I SD Inpres Bulila Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato dapat meningkat.

2.5. Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah jika dari 40 orang siswa yang memperoleh nilai dibawah 70 dalam aspek- aspek pemahaman khususnya pada materi mengenal identitas diri 40 orang siswa yang memperoleh nilai dibawah 70 dalam aspek- aspek pemahaman kelasnya pada materi mengenal identitas diri maka melalui metode bermain peran akan terjadi peningkatan minimal 75% memperoleh nilai di atas 75 dari hasil observasi awal

BAB III
METODE PENELITIAN


3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Subyek Penelitian
3.1.1 Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini di laksanakan di kelas I SD Inpres Duhiadaa Kecamatan Duhiadaa Kabupaten Pohuwato.

3.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas I berjumlah 24 yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan dengan kemampuan belajar yang bervariasi dan latar belakang ekonomi yang beragam pula.

3.2 Desain tindakan
Kurt Lewin ( dalam Kunandar:2008, 42-45) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu rangkaian langkah yang terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut, Tahap 1): menyusun rancangan tindakan ( planning) Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan, Tahap 2): Pelaksanaan tindakan (Acting) tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rangcangan, yaitu tindakan dalam kelas. Hal yang perlu diingat adalah pelaksana berusaha menaati apa yang telah dirumuskan dalam rangcangan.
Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron dengan maksud semula, Tahap3) : Pengamatan (observing) Dalam tahap ke- 3 ini kegiatan pengamatan yang dilakukan sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan . Tahap ke-3 ini memberikan peluang bagi guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat untuk mencatat apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya, Tahap 4): Refleksi (reflecting) tahap ke-4 ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan dan mengimplementasikan rancangan kegiatan. Agar tahapan penelitian tindakan yang dimaksudkan dapat diketahui dengan jelas, dapat diperhatikan rangkaian siklus pada gambar di bawah ini

Gambar 1. Siklus Action Research model Stephen Kemmis dan Mc.Taggart
3.3 Tahapan- Tahapan Penelitian
3.3.1. Tahap Persiapan
Dalam rangka penelitian ini peneliti melakukan persiapan–persiapan berikut sebagai tahap awal kegiatan yaitu :
a. Menghubungi kepala sekolah guna memperoleh izin dan restu untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini, sekaligus berkonsultasi tentang guru yang akan menjadi mitra kerja, dalam hal ini membantu peneliti dalam mengadakan penelitian.
b. Mendiskusikan rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama kepala sekolah dan mitra kerja.
c. Melakukan observasi awal terhadap subyek penelitian dalam rangka mengidentifikasi masalah.
d. Mengadakan analisis pokok permasalahan yang menjadi subyek penelitian.
e. Menganalisis dan menentukan faktor–faktor yang diduga sebagai penyebab utama masalah.
f. Pengkajian masalah sekaligus pembuatan alat observasi dan evaluasi, serta mendesain skenario pembelajaran sesuai dengan teknik pemecahan masalah yang telah ditetapkan, serta menetapkan waktu pelaksanaan tindakan.
g. Menetapkan waktu pelaksanaan tindakan.

3.3.2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang direncanakan. Dan kegiatan ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yakni dalam setiap siklus 2 kali pertemuan. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut :



a. Siklus I
Pada Siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah melihat kemampuan siswa dalam pemahaman mengenalkan diri dengan tepat dmenggunakan penerapan metode bermain peran..
 Pada kegiatan pendahuluan penyajian materi, melaksanakan KBM yang sesuai dengan tindakan yang telah ditetapkan.
 Memantau pelaksanaan tindakan.
 Mengevaluasi pelaksanaan tindakan.
 Mengadakan refleksi awal. Apabila hasilnya kurang dari apa yang diharapkan maka akan dilanjutkan pada siklus berikutnya.

2. Siklus II
Dalam pelaksanaan siklus ke II, penerapan tindakan dan pengamatan dikhususkan pada siswa yang belum mencapai hasil atau perubahan yang diharapkan.
 Merumuskan pelaksanaan tindakan.
 Melaksanakan pelaksanaan tindakan.
 Mengevaluasi pelaksanaan tindakan.
 Mengadakan refleksi lanjutan. Apabila hasilnya kurang dari apa yang diharapkan maka akan dilanjutkan pada siklus berikutnya.



3.3.3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi berlangsung dalam setiap siklus yang dilaksanakan. Hasil pemantauan dan evaluasi dibahas dalam tahap analisis dan refleksi. Adapun yang menjadi pedoman dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi adalah:
1. Semua aspek yang menjadi indikator dari pemahaman siswa dalam pengenalan diri melalui metode bermain peran.
2. Alat pengumpul data yang disiapkan, yaitu:
a. Lembar observasi kegiatan pembelajaran
b. Lembar observasi aktivitas siswa selama proses belajar mengajar.
c. Lembar keberhasilan siswa berupa tes tertulis pada akhir pembelajaran.

3.3.4. Tahap Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini merupakan bagian yang terpenting, semua data yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi akan dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitataif dan hasilnya digunakan untuk merefleksi diri. Dalam hal ini akan diketahui kelemahan yang atgau kekurangan terjadi pada proses yang berlangsung kemudian ditindak lanjuti pada kegiatan berikutnya serta sebagai bahan untuk penyususnan laporan penelitian.




DAFTAR PUSTAKA

Alkhadiah Sabarti, dkk. 1991. Faktor Yang Mempengarui Cara Belajar. Jakarta: Bina Aksara.

Anonim. 1995. Pedoman Proses Belajar Menagajar di SD. Jakarta : Proyek Pembinaan Sekolah Dasar. Depdikbud

Aminudin, 1994. Buku Motivasi Belajar. Rajawali Pers 1986.

Badudu dan Hidayat. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di SD. Jakarta PT. Rosda Jaya.

Dworeky, 1990. Pembelajaran Melakukan Permainan di SD http/images

Kurt Lewin dan Kunandar. 2008,. Faktor Yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar. (http/www.geogle.com/kesulitan.dalam.belajar/blogspot/php?)

Lis Budiarjo, Mulyani, dkk. 2000- 2005. Metode Pembelajaran. (http/www.geogle.com/metode-pembelajaran/blogspot/php?)

Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004 : Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : Remaja Rosdakarya

Rofi’uddin dan Machfudz, Imam. 2000. Metode pengajaran Kominikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM Malang : Universitas Negeri Malang.
.
Roestiyah dalam bukunya,1997 “Didaktik Metodik” Bandung.Tarsito

Simanjuntak, 1995. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.

Ulit, 2008. Cara Belajar Efektif, (http/www.geogle.com./belajar-efektif/php)

Website.http/www.geogle/ dunia guru com/index-php/20 Mey 2009

Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung

Zanikhan,2008./http;//zanikhan.multiply.com.