SELAMAT DATANG DI BLOG MARGHARETA

SELAMAT DATANG DI BLOG MARGHARETA

Rabu, 09 Juni 2010

LAPORAN OBSERVASI MODEL ROLE PLAYING


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha untuk membimbing dan membantu anak didik mencapai kedewasaan. Pendidikan juga dapat berarti pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik, pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dan hasil. Sebagai suatu proses pendidikan merupakan serangkaian kegiatan yang secara sistematis diarahkan oleh tujuan, sedangkan sebagai suatu hasil pendidikan merupakan perubahan dalam tingkah laku anak didik yang tercermin dalam pengetahuan sikap dan sebagainya (Karso, 1993). Dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal terjadi suatu proses kegiatan belajar mengajar. Pada dasarnya kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal yang berlangsung disekolah adalah adanya interaksi aktif antara siswa dan guru. Guru bukan hanya menjadi pusat dari kegiatan belajar mengajar, namun keterlibatan siswa secara aktif menjadi hal yang tak kalah pentingnya. Agar dapat memancing siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, diantaranya adalah dengan menguasai materi dan menggunakan berbagai metode pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar lebih variatif (Dimyati dan Mudjiono, 2002). “EFEKTIFITAS ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN SAINS DI SDN 1 DUNGGALA”

B. Perumusan Masalah
Dari judul penelitian diatas, dapat dibuat rumusan masalahnya yaitu, Bagaimanakah efektifitas role playing untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 SDN 1 Dunggala?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas role playing dalam meningkatkan hasil belajar Sains siswa kelas 1 SDN 1 Dunggala.
D. Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan kreatifitas siswa dan memberikan pengalaman serta suasana yang menggembirakan sehingga siswa senang dan antusias dalam mengikuti pelajaran.
2. Membantu mencari alternatif pembelajaran yang efektif.
3. Memberi wawasan yang baru untuk meningkatkan pembelajaran.
4. Meningkatkan mutu pembelajaran Sainsi disekolaH.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
A. Pembelajaran dengan Role Playing (Bermain Peran)
Pembelajaran dengan role playing adalah suatu cara penguasaan bahanbahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah yaitu: (a) dapat menjamin partisipasi seluruh siwa dan member kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan (b) permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa (Prasetyo, 2001).
Pembelajaran dengan role playing merupakan suatu aktivitas yang dramatik, biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil siswa, bertujuan mengeksploitasi beberapa mesalah yang ditemukan untuk melengkapi partisipasi dan pengamat dengan pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman (Prasetyo, 2001). Menurut Mulyasa (2005) pembelajaran dengan role playing ada tujuh tahap yaitu pemilihan masalah, pemilihan peran, menyusun tahap-tahap bermain peran, menyiapkan pengamat, tahap pemeranan, diskusi dan evaluasi serta pengambilan keputusan. Pada tahap pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya. Tahap pemilihan peran memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain. Selanjutnya menyusun tahap-tahap bermain peran. Dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa bisa menambah dialog sendiri. Tahap berikutnya adalah menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran. Setelah semuanya siap maka dilakukan kegiatan pemeranan. Pada tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing sesuai yang terdapat pada skenario bermain peran. Dalam hal ini guru menghentikan permainan pada saat terjadi pertentangan agar memancing permasalahan agar didiskusikan.

B. Kekurangan Dan Kelebihan Role Playing
Masalah yang muncul dari bermain peran, dibahas pada tahap diskusi dan evaluasi. role playing disebut juga metode sosiodrama. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial (Djamarah dan Zain, 2002). Role playing menurut Djamarah dan Zain (2002) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan metode Role Playing :
1). Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
2). Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
3). Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
4). Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaikbaiknya.
5). Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
6). Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain.

b. Kelemahan metode Role Playing
1). Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif.
2). Banyak memakan waktu.
3). Memerlukan tempat yang cukup luas.
4). Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan penonton/pengamat.
C. Proses pelaksanaan metode Role Playing
1) Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupanpeserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya.
2) Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain.
3) Menyusun tahap-tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri.
4) Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran.
5) Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing yang terdapat pada skenario bermain peran.
6) Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari siswa.
7) Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan.
Jadi pembelajaran dengan role playing merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara membagi siswa mwnjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah ditentukan oleh guru, sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut.

2. Hasil Belajar
Uzer Usman (1997), berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku individu sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan sehingga mampu berinteraksi dengan baik dengan lingkungan. Mulyana (1999), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar mengajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional. Tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Mudhofir (1996), menyatakan bahwa secara garis besar yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (a) factor internal yang bersumber dari diri manusia, yang meliputi faktor biologis dan psikologis dan (b) faktor eksternal yang bersumber dari luar manusia yang meliputi faktor manusia dan faktor non manusia, seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik. Ada dua cara mengukur pencapaian belajar siswa, yaitu: (a) norm referenced evaluation (NRE) atau Penilaian Acuan Norma (PAN), dikategorikan cara lama karena pencapaian siswa ukurannya sangat relatif.

3. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Suharsimi Arikunto (2006), menyatakan bahwa ada tiga kata pembentuk pengertian PTK yaitu: (1) Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hasil yang menarik minat dan penting bagi peneliti, (2) Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian kegiatan siklus untuk siswa, (3) Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik yaitu sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dari guru yang sama pula. Dalam menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah kelas secara bersama.

4. Kerangka Pemikiran
Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung disekolah selalu melibatkan guru sebagai pihak pengajar dan siswa sebagai pihak yang menerima pelajaran. Sebagai pihak pengajar, guru bertugas menyampaikan materi pelajaran kepada siswa kelas 1 SDN 1 Dunggala. Dengan demikian, guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan pengajaran. Penggunaan strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Role playing merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam mata pelajaran biologi. Karena role playing dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa, semakin baik peran yang dimainkan, maka siswa akan lebih memahami materi yang sedang dipelajari sehingga hasil belajar yang diperoleh akan semakin baik pula. Hasil belajar dapat diukur berdasarkan 2 ( dua ) aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.

5. Subyek Penelitian
Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah SD Negeri 1 Dunggala, Kabupaten Gorontalo. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena sekolah ini telah mengunakan model pembalajaran paikem.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 SD Negeri 1 Dunggala, terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 18 siswa perenpuan. Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini diperkirakan akan dilaksanakan pada 26 Mey 2010.

7. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil observasi dilapangan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Pembelajaran dengan Role Playing efektif meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SDN 1 Dunggala pada pembelajaran sains.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran serta perangkat dan setting Role Playing dengan pendekatan Tematik Sains SD dapat diterapkan dengan cara guru bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran siswa, sehingga apabila dalam proses pembelajaran tersebut ada siswa yang mengalami kesulitan memahami pelajaran dapat langsung bertanya kepada guru.
Proses pembelajaran role playing dimulai dengan membuat silabus untuk pelajaran Sains yang dikaitkan dengan pelajaran lainnya, lalu membuat RPP Sains yang digunakan guru sebagai panduan dalam mengajar dengan menggunakan model ini, dan membuat rencana harian yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran sains setiap hari, yang berisi hal-hal yang dilakukan guru selama mengajar dan bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran Sains yang aktif, kreatif dan menyenangkan bagi siswa.
Sedangkan untuk memantau perkembangan siswa, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, sehingga lebih mudah dalam mengamati perkembangan siswa secara individual. Respon siswa terhadap model bermain peran dengan pendekatan Tematik Sains SD dapat diketahui dari hasil angket yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merespon positif pembelajaran sains, karena mereka setuju bahwa pelajaran yang diajarkan dengan model role playing lebih menyenangkan serta menjadikan mereka lebih aktif mengikuti pelajaran.

B.Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka saran yang diberikan yaitu Model pembelajaran role playing menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan tetapi guru harus tetap mengendalikan suasana kelas agar siswa tetap fokus pada pelajaran, dan tidak bercanda sendiri. Karena suasana kelas yang menyenangkan memang lebih gaduh maka guru harus dapat mengendalikan situasi kelas agar tidak terlalu gaduh, dan mengganggu kelas yang lain.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : SAINS
Kelas/semester : I/ 2
Materi Pokok : Berbagai benda langit
Pertemuan / waktu : 2 x 30 menit

A. Kompetensi Dasar
o Mengenal berbagai benda langit melalui pengamatan.
B. Indikator
o Menceritakan benda-benda langit yang terlihat di waktu siang dan malam hari.
o Membuat gambar benda-benda langit yang dapat terlihat di waktu siang dan malam hari.
C. Materi Essensial
o Berbagai benda langit (hlm 70)
D. Metode
o Ceramah dan praktek
E. Media Belajar
o Buku SAINS SD Haryanto Erlangga Kelas I
o Gambar benda langit (matahari, awan, bulan, bintang)
F. Rincian Kegiatan Pembelajaran Siswa
1. Pendahuluan
o Menyampaikan indikator dan kompetensi yang diharapkan.
2. Kegiatan Inti
o Membacakan materi berbagai benda langit untuk menuntun siswa atau siswa membaca secara bersama.
o Menjelaskan materi yang telah dibacakan dengan menggunakan media belajar.
o Siswa menceritakan benda-benda langit yang terlihat pada siang dan malam hari.
o Siswa menunjukkan benda-benda langit yang tampak pada siang hari.
o Siswa menunjukkan benda-benda langit yang tampak pada malam hari
3. Penutup
o Menyebutkan kesimpulan bahwa matahari, bulan dan bintang adalah benda langit.
4. Evaluasi
o Mengambar benda langit di waktu siang dan malam hari.

Gorontalo, Mey 2010
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Kelas




Karsum T. Mopangga A.Ma.Pd Selvi Sy. Hemu, S.Pd

LAPORAN OBSERVASI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DI KELAS III SDN 1 DUNGGALA PADA PEMBELAJARAN SAINS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan IPTEK dari waktu ke waktu semakin pesat dan canggih didukung oleh arus globalisasi yang semakin hebat. Fenomena merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan kreativitas pendidikan bangsa itu sendiri dan kompleknya masalah kehidupan menuntut Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mampu berkompetisi. Selain itu pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu tinggi.
Pendidikan sains merupakan salah satu fondasi dari kemampuan sains dan teknologi. Pemahaman terhadap sains, dari kemampuan yang bersifat keahlian sampai kepada pemahaman yang bersifat apresiasi akan berhasil mengembangkan kemampuan sains dan teknologi yang cukup tinggi. IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dengan prosentase jam pelajaran yang lebih dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Ironisnya, matematika termasuk mata pelajaran yang tidak disukai. Banyak siswa yang takut akan pelajaran matematika karena menurut mereka IPA itu suatu pelajaran yang sulit untuk dipahami. Ketakutan–ketakutan tersebut tidak hanya dari dalam diri siswa akan tetapi juga dari ketidakmampuan guru dalam menciptakan situasi yang dapat membawa siswa tertarik pada pembelajaran IPA.
Mengingat pentingnya IPA dalam menumbuhkan generasi dengan kemampuan mengadopsi dan mengadakan inovasi Sains dan Teknologi di era globalisasi, maka tidak boleh dibiarkan adanya anak– anak muda yang buta matematika. Kebutaan yang dibiarkan akan menjadi suatu kebiasaan, membuat masyarakat kehilangan kemampuan berfikir secara disiplin dalam menghadapi masalah– masalah nyata.
Russefendi (1991: 138) menemukakan bahwa konsep di dalam IPA adalah ide atau gagasan yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan obyek ke dalam contoh, dan bukan contoh. Atau dapat diartikan konsep IPA abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan obyek atau kejadian. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis,logis, sistematis, memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan permasalahan baik dalam bidang sains, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari- hari.
Namun kenyataan di lapangan saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil studi menyebutkan bahwa, meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan namun pembelajaran dan pemahaman siswa pada beberapa materi pelajaran termasuk matematika menunjukkan hasil yang masih kurang. Pembelajaran yang cenderung textbook oriented serta metode ceramah yang merupakan metode konvensional memang cenderung abstrak dan kurang terkait dengan kehidupan sehari- hari sehingga konsep-konsep materi pelajaran kurang bisa untuk dipahami oleh peserta didik.
Pendekatan atau model belajar yang tepat dalam proses pembelajaran termasuk faktor faktor yang turut menentukan tingkat keberhasilan siswa. Pendekatan belajar dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan sehingga aktivitas siswa lebih nampak. Pendekatan pembelajaran tentu tidak harus kaku menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.
Mencermati hal tersebut di atas guru harus memilih model atau pendekatan yang tepat yang dapat meningkatkan iklim pembelajaran yang aktif yang bermakna dan siswa lebih menguasai dan memahami pelajaran sehingga hasil belajar siswa meningkat. Beberapa strategi dengan menerapkan pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran tipe student teamsachievment division (STAD), Jigsaw dan model Snow Balling, Numbered Head Together (NHT) dan lain sebagainya. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Syaiful Sagala, 2005: 87).
Dari beberapa pendekatan kontekstual di atas peneliti mencoba menerapkan suatu stategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dimana dengan model pembelajaran ini siswa diharapakan dapat memiliki kemampuan untuk menentukan langkah–langkah dalam menyelesaikan soal IPA. Dalam pembelajaran ini siswa akan dikelompokkan dan mereka berdiskusi tentang materi yang diberikan kepada mereka. Dari masing–masing kelompok pastinya terdapat siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih dibandingkan dengan siswa yang lain. Dari siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih itu akan ditunjuk sebagai anggota tim ahli yang mempunyai tugas menerangkan materi yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam kelompoknya sehingga teman kelompoknya jelas. Kemudian dari tiap– tiap kelompok akan mempresentasikan materi hasil diskusinya. Dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan sains dapat meningkat. Dengan berpijak pada beberapa persoalan yang ada, maka hal itulah yang mendorong bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang membahas penerapan pendekatan konstektual dengan model strategi pembelajaran Jigsaw dalam meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA.
B. Identifikasi Masalah
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan diatas ada beberapa masalah yang berkaitan dengan mutu pendidikan matematika.
Adapun masalah- masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Masih rendahnya kemampuan siswa dalam memahami permasalahan matematika.
2. Rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika bukan hanya bersumber pada kurangnya kemampuan siswa tetapi juga dipengaruhi oleh adanya kelemahan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru.
3. Ada kemungkinan kesiapan dalam proses belajar mengajar masih kurang
4. Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan gagasan untuk pemecahan masalah sangat terbatas.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mengatasi luasnya masalah yang dibahas dan kesalah pahaman maksud serta demi keefektifan dan keefisienan penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Keaktifan siswa dalam belajar matematika dibatasi, yaitu keaktifan dalam bekerjasama dengan anggotanya, mengerjakan soal di depan kelas, mengajukan ide/tanggapan pada guru, memberi tanggapan jawaban siswa lain, membuat kesimpulan materi baik secara kelompok atau mandiri.
2. Hasil Belajar siswa pada bidang studi IPA dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan strategi pembelajaran tipe Jigsaw.
3. Materi penelitian dibatasi pada pokok bahasan lingkaran, sub pokok bahasan pengertian dan unsur-unsur lingkaran, keliling lingkaran, luas lingkaran dan hubungan sudut pusat, panjang busur dan luas juring dengan subyek penelitian adalah siswa SDN I Dunggala Kabupaten Gorontalo.
D. Perumusan Masalah
Secara spesifik permasalahan ini dapat dirinci menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Adakah peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan strategi pembelajaran tipe Jigsaw ?
2. Adakah peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan kontekstual dengan strategi pembelajaran tipe Jigsaw ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan-tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktifitas siswa pada bidang studi IPA melalui penerapan pendekatan kontekstual dengan strategi pembelajaran tipe Jigsaw.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa selama proses pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan strategi pembelajaran tipe Jigsaw.

F. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara khusus, studi ini memberikan kontribusi kepada strategi pembelajaran IPA berupa pergeseran paradigma mengajar menjadi paradigma belajar dalam suasana yang gembira. Telah menjadi pandangan yang cukup mapan bahwa paradigma belajar dalam suasana yang gembira untuk memecahkan masalah IPA merupakan aspek yang essensial dalam pembelajaran matematika. Di sini, paradigma belajar dalam suasana gembira dipertajam dengan dimensi guru sebagai fasilitator sehingga stabilitas dan keterkendalian terjaga.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga pendidikan formal memberikan manfaat untuk mengembangkan kompetensi para calon guru di bidang materi pembelajaran, pengelolaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran mengingat kompetensi ini merupakan yang mendesak dengan diberlakukannya KTSP.
b. Bagi guru IPA, hasil penelitian dapat digunakan untuk menyelenggarakan layanan pembelajaran yang inovatif dan proses berpikir untuk menarik kesimpulan IPA bisa diaplikasikan untuk mengembangkan model-model pembelajaran lebih lanjut.
c. Bagi siswa, proses ini dapat meningkatkan kemampuan dalam bidang sains maupun secara umum kemampuan mengatasi permasalahan dalam hidupnya.
d. Bagi peneliti, sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan serta menambah wawasan, pengalaman dalam tahapan proses pembinaan diri sebagai calon terdidik.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
A. Model Jigsaw
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut dilaksanakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw yang merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang supaya siswa mempelajari informasi divergen dan tingkat tinggi melalui kerja kelompok. Setiap kelompok mendapatkan suatu topik bahasan dan setiap anggota kelompok mencari informasi tantang isi satu sub topik yang dipelajari.
Sehubungan dengan hal tersebut, Slavin (dalam Yusuf, 2003:60) mengatakan bahwa untuk melaksanaan cooperative learning tipe jigsaw, disusun langkah-langkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan evaluasi, (5) memberi penghargaan.
B. Pendekatan Tematik
Pendekatan Tematik merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa (Depdiknas, 2006).
C. Sains SD
Definisi mengenai Sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa Sains, lanjut Sardar (1987, 161) suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi kebutuhankebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai perwujudan eksternal suatu epistemologi, Sains membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban. Secara singkat, Sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.

2. Hasil Pengamatan
Data wawancara pada guru menunjukkan bahwa silabus yang digunakan adalah silabus tematik KTSP tahun 2006, yang berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Untuk silabus tematik yang dilaksanakan dengan model Jigsaw, maka pelaksanaan kegiatan pembelajaran Sains dikaitkan dengan pelajaran lainnya misalnya IPA dengan mata pelajaran lain. Pelaksanaan silabus berbeda pada tiap sekolah karena sekolah memiliki kewenangan untuk menerapkan silabus dengan caranya masing- masing, hal ini dikarenakan siswa memiliki kemampuan berbeda-beda dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru, sehingga sekolah harus menyesuaikan pelaksanaan silabus agar semua siswa dapat memahami materi pelajaran dengan baik. RPP dengan model Jigsaw adalah RPP ( rencana pelaksanaan pembelajaran ) yang mengaitkan materi pelajaran dengan materi pelajaran lainnya, misalnya untuk RPP pada materi pelajaran Sains dikaitkan dengan materi lain. Penyusunan RPP berguna agar guru dapat memahami lebih dalam tentang materi pelajaran yang akan diajarkannya, selain itu penyusunan RPP harus teliti dan cermat agar guru tidak mengalami kesalahan mengaitkan materi antar mata pelajaran. RPP merupakan panduan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Satuan kegiatan harian adalah rencana kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru dan disusun setiap hari atau setiap kali pertemuan dengan siswa. Satuan kegiatan harian dengan model Jigsaw adalah rencana kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru untuk mewujudkan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan di kelas. Penyusunan satuan kegiatan harian yang baik akan memudahkan guru dalam mengajar di kelas, karena guru telah merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilakukannya saat mengajar, sehingga guru dapat menggunakan waktu dengan efisien.

3.Pembahasan
Berdasarkan pengamatan awal yaitu sebelum diterapkan penelitian tindakan kelas berupa penerapan model pembelajaran Jigsaw, dan setelah dilakukan tes awal menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa kelas III SD Negeri I Dunggala sudah cukup bagus. Rata-rata hasil belajar sains siswa kelas TII sebelum diterapkan model pembelajaran jigsaw memang sudah cukup bagus, sebab guru sering menyuruh siswa untuk berlatih mengerjakan LKS, sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Selain itu, guru juga sering mengajukan pertanyaan pada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan, setelah mengetahui tingkat pemahaman siswa maka guru dapat menyusun materi pelajaran agar lebih mudah dipahami siswa. Rata-rata hasil belajar siswa memang sudah cukup bagus tapi masih perlu ditingkatkan lagi, sebab materi pelajaran yang diajarkan guru semakin lama semakin susah, sehingga guru perlu menerapkan model pembelajaran jigsaw yang melibatkan siswa secara aktif dalam pelajaran, karena siswa yang aktif memiliki motivasi belajar Sains yang besar. Siswa yang memiliki motivasi belajar Sains yang besar akan rajin belajar agar dapat memahami materi pelajaran, hal ini menyebabkan siswa itu dapat meraih prestasi maksimal di kelas.
Data angket menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berminat belajar Sains dan menyukai belajar berkelompok. Penerapan pembelajaran jigsaw menjadikan suasana belajar menjadi lebih menyenangkan, hal ini membuat siswa menjadi lebih bersemangat belajar Sains. Siswa yang selama ini sudah aktif di kelas menjadi lebih aktif bertanya pada guru ketika mereka mengalami kesulitan memahami materi pelajaran. Selain itu siswa yang pasif dan jarang bertanya akhirnya juga termotivasi untuk menjadi lebih aktif seperti temantemannya.
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan, dan juga harus didukung oleh kemampuan guru menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih aktif, kreatif dan menyenangkan. Guru yang dapat menerapkan model pembelajaran jigsaw dengan baik akan menjadikan siswa lebih termotivasi untuk meraih prestasi yang maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran jigsaw mampu meningkatkan kreativitas para siswa sekaligus menjadikan mereka lebih aktif mengikuti pelajaran. Pembelajaran jigsaw juga membuat suasana kelas menjadi lebih
menyenangkan sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar Sains. Motivasi siswa yang besar untuk mempelajari Sains menjadikan hasil belajar mereka menjadi jauh lebih baik. Selain itu, guru juga dapat memberikan remidi pada siswa sehingga pemahaman siswa semakin meningkat. Suasana kelas yang menyenangkan kadang menjadikan siswa gaduh dan bercanda sendiri, untuk menenangkan siswa maka guru menggunakan metode menarik perhatian yaitu dengan cara guru memberi salam pada siswa yang lalu dijawab oleh siswa, sehingga perhatian siswa kembali terfokus pada pelajaran. Untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran maka model jigsaw harus dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hasil pembelajaran dapat lebih optimal.
Hasil pembelajaran dengan menggunakan model jigsaw dapat diketahui dari hasil tes sebelum dan sesudah model jigsaw diterapkan, jika hasil tes menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran jigsaw itu berhasil. Menurut guru, siswa yang aktif adalah siswa yang rajin bertanya serta memperhatikan pelajaran dengan baik. Untuk mengetahui perkembangan kreatifitas siswa, guru membuat alat peraga yang menggambarkan ide pokok pelajaran Sains, siswa yang menggunakan alat peraga akan menjadi lebih kreatif sebab mereka dapat memahami sendiri ide pokok pelajaran sains. Guru juga membuat panduan yang berisi cara siswa melakukan berbagai percobaan Sains lewat penemuan
sendiri. Agar siswa tertarik mengikuti pelajaran, maka guru menerapkan pembelajaran sains yang disertai dengan percobaan sehingga siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan guru dan juga dengan temannya. Guru juga memperlihatkan gambar percobaan sains yang berwarna warni sehingga siswa tertarik untuk mengikuti pelajaran.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran serta perangkat dan setting Jigsaw dengan pendekatan Tematik Sains SD dapat diterapkan dengan cara guru bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran siswa, sehingga apabila dalam proses pembelajaran tersebut ada siswa yang mengalami kesulitan memahami pelajaran dapat langsung bertanya kepada guru.
Proses pembelajaran Jigsaw dimulai dengan membuat silabus untuk pelajaran Sains yang dikaitkan dengan pelajaran lainnya, lalu membuat RPP Sains yang digunakan guru sebagai panduan dalam mengajar dengan menggunakan model jigsaw, dan membuat rencana harian yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran sains setiap hari, yang berisi hal-hal yang dilakukan guru selama mengajar dan bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran Sains yang aktif, kreatif dan menyenangkan bagi siswa.
Sedangkan untuk memantau perkembangan siswa, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, sehingga lebih mudah dalam mengamati perkembangan siswa secara individual. Respon siswa terhadap model jigsaw dengan pendekatan Tematik Sains SD dapat diketahui dari hasil angket yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merespon positif pembelajaran sains, karena mereka setuju bahwa pelajaran yang diajarkan dengan model jigsaw lebih menyenangkan serta menjadikan mereka lebih aktif mengikuti pelajaran.
Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak menyukai pelajaran Sains yang disertai dengan bernyanyi, dan mereka lebih menyukai pelajaran Sains yang disertai dengan berhitung dan menggambar. Hal ini disebabkan karena saat bernyanyi, suasana kelas menjadi gaduh dan banyak siswa yang tidak menyukainya. Selain itu juga menunjukkan adanya peningkatan kreativitas siswa karena mereka menyatakan dapat mengerjakan soal-soal di LKS setelah mengikuti pelajaran dan dapat menemukan hal-hal baru di alam serta memanfaatkan ilmu sains untuk menciptakan kreasi yang baru. Penerapan model jigsaw pada pelajaran sains khususnya pada konsep Bagian Tubuh Hewan dan Tumbuhan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan hasil belajar siswa secara kognitif.
B.Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka saran yang diberikan yaitu:
1. Model pembelajaran jigsaw menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan tetapi guru harus tetap mengendalikan suasana kelas agar siswa tetap fokus pada pelajaran, dan tidak bercanda sendiri. Karena suasana kelas yang menyenangkan memang lebih gaduh maka guru harus dapat mengendalikan situasi kelas agar tidak terlalu gaduh, dan mengganggu kelas yang lain.
2. Guru harus terus memotivasi siswa dan memantau tingkat pemahaman siswa misalnya dengan memberikan pertanyaan kreatif kepada siswa, yang mendorong siswa berpikir kreatif untuk menjawabnya. Dengan memberikan pertanyaan yang kreatif maka siswa akan berusaha menjawab pertanyaan itu dengan pemikiran mereka sendiri.
3. Penerapan pembelajaran jigsaw yang menggunakan percobaan harus dilakukan secara efisien agar tidak menyita waktu pelajaran terlalu banyak, sehingga waktu yang tersisa dapat digunakan guru untuk menjelaskan hasil percobaan tersebut.
4. Siswa yang aktif dan kreatif biasanya akan mengajukan pertanyaan yang kritis pada gurunya, sehingga guru harus menguasai materi pelajaran agar mampu menjawab pertanyaan siswanya.
5. Sebelum menerapkan pembelajaran jigsaw sebaiknya guru menyusun silabus dan rancangan pembelajaran (RPP) dengan cermat, karena pembelajaran jigsaw itu mengaitkan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, sehingga jika guru tidak cermat maka dapat terjadi kesalahan konsep materi pelajaran.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran : SAINS
Kelas/semester : III/ I
Materi Pokok : Lingkungan
Pertemuan / waktu : I-II / 2 x 30 menit



A. Kompetensi Dasar
o Membedakan ciri-ciri lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat berdasarkan pengamatan


B. Indikator
o Membedakan kondisi lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat.
o Mengidentifikasi penyebab pencemaran lingkungan.


C. Materi Essensial
Lingkungan Sehat dan lingkungan tidak sehat
o Lingkungan sehat (Hlm.51)
o Lingkungan tidak sehat (Hlm.52)


D. Metode
o ceramah dan diskusi


E. Media Belajar
o Buku SAINS SD Haryanto Erlangga Kelas III
o Koran, majalah


F. Rincian Kegiatan Pembelajaran Siswa
1. Pendahuluan
o Menyampaikan Indikator dan kompetensi yang diharapkan

1. Kegiatan Inti
o Membacakan materi alat-alat yang menghasilkan panas dan bunyi.
o Memahami peta konsep tentang lingkungan
o Melakukan kegiatan 2.1 Hlm.50
o Menyebutkan ciri-ciri lingkungan sehat
o Menjelaskan pentingnya memelihara lingkungan untuk kesehatan
o Menyebutkan ciri-ciri lingkungan tidak sehat
o Menyebutkan penyebab lingkungan tidak sehat
- Pencemaran tanah
- Pencemaran air
- Pencemaran udara

2. Penutup
o Memberikan kesimpulan bahwa lingkungan sehat harus dijaga setiap saat

3. Evaluasi
o Mengamati makhluk hidup dan tak hidup di lingkungan rumah



Gorontalo, Mey 2010

Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Kelas




Karsum T. Mopangga A.Ma.Pd Yusuf Thalib

LAPORAN HASIL OBSERVASI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DIKELAS III SDN 1 DUNGGALA


VISI DAN MISI SEKOLAH


A. VISI
Mewujudkan sekolah yang berkualitas kompetitif dan inovatif berdasarkan imtek dan iptek.

B. MISI
1. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa dengan mengefektifkan pendidikan
2. meningkatkan prestasi akademik dan non akademik sesuai dengan tuntutan masyarakat
3. menguasai ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.
4. menumbuhakan dan melatih semangat religius disiplin dan sosial kepada masyarakat.
5. menyediakan lingkungan pendidikan yang dilengkapi dengan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai.


A. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian ini adalah “Penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak di kelas III SD Negeri 1 Dunggala Kabupaten Gorontalo”.

B. BIDANG KAJIAN
Bidang kajian dalam penelitian ini yaitu strategi dan desain pembelajaran, dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak di kelas III SD Negeri 1 Dunggala Kabupaten Gorontalo.

C. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah proses memproduksi sistem nilai dan budaya kearah yang lebih baik, antara lain dalam pembentukan kepribadian, keterampilan dan perkembangan intelektual siswa. Dalam lembaga formal proses reproduksi sistem nilai dan budaya ini dilakukan terutama dengan mediasi proses belajar mengajar sejumlah mata pelajaran di kelas. Salah satu mata pelajaran yang turut berperan penting dalam pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak adalah mata pelajaran IPA.
Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis olah manusia yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia. Pembelajaran IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh rahasia yang tak habis-habisnya. Khusus untuk IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan hanya bergantung lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah. Dengan demikian jelas bahwa tahap berfikir anak usia SD harus dikaitkan dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal siswa yang telah dibangun mereka dengan sendirinya. Pada saat pembelajaran IPA di kelas III SDN 1 unggala Kabupaten Gorontalo, mengenai bentuk- bentuk energi dan perubahannya yang diantaranya bentuk energi gerak, guru diawal pembelajaran tidak melakukan apersepsi, guru langsung menulis materi di papan tulis, kemudian siswa disuruh mancatat materi tersebut, setelah siswa mencatat guru langsung menjelaskan materi, ketika guru menjelaskan banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, mereka bergurau, ngobrol dengan teman- temannya. Bahkan ada siswa yang menaikan kakinya ke atas meja. Melihat kondisi kelas seperti itu guru langsung memberikan pertanyaan kepada siswa seputar materi, namun mereka terdiam dan tidak paham. Dalam proses pembelajaran guru juga tidak melakukan percobaan mengenai energi gerak, pembelajaran yang dilakukan guru tidak berpusat pada siswa. Pada saat guru melakukan evaluasi sebagian siswa tidak dapat menjawab soal evaluasi sehingga hasil evaluasi siswa pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu nilainya dibawah KKM.
Dari hasil observasi pada siswa kelas III SDN 1 Dunggala ternyata tujuan pembelajaran masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari analisis masalah yang ada, ditemukanlah beberapa penyebab masalah, antara lain : pada awal pembelajaran guru tidak melakukan apersepsi, guru kurang membangkitkan motivasi terhadap pembelajaran, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, dalam menyampaikan materi kurang menarik sehingga pembelajaran terasa membosankan dan dalam pembelajaran juga guru tidak melakukan percobaan mengenai energi gerak.
Pembelajaran yang terjadi di atas mengakibatkan siswa tidak paham tentang energi gerak dan siswa tidak berani mengungkapkan pendapatnya. Masih sering terjadi, dalam pembelajaran IPA guru mengharapkan siswa diam dengan sikap duduk tegak dan menghadap ke depan, sementara guru dengan fasih menceramahkan materi IPA. Pembelajaran demikian jelas bertentangan dengan hakikat anak dan pendidikan IPA itu sendiri. Pembelajaran IPA yang efektif dicirikan antara lain oleh tingginya kemampuan pembelajaran tersebut dalam menyajikan hakekat pendidikan IPA di SD yakni sebagai proses, produk dan sikap. Untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA. Karena pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk mengkonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

D. RUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian tindakan kelas yaitu : Melihat gambaran penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak di kelas III SD Negeri 1 Dunggala Kabupaten Gorontalo

2. Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi masalah di atas, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA, karena model ini merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai kesimbangan. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan informasi itu manjadi milik mereka sendiri.

E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan penelitian tindakan kelas yang terdapat dalam perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui gambaran penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak di kelas III SD Negeri 1 Dunggala.
2. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan siswa dalam memahami energi gerak di kelas III SD Negeri 1 Dunggala.

F. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat bagi siswa, untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak.
2. Manfaat bagi guru, untuk mengembangkan potensi guru dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme.
3. Manfaat bagi sekolah, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar.

G. HAKIKAT MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME
1. Pengertian
Model konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar diawali dengan terjadinya konflik kognitif (Karli, 2004 : 2). Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama siswa menerima pengetahuan baru.

2. Keuntungan dan Kelemahan model konstrktivisme
Keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan model konstruktivisme Dalam penggunaan model konstruktivisme terdapat keuntungan yaitu :
1) Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep IPA.
2) Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif.
Adapun kelemahan pembelajaran konstruktivisme adalah :
1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

3. Pembelajaran tentang Energi Gerak
Setiap benda yang melakukan kegiatan atau usaha memerlukan energi. Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Bentuk-bentuk energi antara lain energi gerak, panas, energi cahaya, energi listrik, energi bunyi, dan energi kimia. Energi gerak adalah energi yang dimiliki oleh benda yang sedang bergerak, energi gerak dimiliki oleh air dan angin.


H. HASIL PENGAMATAN
Dari hasil observasi, penulis membuat hopotesis bahwa, jika guru menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dengan siswa melakukan percobaan mengenai energi gerak dan siswa berperan aktif dalam pembelajaran maka pemahaman siswa tentang energi gerak akan meningkat.

I. PEMBAHASAN
Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah SD Negeri 1 Dunggala, Kabupaten Gorontalo. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena sekolah ini telah mengunakan model pembalajaran paikem.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SD Negeri 1 Dunggala, terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 12 siswa perenpuan.. Alasan peneliti memilih sampel kelas III yaitu karena pada saat observasi mereka melakukan praktikum sains dengan model konstruktivisme. Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini diperkirakan akan dilaksanakan pada 26 Mey 2010.

J. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Semester : III / 2 (dua)
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Materi : Energi Dan Sumber Energi

a. Standar Kompetensi : Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber energi.


b. Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan hasil pengamatan tentang pengaruh energi panas, gerak getaran dalam kehidupan sehari-hari. Indikator : mendeskripsikan keberadaan energi melalui pengaruh yang ditimbulkan berdasarkan pengamatan.
c. Tujuan Pembelajaran :
o Setelah melakukan percobaan, siswa dapat mengamati bahwa air bisa menggerakan suatu benda.
o Setelah melakukan percobaan, siswa dapat meningkatkan pemahaman tentang energi gerak.
o Siswa dapat memberikan contoh manfaat energi gerak dalam kehidupan sehari-hari.
d. Materi, Media dan Sumber Belajar
o Materi : Energi gerak
o Media : Lembar Kerja Siswa (LKS). KTSP SD/MI 2006, Buku Paket Pandai Belajar Sains untuk SD kelas III. Penulis Ade Yeti Nuryantini. Penerbit Regina tahun 2004 hal 88.
e. Metode Pembelajaran
o Ceramah
o Tanya jawab
o Diskusi
o Percobaan
f. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal (+10 menit)
o Mengkondisikan siswa kearah pembelajaran dengan : Berdoa sebelum belajar, Mengecek kehadiran siswa, Membangkitkan minat siswa untuk belajar.
o Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan “Pernahkah kalian pergi ke sungai?, “Apakah bergerak/mengalir air sungai itu?”
2. Kegiatan Inti (+ 60 menit)
o Siswa dibagi kedalam 5 kelompok (tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang).
o Seminggu sebelum dilaksanakan pembelajaran tiap kelompok ditugaskan untuk membawa alat dan bahan untuk membuat kincir angin sederhana.
o Guru mengkondisikan siswa supaya duduk berkelompok.
o Siswa menyimak penjelasan guru tentang tugas yang harus diselesaikan dalam kelompoknya.
o Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok.
o Masing-masing kelompok melakukan percobaan untuk membuktikan bahwa air dapat bergerak yaitu dengan membuat kincir air sederhana.
o Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan tugas yang terdapat dalam LKS.
o Siswa bersama guru membahas LKS yang telah didiskusikan dalam kelompok.
o Siswa bersama guru menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari mengenai manfaat energi gerak.
o Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan apa yang telah dipalajari bersama.
o Guru melakukan evaluasi.
3. Kegiatan Akhir (+10 menit )
o Guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah dipalajari.
o Melakukan tindak lanjut.
4. Evaluasi
o Prosedur Evaluasi : Proses dan post test
o Bentuk Evaluasi : Unjuk Kerja dan tes tertulis
o Alat Evaluasi : Format penilaian dan soal

Butiran soal :
1. Tuliskan bentuk-bentuk energi !
2. Jelaskan apa yang dimaksud energi gerak!
3. Tuliskan/contoh bentuk energi yang dapat digerakan oleh air!

Kunci Jawaban
1. Bentuk-bentuk energi antara lain : energi gerak, energi panas, energi cahaya, energi listrik, energi bunyi, dan energi kimia.
2. Energi gerak adalah energi yang dimiliki oleh banda yang sedang bergerak.
3. Energi yang dapat digerakan oleh air adalah air terjun dapat menggerakan kincir air.

Gorontalo, Mey 2010
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Kelas


Karsum T. Mopangga A.Ma.Pd Yusuf Thalib

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)



1. Salah satu kunci dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah adalah membuat perencanaan program peningkatan mutu sekolah.
Susunlah satu program peningkatan mutu sekolah masing- masing.

jawab
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka perencanaan program melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
a. Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
b. Melakukan evaluasi diri (self assesment) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil- hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
c. sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
d. Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb).
e. Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.
f. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa..

2. Buatlah Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan peran komite sekolah.

jawab
Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tsb. Beberapa kepala sekolah yang lebih berani, berada dalam tahap di mana mereka dan beberapa guru gurunya dapat mengembangkan inovasi mereka sendiri, sehingga menyebabkan guru dari sekolah lain beramai-ramai mengunjungi sekolah tsb dalam usaha mereka mencari gagasan gagasan baru. Kepala sekolah yang lebih progresif ini juga menggunakan berbagai strategi yang juga merupakan suatu inovasi untuk mendorong agar guru berinovasi, dan menularkan inovasi mereka ke guru lain di sekolah tsb. Selain menemukan dana yang terbatas sebagai kendala untuk meningkatkan praktik, beberapa kepala sekolah, dengan bijak menemukan kebutuhan mereka sendiri untuk melakukan peningkatan diri.
Banyak kepala sekolah telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh SBM untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat, dan menerapkan perubahan-perubahan. Mereka menyadari bahwa mereka harus lebih menjadi kolega dari pada atasan dari para guru dan bekerjasama lebih erat dengan para guru dan masyarakat dalam menangani permasalah-permasalah pendidikan.
Kerjasama penanganan masalah ini termasuk tugas pengelolaan penting, seperti: supervisi kelas untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan PAKEM, memimpin pertemuan informal dengan para guru, untuk menstimulasi, berdiskusi dan berbagi pengalaman mengenai inovasi, menghargai dan mendukung hasil kerja dari komite sekolah untuk sekolah
Beberapa perubahan kinerja kepala sekolah yang dilaporkan termasuk: (i) manajemen terbuka-menjadi transparan, akuntabel, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama sama dengan para guru dan masyarakat; (ii) menciptakan dan mengelola suasana belajar yang ramah dan positif di sekolah; (iii) terbuka dan mendukung inovasi.
Di lain pihak, kepala sekolah lebih enggan dalam hal-hal lain, seperti mendelegasikan tanggung jawab pelaksanaan program sekolah kepada yang lain, mengunjungi dan memonitor guru kelas, atau memimpin rapat formal dengan komite dan orang tua murid lebih sering dari kebiasaan selama ini, yakni sebulan sekali, atau satu semester sekali.
Para guru dan anggota komite melihat peran kepala sekolah dalam hubungan dengan peran mereka sendiri di dalam sekolah. Dalam hal ini, para guru menfokuskan kebutuhan mereka untuk dipenuhi oleh kepala sekolah untuk tugas kelas mereka. Sejalan dengan itu, anggota komite membuat daftar fungsi-fungsi itu sebagai bagian dari peran kepala sekolah dalam pertemuan komite, yakni: fasilitator, motivator, advisor, inisiator , mediator, dan partner.


3. Budaya Sangat berperan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, identifikasi budaya- budaya yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran tersebut.

Jawab.
Budaya sekolah adalah nilai- nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini.
a. Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah.
Pengembangan budaya sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.

b. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal.
Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.

c. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko.
Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.

d. Memiliki Strategi yang Jelas.
Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.

e. Berorientasi Kinerja.
Pengembangan budaya sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.

f. Sistem Evaluasi yang Jelas.
Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.


g. Memiliki Komitmen yang Kuat.
Komitmen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.

h. Keputusan Berdasarkan Konsensus.
Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus.

i. Sistem Imbalan yang Jelas.
Pengembangan budaya sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang.

j. Evaluasi Diri.
Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya sekolah.

Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya berpegang pada asas-asas berikut ini:
1. Kerjasama tim (team work).
Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan.
2. Kemampuan.
Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah..
3. Keinginan.
Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat.
4. Kegembiraan (happiness).
Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah.
5. Hormat (respect).
Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya.
6. Jujur (honesty).
Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain
7. Disiplin (discipline).
Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya.. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru dan staf.
8. Empati (empathy).
Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut.
9. Pengetahuan dan Kesopanan.
Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain.


4. Berdasarkan beberapa hasil temuan dari LSM bahwa efektifitas penggunaan dana BOS belum sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat, berikan tanggapan anda terntang hal tersebut dan bagaimana seharusnya pengelolaan BoS yang ideal.

Jawab
Menurut saya BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.Dalam peningkatan mutu pendidikan banyak program yang telah, sedang dan akan dilakukan. Program-program tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu program dalam rangka pemerataan dan perluasan akses, program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta program tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Meskipun tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.

Maka dengan ini program BOS yang terkait pendidikan nasional, setiap pengelola dana BOS harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan dasar.
b. Melalui BOS tidak boleh ada siswa miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar iuran/pungutan yang dilakukan oleh sekolah.
c. Kepala sekolah harus mengelola dana BOS secara transparan dan akuntabel.
d. BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua, atau walinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah.
e. Dalam program BOS, dana diterima oleh sekolah secara utuh, dan dikelola secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan dewan guru dan Komite Sekolah. Dengan demikian program BOS sangat mendukung implementasi penerapan MBS, yang secara umum bertujuan untuk memberdayakan sekolah melalui pembelajarn.



************************S E L E S A I************************
Email:dj_marghareta@yahoo.co.id
Web:http//skripritha.blogspot.com