SELAMAT DATANG DI BLOG MARGHARETA

SELAMAT DATANG DI BLOG MARGHARETA

Minggu, 21 Agustus 2011

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATERI MENGENAL PETA PROPINSI GORONTALO MELALUI PEMANFAATAN MEDIA GOOGLE EARTH PADA PEMBELAJARAN IPS DI KELAS I


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pembelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah dasar yang diajarkan mulai dari kelas I sampai kelas VI. IPS memuat tentang ilmu ilmu sosial yang pada hakekatnya menganjarkan anak didik agar memiliki rasa sosial tinggi dalam kehidupannya.
Melalui pembelajaran Ilmu sosial diharapkan siswa dapat mengetahui keragaman bangsanya, keragaman budayanya, sejarah bangsanya serta keadaan alamnya. Pembelajaran IPS dirancang untuk membimbing dan merefleksikan kemampuan siswa dalam kehidupan bermasyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang terus menerus. Hal ini merupakan tantangan yang sangat berat mengingat masyarakat secara global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu diperlukan suatu pengetahuan yang dapat menunjang pengembangan kreatifitas guru dalam mengajar.
Pengembangan kreatifitas dan kemampuan guru ditujukan untuk menghindari permasalahan yang muncul dari diri siswa selama mengikuti pembelajaran IPS, karena melalui pembelajaran IPS ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan dan sikap yang rasional tentang gejala- gejala sosial serta perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia, baik di masa lampau dan masa kini maupun masa yang akan datang. Dalam pembelajaran IPS guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan penuh antusias bagi siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran IPS yang menyenangkan guru harus didukung oleh alat belajar yang menarik minat belajar sehingga siswa tidak merasa bosan selama mengikuti pembelajaran, sebagaimana dikemukakan oleh Samlawi Fakih (1992) bahwa mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang membosankan, oleh karena itu diperlukan media yang dapat menarik minat siswa untuk belajar.
Menyinggung tentang media pembelajaran kita harus menggunakan media pembelajaran tersebut dengan benar dan tepat untuk menunjang proses belajar mengajar yang dilaksanakan, dalam hal ini media yang tepat dapat merangsang siswa untuk lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan.
Menurut Gagne (dalam Amidun Rasyad dan Darhim, 1996 – 1997:97) “media adalah jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar“.
Belajar bukan saja melulu penerapan teori semata dan pembelajaran di ruang kelas, tetapi lebih dari itu belajar merupakan cara yang kompleks untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebuah bangsa. Oleh sebab itu, ketepatan memilih media pembelajaran merupakan faktor pendukung dalam sukses tidaknya guru mendidik murid menjadi generasi yang dapat diandalkan dan dibanggakan kelak.
Oleh karena itu guru harus menggunakan media pembelajaran yang tidak saja membuat porses pembelajaran menjadi menarik, tetapi juga memberikan ruang bagi murid untuk berkreasi dan terlibat secara aktif sepanjang proses pembelajaran. Sehingga aspek kognitif ,afektif dan psikomotorik murid pun dapat berkembang maksimal secara bersamaan tanpa mengalami pendistorsian salah satunya. Kenyataan apa yang menjadi harapan dan tujuan di atas belum sepenuhnya terpenuhi. Namun usaha ke arah itu senantiasa dilakukan oleh seluruh elemen pendidikan
Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan media yang tepat dalam pembelajaran akan menarik minat belajar siswa terutama pada mata pelajaran IPS. Dengan media yang menarik materi pelajaran akan mudah diserap oleh siswa, karena dengan menggunakan media dapat mempermudah pemahaman belajar anak dalam pencapaian tujuan pengajaran.
Berdasarkan hasil observasi di SDN 30 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo,pembelajaran IPS belum sesuai diharapkan. Hal ini disebabkan oleh: 1).Kurangnya keterampilan guru dalam memilih media yang tepat dalam pembelajaran, 2).Kurangnya keterampilan guru untuk memanfaatkan media google earth. 3).Minat belajar siswa kurang atau belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu diperlukan alat atau media yang dapat menarik minat siswa.
Materi mengenal Peta adalah salah satu materi pada pelajaran IPS kelas IV semester II yang terdapat dalam KTSP, tetapi ternyata Guru dalam melaksanakan pembelajaran kebanyakan masih bersifat konvensional, artinya guru masih mendominasi jalannya pembelajaran dan belum memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal sehingga pembelajaran yang dilakukan cenderung kurang menarik siswa. Selain itu guru belum sepenuhnya memanfaatkan alat peraga dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Kebanyakan masih menggunakan alat peraga standar/ yang manual seperti menggunakan peta, atlas atau globe (media 2 dimensi). Untuk mengatasi hal itu perlu diadakan uji coba menggunakan media pembelajaran yang baru yaitu melalui google earth.
Media pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah media yang digunakan untuk menunjang proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran IPS terutama pada materi mengenal peta provinsi. Adapun media tersebut adalah media google earth.
Media google earth adalah media visual dari pada bentuk bumi yang ter up to date langsung dari internet. Dalam penggunaan media ini anak- anak perlu menguasai terlebih dahulu cara mengoperasikan komputer dan internet.
Harapan selanjutnya adalah ingin memperbaiki proses pembelajaran dengan memanfaatkan penggunaan alat peraga dan media baru yang up to date tanpa bermaksud mengesampingkan/ memandang sebelah mata media yang sudah ada. Diharapkan dengan menggunakan media baru Google Earth lebih mewarnai proses pembelajaran agar pembelajaran lebih bermakna, bergairah serta bernuansa PAKEM (Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Disisi lain siswa pun akhirnya akan lebih akrab dan lebih menguasai komputer dan internet, sehingga harapan kita pembelajaran berbasis IT dapat terwujud.
SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan adalah salah satu SD di Kota Gorontalo bahkan di Propinsi Gorontalo yang termasuk sekolah berstandar Internasional (SBI) dan didukung oleh fasilitas seperti perpustakaan, laboratorium, IPA/ Matematika serta Laboratorium komputer yang dilengkapi oleh jaringan internet. Namun kenyataan pemanfaatan laboratorium komputer belum optimal atau belum sesuai dengan apa yang diharapkan, karena penggunaannya terbatas pada pembelajaran komputer saja dan belum dijadikan sebagai media dalam pembelajaran yang lainnya seperti pada mata pelajaran IPS, hal ini disebabkan kurangnya kemampuan guru memilih media yang tepat serta kurangnya keterampilan guru dalam menggunakan media google earth, hal ini berpengaruh pada proses pembelajaran misalnya minat belajar siswa kurang, siswa merasa bosan/ tidak bergairah.
Berdasarkan uraian di atas maka saya untuk mengangkat permasalahan dengan judul ”Meningkatkan Minat Belajar Siswa dalam Materi Mengenal Peta Propinsi Melalui Pemanfaatan Media Google Earth pada Pembelajaran IPS di Kelas IV SDN No.30 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo”.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kurangnya keterampilan guru dalam memilih media yang tepat dalam pembelajaran
2. Guru belum memanfaatkan ataupun menggunakan media google earth
3. Minat belajar siswa kurang atau belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
4. Pemanfaatan Laboratorium Komputer dan internet belum optimal.

1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah penggunaan media google earth dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas IV khususnya materi Mengenal Peta Propinsi pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo.

1.4. Cara Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan minat belajar siswa terhadap penggunaan google earth, langkah- langkah yang dilakukan peneliti dalam memecahkan masalah ini yaitu:
1. Merencanakan topik pembelajaran sesuai materi yang akan di ajarkan.
2. Menyiapkan perangkat pembelajaran.
3. menyiapkan format penilaian/ pengamatan
4. mengecek keadaan fisik internet sebagai media pembelajaran
5. melaksanakan pembelajaran dengan pemanfaatan media google earth
6. melakukan observasi dan memberikan pemantapan

1.5. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo khususnya pada materi mengenal peta propinsi.

1.6. Manfaat Penelitian
a).Untuk Sekolah:untuk bahan masukan agar dapat mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi dalam memperbaiki dan meningkatkan kreatifitas pembelajaran IPS melalui media berbasis IT. b).Untuk Guru :sebagai bahan masukan untuk mendapatkan pengetahuan dan teori baru tentang upaya meningkatkan minat siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui pemanfaatan media Google Earth bagi siswa kelas IV SDN No.30 Kecamatan Kota Selatan, khususnya materi mengenal peta provinsi dan materi lain yang berkaitan dengan Letak wilayah Indonesia. c).Untuk Siswa:dapat meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor, serta keaktifan dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran.d).Bagi peneliti: Penelitian akan menambah pengalaman dan wawasan dalam menentukan cara yang dilakukan dalam kegiatan belajar IPS agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik.


BAB II
KAJAIN TEORITIS DAN
HIPOTESIS TINDAKAN

2.1. Hakikat Minat Belajar
2.1.1. Pengertian Minat
Minat adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dengan minat orang akan berusaha mencapai tujuannya. Oleh karena itu minat dikatakan sebagai salah satu aspek psikis manusia yang dapat mendorong untuk mencapai tujuan. Seseorang yang memiliki minat terhadap suatu obyek, cenderung untuk memperbaiki perhatian atau merasa senang yang lebih besar kepada obyek tersebut. Namun apabila obyek tersebut tidak menimbulkan rasa senang. Maka ia tidak akan memiliki minat pada obyek tersebut.
Menurut Hilgart (dalam Romlah: 22) minat adalah kecenderungan yang taat untuk memperhatikan dan mengenal beberapa kegiatan- kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang.
Purbakawaca (dalam Nurkancana: 182) mengembangkan minat adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif menerima sesuatu dari luar. Pengertian minat tersebut mengandung arti bahwa minat melibatkan unsur batin atau jiwa yang memiliki keinginan untuk melakukan aktivitas.
Dimiyati (1984: 22) menyebutkan minat adalah memuaskan kegiatan mental dan perhatian pada suatu obyek yang ada sangkut pautnya dengan keadaan individu. Manusia kan berbuat sesuatu apabila ia memenuhi minat terhadap kegiatan. Minat muncul apabila manusia menyukai sesuatu.
Crow and Crow berpendapat bahwa minat erat hubungannya dengan daya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda atau bisa juga sebagai pengalaman efektif yang dipengaruhi oleh kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain minat dapat menjadi sebab kegiatan dan sebab partisipasi dalam kegaiatan itu.
Selain itu Crow and Crow mengemukakan juga bahwa minat erat hubungannya dengan dorongan (drive), motif, dan reaksi emosional. Misalnya minat terhadap riset ilmiah, mekanika, atau mengajar bisa timbul dari tindakan atau dirangsang oleh keinginannya dalam memenuhi rasa ingin tahu seseorang terhadap kegiatan tersebut.
Selanjutnya Skinner juga berpendapat bahwa minat sebagai motif yang menunjukkan arah perhatian individu terhadap obyek yang menarik atau menyenangkannya, maka ia cenderung akan berusaha aktif dengan obyek tersebut.
Sementara itu Dailer dan Sumartono (1983:224) berpendapat bahawa minat adalah psikis yang berkaitan dengan obyek atau menstimulir perasaan senang yang ada pada setiap individu.
1. Minat akan tumbuh apabila seseorang menyenangi sesuatu, minat diawali dengan perasaan senang terhadap sesuatu.
2. Minat merupakan dorongan yang menyebabkan timbulnya perhatian seseorang dan pemusatan pikiran.
Minat pada dasarnya adalah tindakan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri (internal) dan diluar diri (eksternal). Semakin besar hubungan tersebut semakin besar pula minat yang timbul.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa minat adalah keinginan seseorang (individu) yang melibatkan unsur jiwa atau batin melakukan kegiatan (aktivitas) dengan senang serta penuh perhatian untuk mencapai tujuannya.
Selanjutnya Crow and Crow mengemukakan adapun yang menjadi tanda- tanda bahwa seseorang mencapai ke taraf ini antara lain adalah mau melakukan sesuatu atas prakarsa sendiri, melakukan sesuatu secara tekun, dengan ketelitian dan kedisiplinan yang tinggi. Melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinannya itu dimana saja, kapan saja, dan atas inisiatif sendiri.
Skinner mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi minat siswa maka seorang pendidik harus dapat mengubah proses belajar yang membosankan menjadi pengalaman belajar yang menggairahkan. Caranya antara lain sebagai berikut:
1. Materi yang dipelajari haruslah menjadi menarik dan menimbulkan suasana yang baru, Misalnya dalam bentuk permainan, diskusi atau pemberian tugas di luar sekolah sebagai variasi kegiatan belajar.
2. Materi pelajaran menjadi lebih menarik apabila siswa mengetahui tujuan dari pelajaran itu.
3. Media yang menarik sesuai dengan materi yang diajarkan.
Ada dua aspek yang dikandung oleh minat antara lain aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif mengandung pengertian bahwa minat selalu didahului oleh pengetahuan, pengetahuan, pemahaman dan konsep yang diperoleh dan dikembangkan dan pengalaman atau hasil interaksi dengan lingkungannya. Aspek afektif menunjukkan pada derajat emosional yang dinyatakan dalam bentuk proses menilai untuk menentukan kegiatan yang disenangi. Jadi, suatu aktivitas bila disertai dengan minat individu yang kuat, maka ia akan mencurahkan perhatiannya dengan baik terhadap aktivitas tersebut.
Aspek minat manusia dalam mengikuti pembelajaran IPS sangat kuat, maka akan merupakan dasar pula untuk menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif, yang dapat memenuhi keinginan siswa untuk belajar disertai perhatian yang besar. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Child (dalam Soekanto 1997:92) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perhatian siswa adalah minat. Stimulus yang sesuai dengan minatnya akan jelas lebih mudah menaruh perhatian.
Berdasarkan pendapat- pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat untuk mempelajari IPS merupakan faktor intern yang mendorong dan mempengaruhi tingkah laku seseorang untuk merasa tertarik dan menunjukkan perhatian terhadap proses pembelajaran IPS.

2.1.2. Pengertian Belajar
Banyak ahli yang telah mencoba merasakan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Seringkali tafsiran tersebut berbeda antara satu sama lain. Dalam uraian ini dikemukakan beberapa rumusan para ahli untuk melengkapi dan memperluas pandangan tentang belajar. Sardiman (2004:2) mengatakan belajar adalah usaha mengubah tingkah laku. Arthur J. Gates dalam Fudyartanto (2002:150) menjelaskan bahawa belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan, selanjutnya Hamalik (1994:36) belajar adalah modifikasi atau mempengaruhi kelakuan melalui pengalaman.
Menurut pengertian ini belajar adalah merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan saja mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perbaikan kelakuan.
R.S. Chauhan belajar adalah membawa perubahan- perubahan dalam tingkah laku organisme. Sementara Morgan dalam Ngalin Purwanto (1998:84) belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Witting dalam Muhibin Syah (1999:61), mengemukakan belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu orgasnisme sebagai pengalaman.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan keseluruhan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman.
Sejalan dengan perumusan di atas ada pula penafsiran lain tentang belajar yang mengatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya sebagaimana d alam teori konstruktivisme (Suceati 2005:33).

2.1.3. Pengertian Minat Belajar
Minat belajar siswa adalah model bagi siswa untuk melakukan aktivitas belajar dalam usaha mencapai perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksudkan adalah dari perilaku tidak tahu menjadi tahu dan dari perilaku tidak mengetahui menjadi perilaku mengetahui.
Minat pada umumnya sudah terdapat dalam diri seseorang. Akan tetapi biasanya minat juga dapat dipengaruhi oleh sesuatu yang berasal dari luar atau yang sering disebut motivasi atau dorongan. Jika minat yang terdapat dalam diri seseorang sudah cukup kuat, maka dorongan yang berasal dari luar relatif kurang diperlukan. Tetapi sebaliknya, jika seseorang kurang memiliki minat, maka diperlukan dorongan dari luar atau motivasi ekstrinsik yang relatif kuat.
Seseorang yang kehilangan minat dapat ditumbuhkan dengan memberikan rangsangan, baik yang bersifat hadiah maupun bimbingan yang dapat membangkitkan kesadaran akan kebutuhannya sendiri. Dalam kaitannya dengan pemberian motivasi inilah orang tua menduduki peranan yang sangat penting. Orang tua dapat meningkatkan atau menurunkan semangat atau minat belajar anak. Jika orang tua memberikan dorongan atau motivasi kepada anak, maka kemungkinan minat anak untuk belajar juga bertambah. Motivasi tersebut dapat berupa bimbingan belajar maupun pembinaan dan pengarahan atau bantuan moril agar anak menemukan jati dirinya, sehingga mereka akan melakukan aktivitas apa saja yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pribadinya.

2.1.4. Perlunya Minat Dalam Melakukan Aktivitas Belajar
Sering tidak disadari bahwa minat merupakan faktor yang penting dalam aktivitas belajar. Minat merupakan unsur pendorong yang kuat yang sering menjadi alasan seseorang mengapa ia melakukan sesuatu. Di dalam belajar, minat sangat diperlukan. Sebab jika di dalam aktivitas belajar seseorang didasari oleh adanya minat maka akan menimbulkan suasana batin yang sangat kondusif dalam belajar.
Belajar akan selalu didukung oleh suasana kegembiraan, keikhlasan, semangat, perhatian dan rasa nyaman tanpa merasa terbebani oleh adanya kesulitan yang harus dipahami dalam pelajaran. Pendek kata bahwa seseorang yang penuh minat belajar akan melakukan aktivitas belajar tanpa perasaan terpaksa, karena belajar menjadi suatu kebutuhan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Nurkancana (1986: 230) bahwa anak- anak tidak perlu mendapat dorongan dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minat. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Usman (2001: 27) bahwa minat seseorang mau melakukan apa saja yang diminatinya.
Hal tersebut lebih ditegaskan lagi oleh James (dalam Usman, 2001: 2001: 27) bahwa minat merupakan faktor yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa.

2.1.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar erhadap sesuatu. Menurut Robert (dalam Syah, 2005: 136) minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor- faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. Berdasarkan hal ini faktor- faktor yang mempengaruhi minat dapat diklasifikasikan, antara lain: 1) Kemampuan dasar siswa; 2) strategi pembelajaran, dan 3) lingkungan keluarga.
1) Kemampuan Dasar.
Thorndike (dalam Sagala, 2008: 37) menjelaskan bahwa belajar akan terjadi antara lain apabila siswa memiliki kematangan, kesiapan belajar dan motivasi berperanan penting dalam keberhasilan belajar. Kemampuan dasar yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana sikap siswa menyikapi minat belajar. Dalam belajar diperlukan adanya pemahaman atau insight. Hilgara (dalam Sagala, 2008: 50) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar dengan pemahaman yaitu kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Berbicara tentang kemampuan dasar juga tak lepas dari intelegensi siswa. Stern (dalam Djamarah, 2000: 57) mengemukakan intelegensi merupakan daya untuk menyesuaikan diri secara mudah dengan keadaan baru dengan menggunakan bahan- bahan pikiran yang ada menurut tujuannya. Seseorang dikatakan intelegen, apabila orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami suatu masalah. Ini berarti, seseorang yang sukar beradaptasi dan banyak mengalami masalah dikatakan tidak intelegen. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan kemampuan dasar yang dimiliki, siswa akan dengan mudah memiliki minat terhadap apa yang dipelajari.
2) Strategi Pembelajaran.
Kozna (dalam Uno, 2008: 1) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Disisi lain, Dick dan Carey (dalam Uno, 2008: 1) menguraikan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/ atau digunakan guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan- tahapan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi arau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Memperhatikan pengertian strategi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-ara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar, untuk menyampaikan materi pelajaran, sehingga akan memudahkan peserta didik termasuk dalam menimbulkan minat dalam menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
3) Lingkungan Keluarga.
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi siswa. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai- nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Maslow (dalam Jusuf, 2006: 37) mengemukakan keluarga merupakan lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan individu. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik- biologis maupun sosio- psikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self actualization). Minat merupakan aspek psikologisnya yang pembentukannya dimulai dari lingkungan keluarga. Untuk itu, diharapkan keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama banyak berperan dalam menimbulkan minat sebagai faktor yang menentukan dalam keberhasilan belajar.

2.1.6.Pentingnya Minat Belajar Dalam Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS yang memuat hal- hal pokok tentang kehidupan sosial, interaksi antara manusia dengan alam sekitar, memerlukan perhatian penuh dari siswa. Oleh karena itu dibutuhkan media yang tepat untuk menumbuhkan minat belajar siswa. Media yang tepat adalah media yang disesuaikan dengan materi pelajaran, harusnya media itu sendiri merupakan komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Dengan ditumbuhkannya minat dalam pembelajaran, membuat siswa lebih aktif dalam belajar, memiliki sikap kreatif, serta sikap terbuka, cepat tanggap akan gejala alam, sosial budaya dan lingkungan secara positif.\
Sardiman (1989: 76) menjelaskan bahwa minat belajar adalah merupakan faktor psikis yang non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk melakukan kegiatan belajar. Satu hal yang hendaknya perlu diingat guru dalam pembelajaran adalah bahwa guru jangan bersifat menunggu sampai siswa memilih minat dalam belajar. Guru hendaknya mampu membangun dan mengembangkan minat siswa untuk mempelajari apa yang akan diajarkan melalui tugas, prosedur pembelajaran, peranan siswa dalam melakukan kegiatan belajar, serta iklim dan organisasi kelas.
Pembelajaran IPS pada prinsipnya membentuk siswa untuk berpikir rasional dan asosiatif. Dengan berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu, dan untuk berpikir asosiatif siswa perlu dibekali oleh pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.

2.2. Hakekat Media Pembelajaran
2.2.1. Pengertian Media.
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai ‘perantara’ atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam batasan lain, media oleh AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) diartikan sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Fleming (1987:234) media sering diartikan sebagai alat yang turut campur tangan dalam mengatur hubungan antara kedua pihak (siswa dan isi bahan belajar). Sedangkan Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Jadi dapat diartikan secara umum bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran.
Media secara khusus diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima. Dikaitkan dengan pembelajaran, media dimaksud sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Media merupakan wahana penyuluh informasi belajar atau penyalur pesan berupa materi ajar oleh guru kepada siswa menjadi lebih dengan pembelajaran yang dilakukan. Media sengaja dilakukan dengan leluasa, akalanya kita harus membuat sendiri.
Menurut Rahadi Aristi ( 2004:7) “ Media umumnya adalah segala sesuatu yuang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Istilah media ini sangat popular dalam bidang komunikasi, proses belajar mengajara pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media dalam pembelajaran disebut sebagai media pembelajaran.
Untuk memberikan pembendaharaan Gariach dan Ely ( 1997: 17) membagi pengertian media dalam tiga hal pertama, media pengajaran meliputi orang, bahan atau kegiatan yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan keterampilan dan sikap. Kedua, bahwa media pengajaran hanya meliputi bahan, peralatan dan tehnik, ketiga arti media pengajaran lebih dikhususkan lagi, yaitu hanya Mencakup bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam suatu pengajaran.
Sementara itu, Martin R.Wong dan John D.Raulerson (dalam Al-Hakim 1983:17) menegaskan bahwa “ The Medium is we means or Hardware used to present stimulus information to the learner. (Media merupakan alat yang menghubungkan message pengetahuan, ketrampilan dan sikap terhadap peserta didik.)
Sedangkan menurut MC Luchan (Dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1992:7) “ Media adalah membawa pesan berasal dari suatu sumber kepada penerima pesanan“. Selanjutnya menurut Asosiasi Teknologi dan komunikasi pendidikan (dalam Arie 1986:6)” Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Dengan memperhatikan definisi dari media di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa peranan media pendidikan adalah alat yang digunakan untuk menjembatani tujuan pengajaran yang ingin dicapai melalui sesuatu yang dianggap bisa memudahkan siswa dalam penerima pelajaran.

2.2.2. Fungsi Media Dalam Pembelajaran
Media pendidikan yang disebut Audio Visual Encyclomedia of education Reseach ( Dalam Muhamad,1992: 27) memiliki fungsi dan nilai sebagai berikut:
1) Meletakkan dasar- dasar kongkrit untuk berpikir
2) Memperbesar perhatian jiwa
3) Membuat pelajaran lebih mantap
4) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menimbulkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para siswa.
5) Menumbuhkan pemikiran teratur dan kontinyu
6) Membantu tumbunhya pengertian membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
7) Sangat menarik minat siswa dalam belajar.

2.2.3. Manfaat Media dalam Pembelajaran
Manfaat media dalam pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiataaan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.
Tetapi secara khusus ada bebrerapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (Dalam Rahadi,2004: 13) mengidentiiifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Penyampaian materi pembelajaran dapat diperagakan.
Setiap guru mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda- beda terhadap suatu konsep materi pelajaran tertentu. Dengan bantuan media, penafsiran yang beragam itu dapat dihindari sehingga dapat disampaikan kepada siswa secara beragam, setiap siswa melihat atau mendengarkan uraian suatu materi pelajaran melalui media yang sama seperti yang diterima siswa yang lain.
2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna baik secara alami, maupun manipulasi, materi pelajaran yang dikemas melalui program media, akan lebih jelas, lengkap dan menarik siswa.
3) Proses pembelajaran lebih interaktif.
Jika dipilih dan dirancang secara baik meeedia dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif selam proses pembelajaran. tanpa media, seorang guru mungkin akan cenderung berbicara satu arah kepada siswa. Namun dengan media, guru dapat mengatur kelas sehingga bukan hanya guru sendiri yang aktif tetapi juga siswanya.
4) Efisiensi dalam Waktu dan Tenaga.
Keluhan yang selama ini kiita dengar Dari guru adalah selalu kekurangan waktu untuk mencapai target kurikulum. Seringkali guru menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan suatu materi pelajaran. Hal ini sebenarnya tidak harus terjadi jika guru dapat memanfatkan media secara maksimal. Misalnya, tanpa media seorang guru tentu saja akan menghabiskan waktunya untuk menjelaskan system peredaran darah manusia.
5) Meningkatkan kualitas hasil belajar.
Penggunaan media bukan hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien tetapi juyga membantu siswa menyerap materi belajar lebih mendalam dan utuh.
6) Media Memungkinkan.
Proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara lebih leluasa kapanpun dan dimanapun, tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru.
7) Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.
8) Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan produktif.
Dengan memanfaatkan media secara lebih baik, seorang guru tidak perlu menjelaskan seluruh materi pelajaran, karena bisa berbagi peran media. Dengan demikian guru akan lebih banyak memiliki waktu untuk memberi perhatian kepada aspek- aspek edukatif lainya, seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan memotivasi belajar.

2.2.4. Prosedur Penggunaan Media Pembelajaran
Telah diuraikan sebelumnya bahwa pembelajaran seharusnya dipilih secara sistematis, agar dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Ada tiga hal pokok dalam prosedur penggunaan media yang perlu diketahui yaitu sebagai berikut :
1) Persiapan
Langkah ini dilakukan sebelum menggunakan media. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan media dapat dipersiapkan dengan baik, yaitu buku pelajaran, buku petunjuk atau bahan penunjang lainya. Kemudian diikuti petunjuk didalamnya, siapkan pelajaran yang diperlukan untuk menggunakan media yang dimaksud, tetapkan apakah media tersebut digunakan secara individual atau kelompok, yakni bahwa semua peserta dapat melihat, mendengar pesan- pesan pengajaran yang baik.
2) Pelaksanaan
Satu hal yang perlu diperhatikan selama menggunakan media pengajaran yaitu, hindari kejadian-kejadian yang dapat mengganggu ketenangan,perhatian dan konsentrasi peserta.
3) Tindak lanjut
Kegiatan ini bertujuan untuk memantapkan pemahaman peserta didik terhadap pokok- pokok materi atau pesan pengajaran yang hendak disampaikan melalui media tersebut, selanjutnya pada beberapa media dilengkapi dengan evaluasi maka langkah ini dimaksud pula untuk melihat tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan, karena tindak lanjut ini ditandai dengan kegiatan diskusi, tes, percobaan, observasi, latihan, remediasi dan pengayaan.
Dengan media, kesulitan tersebut bisa diatasi dengan cara: Memberikan perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, pemanfaatan media pengajaran bisa meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran. Mengapa media mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan gairah siswa dalam kegiatan pembelajaran? Nana (2007), mengemukakan media dapat meningkatkan gairah belajar siswa
1) Kegiatan pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan minat siswa
2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas dan bermakna sehingga lebih mudah dipahami siswa dan memungkinkan siswa untuk menguasai tujuan pembelajaran yang lebih baik
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, bukan hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata- kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kecakepan dalam mengajar.
4) Siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
5) Taraf berfikir siswa akan meningkat sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yang dimulai dari berfikir kongkret menuju ke abstrak, di mulai dari taraf berfikir sederhana menuju berfikir kompleks. Misalnya penggunaan peta dan globe dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada dasarnya merupakan penyederhaan dan pengkongkretan dari konsep geografi, sehingga bumi ini dapat dipelajari dengan wujud yang jelas.
Selanjutnya Nan mengemukakan bahwa beberapa hasil penelitian juga menyimpulkan penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran. Hasil penelitian tersebut menyarankan pentingnya penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.


2.2.5. Karakteristik Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki jenis- jenis dan beraneka macamnya. Untuk mengefektifkan pemanfaatan media, perlu diusahakan klasifikasi dan pengelompokan berdasarkan maksud dan tujuannya.
Karakteristik juga dapat dilihat dari kemampuan membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan maupun penciuman. Karakteristik media, menurut Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media sesuai dengan situasi belajar tertentu. Karakteristik atau ciri- ciri media pembelajaran merupakan salah satu dasar dalam menentukan strategi pembelajaran.

2.2.6. Jenis- Jenis Media Pembelajaran
Pengelompokan berbagai jenis media dilihat dari segi perkembangan teknologi, menurut Seels & Glasgow (1990) dibagi ke dalam dua kategori, yaitu media tradisional dan media teknologi mutakhir.
1. Media Tradisional
1) Visual diam yang diprayeksikan : proyeksi opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides dan film strips
2) Visual yang tak diproyeksikan : gambar, poster, foto, chart, grafik, diagram dan pameran, papan info, papan tempel
3) Audio: rekaman piringan, pita kaset
4) Penyajian multimedia : slide plus suara, multi image
5) Visual dinamis yang diproyeksikan : film, televisi, video
6) Cetak: buku teks, modul, teks terprogram, workbook, majalah ilmiah dan handout
7) Permainan: teka-teki, simulasi, permainan papan
8) Realita: model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka)

2. Media teknologi Mutakhir
1) Media berbasis telekomunikasi: telekonferen, kuliah jarak jauh
2) Media berbasis mikroprosesor: computer assisted instruction, permainan komputer, sistem tutor intelijen, interaktif, hypermedia dan compact (video) disc.
2.2.7. Kriteria- Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pengembangan media harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan sifat khasnya (karakteristik) media yang bersangkutan. Pemilihan media sebaiknya tidak lepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan.
Menurut Dick dan Carey (1978) ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam memilih dan menentukan media pembelajaran, yaitu:
1) Ketersediaan sumber setempat, artinya bila media tidak terdapat pada sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri.
2) Ketersediaan dana untuk membeli atau memproduksi sendiri, artinya apabila membeli atau memproduksi sendiri, apakah ada dana, tenaga dan fasilitasnya?.
3) Keluwesan dan kepraktisan serta ketahanan media, artinya media bisa digunakan dimanapun, dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan.
4) Efektifitas biaya dalam jangkauan waktu. Ada jenis media yang biaya produksinya mahal, namun pemanfaatannya stabil dalam jangka panjang. Misalnya film bingkai, transparan OHP, media ini lebih tahan lama dalam pemakainannya, bila dibanding brosur yang setiap kali sering merubah materi sehingga biaya pembuatannya lebih mahal.
Selain itu, pertimbangan dalam pemilihan media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan kriteria- kriteria sebagai berikut: (Nana, 2009:4)
1) Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran.
2) Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran
3) Kemudahan dalam memperoleh media
4) Keterampilan guru dalam menggunakannya
5) Tersedia waktu untuk menggunakannya
6) Sesuai dengan taraf berfikir siswa.
Dengan kriteria di atas, guru dapat dengan mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas- tugasnya sebagai pengajar. Pada dasarnya kehadiran media bermaksud untuk mempermudah tugas guru, bukan sebaliknya, karena apabila dipaksakan justru mempersulit tugas guru dalam menyampaikan pesan pada proses pembelajaran.

2.2.8. Pengembangan Media Pembelajaran
Dalam merencanakan pengembangan media pembelajaran, seorang guru perlu memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
1) Analisis kebutuhan dan karaktersitik siswa adalah kesenjangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang kita inginkan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa sekarang
2) Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran akan memberi arah dan pedoman serta tindakan dalam melakukan aktifitas proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus terencana dengan jelas sehingga bisa menjadi panduan aktifitas dalam mencapainya. Untuk dapat mengembangkan materi pelajaran yang mendukung pencapaian tujuan maka tujuan yang telah dirumuskan harus di analisis lebih lanjut.
3) Materi pembelajaran yang akan disampaikan harus dikembangkan dari tujuan pembelajaran yang telah di analisis sesuai dengan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran perlu direncanakan alat pengukur keberhasilan yang telah direncanakan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
4) Alat pengukur keberhasilan belajar siswa perlu dirancang secara seksama dengan validitas yang telah teruji dan meliputi kemampuan yang komprehensif.

2.3. Google earth
2.3.1. Pengertian Gogle Earth
Google Earth merupakan sebuah program globe virtual yang sebenarnya disebut Earth Viewer dan dibuat oleh Keyhole, Inc (dalam hengky Alexander.2009). Program ini memetakan bumi dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D. Tersedia dalam tiga lisensi berbeda: Google Earth, sebuah versi gratis dengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus ($20), yang memiliki fitur tambahan; dan Google Earth Pro ($400 per tahun), yang digunakan untuk penggunaan komersial. Produk ini, kemudian diganti namanya menjadi Google Earth tahun 2005, dan sekarang tersedia untuk komputer pribadi yang menjalankan Microsoft Windows 2000, XP, atau Vista, Mac OS X 10.3.9 dan ke atas, Linux (diluncurkan tanggal 12 Juni 2006) dan FreeBSD. Dengan tambahan untuk peluncuran sebuah klien berbasis update Keyhole, Google juga menambah pemetaan dari basis datanya ke perangkat lunak pemetaan berbasis web. Peluncuran Google Earth menyebabkan sebuah peningkatan lebih pada cakupan media mengenai globe virtual antara tahun 2005 dan 2006, menarik perhatian publik mengenai teknologi dan aplikasi geospasial.
Globa virtual memperlihatkan rumah, warna mobil, dan bahkan bayangan orang dan rambu jalan. Resolusi yang tersedia tergantung pada tempat yang dituju, tetapi kebanyakan daerah (kecuali beberapa pulau) dicakup dalam resolusi 15 meter. Las Vegas, Nevada dan Cambridge, Massachusetts memiliki resolusi tertinggi, pada ketinggian 15 cm (6 inci). Google Earth membolehkan pengguna mencari alamat (untuk beberapa negara), memasukkan koordinat, atau menggunakan mouse untuk mencari lokasi.
Banyak orang yang menggunakan aplikasi ini menambah datanya sendiri dan menjadikan mereka tersedia melalui sumber yang berbeda, seperti blog. Google Earth mampu menunjukkan semua gambar permukaan Bumi. dan juga merupakan sebuah klien Web Map Service. Google Earth mendukung pengelolaan data Geospasial tiga dimensi melalui Keyhole Markup Language (KML).
Google Earth memiliki kemampuan untuk memperlihatkan bangunan dan struktur (seperti jembatan) 3D, yang meliputi buatan pengguna yang menggunakan SketchUp, sebuah program pemodelan 3D. Google Earth versi lama (sebelum Versi 4), bangunan 3D terbatas pada beberapa kota, dan memiliki pemunculan yang buruk tanpa tekstur apapun. Banyak bangunan dan struktur di seluruh dunia memiliki detil 3D-nya; seperti di negara Amerika Serikat, Britania Raya, Irlandia, India, Jepang, Jerman, Kanada, Pakistan dan kota Amsterdam dan Alexandria. Bulan Agustus 2007, Hamburg menjadi kota pertama yang seluruhnya ditampilkan dalam bentuk 3D. Pemunculan tiga dimensi itu tersedia untuk beberapa bangunan dan struktur di seluruh dunia melalui Gudang 3D Google dan situs web lainnya.

2.3.2. Keunggulan dan Kekurangan Media Google Earth
Dalam Rachmad Widodo 2010, google earth terdapat keunggulan dan kekurangan yakni sebagai berikut:
1) Keunggulan
Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media google earth bagi pendidikan. Bahkan sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum.
Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui google earth. Siswa dapat melihat secara detail letak bumi mulai dari selatan sampai utara, dan dari timur ke barat. Siswa juga dapat dengan mudah melihat letak wilayah, benua, samudra dan lain- lain.
2) Kekurangan
Adapun yang menjadi kekurangan dalam penggunaan media google earth ini adalah, belum adanya jaringan internet, biasanya media google earth hanya ada pada sekolah- sekolah yang memiliki laboratorium komputer. Media google earth penyediaanya terbatas di sekolah.

2.3.3. Cara Penggunaan Media Gogle Earth
Agus Wandi dalam situsnya mengatakan bahwa kita menggunakan Google Earth versi terbaru paling tidak versi 4 yang langkah- langkahnya sebagai berikut
1. Buka Google Earth dan cari lokasi peta yang akan di overlay dalam contoh ini ketik “Gorontalo” kemudian perbesar area tersebut.
2. Klik tombol “Add Image Overlay”. Kemudian akan ditampilkan kotak dialog Image Overlay
3. Beri nama image overlay dengan nama “Gorontalo” kemudian klik tombol Browser. Arahkan kemana lokasi file image kemudian kita simpan di komputer kita.
4. Langkah selanjutnya adalah melakukan georeference pada file image yang kita gunakan Klik location kemudian gunakan dari Drag Marker disekitar gambar dengan memasukan secara manual koordinat untuk Utara, Selatan, Timur dan Barat. Untuk itu kita harus mengetahui koordinat boundary untuk setiap gambar yang di import ke Google Earth sehingga akan didapatkan gambar georeference yang benar.
5. Pada Kotak dialog diatas kita melihat ada beberapa item tab seperti View, Altitude, dan Refresh. Sebagai gambaran akan dijelaskan disini bahwa Refresh tab digunakan untuk menentukan overlay gambar secara otomatis berdasarkan tampilan gambar terakhir. Tools ini digunakan untuk gambar yang dilakukan updating secara frekuentitatif. Tab altitude digunakan untuk menampilkan gambar sebagai jarak diatas sebuah permukaan untuk situasi dimana kita menginginkan sebuah gambar tampil di permukaan. Tap View digunakna untuk menentukan property kamera untuk mendapatkan tampilan 3D.
6. Sekarang kita telah menentukan posisi gambar yang dimiliki dan akan mendapatkan tampilan pada Google Earth.
7. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengubah tampilan. Pertama kita bisa menentukan nilai transparansi dari image yang digunakan sehingga kita dapat melihat dengan jelas underlying antara terrain dengan data vector. Image yang digunakan sekarang sudah di set transparan. Kita harus sering mencoba tombol setting transparansinya sampai kita menemukan setingan tampilan yang terbaik. Sebagai catatan disaat kita menggerakkan tombol setting transparannya maka underlaying terrain menjadi visible.
8. Akhirnya coba tampilanya untuk mendapatkan orientasi tampilan yang lebih baik. Gunakan Tools Navigasi yang diberikan oleh Google Earth untuk mendapatkan tampilan yang lebih baik.

2.4. Hipotesis Tindakan
Yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “jika dalam pembelajaran IPS khususnya materi mengenal peta propinsi diajarkan dengan menggunakan media google earth maka minat belajar siswa kelas VI SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan akan meningkat”.

2.5. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan ini adalah: Jika aktivitas belajar mencapai 65% dan minat belajar siswa yang dikenai tindakan memperoleh daya serap 75% keatas selama proses pembelajaran.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Latar dan Karakteristik Subyek Penelitian
3.1.1 Latar Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini di laksanakan di SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Lokasi SDN No. 30 ini terletak di Kecamatan Kota selatan Kota Gorontalo. Sekolah ini berdiri pada tahun 1961, sekolah ini pula mempunyai 22 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruangan dewan guru, 1 perpustakaan, 1 ruang laboratorium bahasa, 1 ruangan laboratorium komputer,1 laboratorium IPA dan ruang UKS serta 1 fasilitas perumahan untuk kepala sekolah. SDN ini berbentuk huruf U yang di sebelah utara terdapat gedung bertingkat. Sekolah ini dibangun pada lahan seluas 6.520 M² yang difasilitasi dengan lapangan voly, lapangan bulu tangkis, lapangan basket, lapangan takraw dan aula, kononnya dahulu sekolah ini terdiri dari dua sekolah yang digabungkan menjadi satu. Banyaknya guru yang ada di sekolah ini berjumlah 40 orang yang terdiri dari PNS 35 orang, sedangkan guru honor dan tenaga administrasi berjumlah 5 orang. Dengan tenaga pendidik yang profesional dan fasilitas sekolah yang memadai, sekolah ini adalah salah satu sekolah di Kota gorontalo bahkan di Propinsi Gorontalo yang termasuk Sekolah Berstandar Internasional ( SBI ). Adapun keadaan guru, dan tenaga administarasi SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Gorontalo dapat dilihat dalam tabel berikut ini:


3.1.2. Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada SDN No.30 Kecamatan Kota selatan yang terletak jumlah siswa SDN No. 30 adalah 610 orang, laki- laki berjumlah 307 orang sisiwa sedangkan perempuan 306 orang siswa. Sedangkan yang menjadi subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI berjumlah 24 yang terdiri dari 12 siswa laki- laki dan 12 siswa perempuan dengan kemampuan belajar yang bervariasi dan latar belakang ekonomi yang beragam pula. Adapun keadaan siswa SDN No. 30 Kota Selatan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Keadaan Siswa SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan
NO KELAS L P JUMLAH
1 I ˡ 16 12 28
2 I ² 14 11 25
3 I ³ 12 13 25
4 I 4 15 11 26
5 II ˡ 18 17 35
6 II ² 15 17 32
7 II ³ 17 16 33
8 III ˡ 12 15 27
9 III ² 15 11 26
10 III ³ 11 14 25
11 III 4 14 11 25
12 IV ˡ 12 12 24
13 IV ² 10 16 26
14 IV ³ 12 13 25
15 IV 4 13 12 25
16 V ˡ 15 11 26
17 V ² 13 13 26
18 V ³ 11 14 25
19 V 4 12 13 25
20 VI ˡ 16 17 33
21 VI ² 14 21 35
22 VI ³ 17 17 34
JUMLAH 307 306 610
Sumber data SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Gorontalo tahun 2011
-


3.2. Prosedur Penelitian
Dalam pelaksanaannya penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran IPS. Adapun langkah- langkah yang dilakukan untuk tiap siklus pembelajaran dalam prosedur penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

3.2.1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini pneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:
a) Mendiskusikan dengan guru mata pelajaran IPS tentang permasalahan pembelajaran dan tindakan yang direncanakan, serta meminta kesediaan guru mata pelajaran IPS untuk menjadi mitra dalam pelaksanaan tindakan.
b) Menyusun perangkat pembelajaran berupa rencana pembelajaran yang disetting sebagai PTK, bahan pengajaran yang akan diberikan, menyiapkan media pembelajaran pendukung, bahan tugas untuk siswa, kisi- kisi soal, alat evaluasi serta menyusun alat evaluasi bersama guru mitra.
c) Menyusun lembar kerja sisiwa bersama guru.
d) Menyusun lembar observasi aktivitas siswa dan guru bersama guru mitra.

b. Tahap Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran IPS. Adapun kegiatannya sebagai berikut:

Pertemuan pertama
Dalam pertemuan ini membahas materi tentang mengenal peta dengan urutan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa “apakah telah mengenal internet” sebagai prasayarat untuk dapat mengikuti pembehasan materi mengenal peta melalui media google earth,
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan melakukan demonstrasi mengenal peta melalui media google earth.
3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
4. Guru memberikan penjelasan mengenai cara penggunaan media google earth
5. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja siswa yang dapat dikerjakan secara individu.
6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti.
7. Setelah cukup diberi waktu 30 menit guru bersama siswa membahas soal latihan dengan cara menunjuk siswa untuk memaparkan di depan kelas, dengan bimbingan guru siswa lain mencocokkan hasil kerjanya.
8. Selesai membahas latihan- latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal- soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa.
9. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman.
10. Guru memberikan PR kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya.


Pertemuan kedua
Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan ini adalah sebagai berikut:
1. Guru membahas PR dan menerangkan soal yang dianggap sulit oleh siswa
2. Guru memberikan soal test pada siklus I dengan waktu 50 menit.
3. Guru mengoreksi hasil kerja siswa dan mempersentasikan hasil tes siklus I

c.Tahap Pengamatan (observasi)
Mengingat dalam penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru, maka pada tahap pengamatan (observasi) aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dipantau oleh peneliti dan dibantu oleh salah seorang pengamat dengan menggunakan pedoman lembar observasi aktivitas siswa.

d.Tahap Refleksi
Pada tahap ini data- data yang diperoleh dari siklus I dikumpukan untuk dianalisis dan selanjutnya diadakan refleksi terhadap hasil analisis yang diperoleh, sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar dan minat belajar siswa sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
Aktivitas dan minat belajar inilah yang nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan siklus berikutnya.

3.2.2. Siklus II
a.Tahap perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I baik yang berkaitan dengan sisiwa, guru ataupun perangkat, maka diadakan perencanaan ulang meliputi:
1. Pendekatan, strategi, metode dan media pembelajaran
2. Menciptakan suasana belajar yang lebih melibatkan keaktivan siswa
3. Menyusun struktur pembelajaran yang lebih efektif dan efisien
4. Pengelolaan kelas
Perencanaan yang lainnya sama sebagaimana pada perencanaan siklus pertama.

b.Tahap Tindakan
Pertemuan ketiga
Dalam pertemuan ini membahas materi mengenal simbol- simbol pada peta dengan urutan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa “apa yang dilihat jika melihat sebuah atlas” sebagai prasarat untuk dapat mengikuti pembahasan materi mengenal simbol- simbol pada peta.
2. Guru melaksanakan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
3. Guru menjelaskan mengenai simbol- simbol pada peta, dan serta tujuan simbol- simbol dalam membaca peta.
4. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja siswa yang dapat dikerjakan secara individu.
5. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti.
6. Setelah cukup diberi waktu 30 menit guru bersama siswa membahas soal latihan dengan cara menunjuk siswa untuk memaparkan di depan kelas, dengan bimbingan guru siswa lain mencocokkan hasil kerjanya.
7. Selesai membahas latihan- latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal- soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa.
8. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman.
9. Guru memberikan PR kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya.

Pertemuan keempat
Dalam pertemuan ini membahas materi mengenai simbol- simbol pada peta dengan urutan kegiatan sebagai berikut:
1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa” apakah siswa masih mengingat simbol- simbol pada peta” sebagai prasarat untuk melanjutkan materi minggu lalu.
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menunjukkan simbol- simbol yang ada pada peta google earth.
3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran
4. Menggunakan media google earth guru memberikan penjelasan mengenai simbol- simbol seperti simbol danau, jalan, sungai, laut, gunung, dll
5. Guru memberikan soal latihan siklus II berupa lembar kerja siswa yang dikerjakan secara individu.
6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti.
7. setelah cukup diberi waktu 30 menit guru bersama siswa membahas soal latihan dengan cara menunjuk siswa untuk memaparkan di depan kelas, dengan bimbingan guru siswa lain mencocokkan hasil kerjanya.
8. Selesai membahas latihan- latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal- soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa.
9. Guru mengoreksi hasil kerja siswa dan mempersentasikan hasil tes siklus II
10. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman.
11. Guru memberikan motivasi kepada siwa untuk mengulangi pelanjelasan mengenai materi mengenal peta dengan menggunakan google earth di rumah.

c.Tahap Pengamatan (observasi)
Observasi dilakukan sebagaimana pada siklus I, yaitu pada tahap pengamatan (observasi), aktivitas siswa selama proses pembelajaran dipantau langsung oleh peneliti dan dibantu oleh salah seorang pengamat dengan menggunakan pedoman lembar observasi aktivitas siswa.

d.Tahap refleksi
Peneliti menganalisis semua tindakan kelas pada siklus II, sebagaimana yang dilakukan pada siklus I. selanjutnya peneliti melakukan refleksi. Apakah dengan media yang digunakan dalam penelitian ini akan meningkatkan minat belajar siswa.

3.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:
1. Data tentang aktivitas belajar siswa diperoleh melalui pengamatan langsung kepada setiap siswa dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilakukan terhadap indikator- indikator yang meliputi ketelitian, sikap kritis, ketekunan, kreativitas, pemusatan perhatian, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengerjakan lembar kerja siswa dan membuat rangkuman.
2. Data tentang minat belajar siswa diperoleh melalui proses belajar dan keaktifan siswa.
3. Data tentang proses pembelajaran diperoleh melalui lembar observasi yang berisi aspek- aspek proses pembelajaran.

3.4. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu membandingkan minat belajar sebelum tindakan dengan sesudah tindakan.

1. Data tentang aktivitas belajar siswa
Data tentang aktivitas belajar siswa dengan menggunakan media gogle earth dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan:

% aktivitas belajar siswa = skor total yang diperoleh x 100 %
Skor Maksimum

2. Data tentang minat belajar siswa
Data tentang minat belajar siswa dengan menggunakan media google earth dianalisis dengan menggunakan persamaan:

% aspek minat belajar siswa = Jumlah skor yang diperoleh x 100%
Jlh skor maksimum

3. Data tentang indikator belajar siswa
Data tentang indikator belajar siswa dengan menggunakan media google earth dianalisis dengan menggunakan persamaan:

% indikator belajar siswa= Jumlah skor yang diperoleh x 100%
Jlh skor maksimum

4. Data tentang hasil belajar siswa
Data tentang hasil belajar siswa dengan menggunakan media google earth dianalisis dengan menggunakan persamaan:

% indikator belajar siswa= Jumlah skor yang diperoleh x 100%
Jlh Siswa (24)

Dalam menentukan kriteria aspek- aspek tahapan penilaian belajar siswa digunakan pedoman sebagai berikut:
80% - 100% = SB
70% - 79% = B
60% - 69% = C
0% - 59% = K


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo dengan jumlah siswa 24 orang orang, yang terdiri dari 12 orang siswa laki- laki dan 12 orang siswa perempuan. Peneliti berkolaborasi dengan salah satu dosen pembimbing melaksanakan penelitian di kelas ini dengan menjadikan guru pamong serta kepala sekolah sebagai mitra kerja.
Menurut pengamatan peneliti secara fisik dan intelegensi bahwa siswa kelas IV memiliki kecakapan yang hampir sama atau rata- rata. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas dan minat belajar siswa kelas IV mengenai materi mengenal peta di saat melaksanakan observasi awal yang menjadi landasan peneliti dalam melakukan tindakan.

4.1.1. Observasi Awal
Dari observasi awal yang peneliti lakukan ternyata banyak didapati masalah-masalah serta kelemahan- kelemahan siswa, sehingga siswa tidak tertarik dengan mata pelajaran IPS khususnya tentang materi mengenal peta. Hal ini disebabkan oleh:1). Kurangnya keterampilan guru dalam memilih media yang tepat dalam pembelajaran, 2). Guru belum memanfaatkan/menggunakan media google earth. 3). Minat belajar siswa kurang atau belum sesuai dengan apa yang diharapkan. dan masalah yang paling menonjol yaitu dalam melaksanakan pembelajaran kebanyakan masih bersifat konvensional, artinya guru masih mendominasi jalannya pembelajaran dan belum memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal sehingga pembelajaran yang dilakukan cenderung kurang menarik bagi siswa. Selain itu guru belum sepenuhnya memanfaatkan alat peraga dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Kebanyakan masih menggunakan alat peraga standart/ yang manual seperti menggunakan peta, atlas atau globe (media 2 dimensi). Untuk mengatasi hal itu perlu diadakan uji coba menggunakan media pembelajaran yang baru yaitu melalui google earth.
Melihat kondisi tersebut peneliti berkolaborasi dengan guru pamong hendak memperbaiki minat belajar siswa ini dengan mempehatikan hal- hal yang harus dibenahi seperti alat atau media yang dapat menarik minat siswa dengan memanfaatkan media google earth dalam proses pembelajaran.

4.1.2. Tindakan Siklus I.
Setelah dilakukan observasi awal dan diketahui minat belajar siswa, maka langkah yang selanjutnya adalah dilakukannya tindakan siklus I yang terdiri dari empat tahap. Tahapan- tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini peneliti terlebih dahulu mendiskusikan dengan guru mata pelajaran IPS tentang permasalahan pembelajaran dan tindakan yang direncanakan, menyusun perangkat pembelajaran berupa rencana pembelajaran yang disetting sebagai PTK, bahan pengajaran yang akan diberikan, menyiapkan media pembelajaran pendukung, bahan tugas untuk siswa, kisi- kisi soal, alat evaluasi serta menyusun alat evaluasi bersama guru mitra, menyusun lembar kerja sisiwa bersama guru, menyusun lembar observasi aktivitas siswa dan guru bersama guru mitra.
Dari hasil kesepakatan peneliti bersama kolaborator untuk memanfaatkan media google earth sebagai media yang akan digunakan, pelaksanaan siklus I ini diadakan dua kali pertemuan. Hal ini bertujuan untuk melihat aktivitas siswa dalam meningkatkan minat belajar IPS terutama dalam materi mengenal peta. Mengingat betapa kompleksnya materi pengenalan peta jika menggunakan media google earth yang dapat dilihat secara nyata, baik dari wilayah- wilayahnya, simbol- simbolnya, lautannya, pulau- pulaunya dan gunung serta wilayah- wilayahnya yang dari yang terbesar sampai wilayah terkecil.

b. Tahap Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran IPS. Adapun kegiatannya sebagai berikut:
Pertemuan Pertama
Dalam pertemuan ini membahas materi tentang mengenal peta dengan urutan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa “apakah telah mengenal internet” sebagai prasayarat untuk dapat mengikuti pembehasan materi mengenal peta melalui media google earth,
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan melakukan demonstrasi mengenal peta melalui media google earth.
3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
4. Guru memberikan penjelasan mengenai cara penggunaan media google earth.
5. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja siswa yang dapat dikerjakans secara individu.
6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti.
7. Setelah cukup diberi waktu 30 menit guru bersama siswa membahas soal latihan dengan cara menunjuk siswa untuk memaparkan di depan kelas, dengan bimbingan guru siswa lain mencocokkan hasil kerjanya.
8. Selesai membahas latihan- latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal- soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa.
9. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman.
10. Guru memberikan PR kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan kedua
Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan ini adalah sebagai berikut:
1. Guru membahas PR dan menerangkan soal yang dianggap sulit oleh siswa
2. Guru memberikan soal test pada siklus I dengan waktu 10 menit.
3. Guru mengoreksi hasil kerja siswa dan mempersentasikan hasil tes siklus I.

c. Tahap Pengamatan (observasi)
Mengingat dalam penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru, maka pada tahap pengamatan (observasi) aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dipantau oleh peneliti dan dibantu oleh salah seorang pengamat dengan menggunakan pedoman lembar observasi aktivitas siswa.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS mengenai materi mengenal peta menggunakan media google earth pada siklus I masih kurang, hal ini terlihat dalam beberapa aspek penilaian aktivitas belajar siswa yakni kedisiplinan, keseriusan, adanya interaksi siswa dengan media yang digunakan, keaktifan siswa, motivasi siswa dan siswa senang menerima pelajaran serta siswa merasa terbimbing dalam kegiatan belajar mengajar. Adapun hasil aktivitas belajar siswa pada siklus I dapat dilihat dalam tabel pada lampiran1.
Dari tabel aktivitas belajar siswa pada siklus I dapat dilihat bahwa aspek penilaian pada siswa yang meliputi siswa disiplin terdapat 18 orang mendapat nilai 2, dan 2 orang siswa mendapat nilai 1 sedangkan nilai 3 terdapat 3 orang siswa, siswa serius menerima pelajaran terdapat 20 orang siswa yg mendapat nilai 2, yang mendapat nilai 1 dan 3 berjumlah 4 orang, interaksi positif terdapat 19 orang yang mendapat nilai 2, sedangkan yang mendapat nilai 1 dan 3 berjumlah 4 orang, siswa aktif terdapat 20 siswa mendapat nilai 2 dan 4 orang siswa mendapat nilai 1 dan 3, siswa termotivasi terdapat 19 orang siswa yang mendapat nilai 2 sedangkan nilai 1 berjumlah 3 orang dan 3 hanya 1 orang saja, siswa senang menerima pelajaran terdapa 12 orang siswa mendapat nilai 2 sedangkan nilai 1 sebanyak 1 orang dan 3 sebanyak 3 orang, dan siswa merasa terbimbing terdapat 21 orang siswa yang mendapat nilai 2 sedangkan nilai 1 hanya 1 orang dan 3 terdapat 3 orang. Dari secara keseluruhan belum terlihat adanya perubahan dari kondisi awal atau belum ada peningkatan.
Dari tabel minat belajar siswa pada siklus I yang ada pada lampiran 2 di kemukakan bahwa aspek penilaian siswa yang meliputi ketelitian tenyata ada 19 orang siswa yeng mendapatkan nilai 2, yang mendapat nilai 1 berjumlah 2 orang, sedang yang mendapat nilai 3 ada 3 orang. Dari aspek ketekunan terdapat 20 orang yang mendapatkan nilai 2, sedangkan nilai 1 dan 3 terdapat 4 orang. Dari aspek sikap kritis terdapat 19 orang yang mendapat nilai 2, yang mendapat nilai 1 berjumlah 2 orang sedangkan nilai 3 berjumlah 2 orang. Dari aspek kreativitas terdapat 20 orang yang mendapatkan nilai 2 sedangkan 4 orang mendapatkan nilai 1 dan 3. aspek pemusatan perhatian terdapat 19 orang yang mendapatkan nilai 2, dan 2 orang mendapatkan nilai 1 sedangkan nilai 3 berjumlah 3 orang. Dari aspek mengajukan pertanyaan terdapat 20 orang siswa yang diberi nilai 2 sedangkan 4 orang lainnya mendapat nilai 1 dan 3. dari aspek menjawab pertanyaan terdapat 19 orang siswa yang diberi nilai 2, dan 3 orang siswa diberi nilai 1 sedangkan 2 orang siswa mendapatkan nilai 3. dari aspek mengerjakan LKS terdapat 13 orang siswa yang mendapat nilai 2, dan nilai 1 hanya 1 orang sedangkan nilai 3 sebanyak 10 orang. Dari aspek membuat rangkuman terdapat 20 orang siswa yang memperoleh nilai 2 sedangkan nilai 3 berjumlah 2 orang dan hanya 1 orang saja yang mendapatkan nilai 1. Dari secara keseluruhan belum terlihat adanya perubahan dari kondisi awal atau belum ada peningkatan.
Dari data pengamatan indikator belajar siswa yang ada dalam tabel pada lampiran 3 menunjukkan bahwa apek penilaian siswa yang dapat membaca lambang/ simbol dalam menggunakan media google earth dan aspek menunjukkan nama nama daerah yang ada di propinsi tempat tinggalnya berjumlah 20 orang siswa yang mendapat nilai 2 sedangkan 4 orang siswa mendapat nilai 1 dan 3. dari aspek dapat menunjukkan tempat- tempat penting di daerahnya terdapat 19 orang siswa yang mendapatkan nilai 2, dan 2 oarang siswa mendapatkan nilai 1 sedangkan 3 orang siswa mendapatkan nilai 3. Dari secara keseluruhan belum terlihat adanya perubahan dari kondisi awal atau belum ada peningkatan atau dengan rata- rata capaian 59,75%.

d.Tahap Refleksi
Setelah dilakukannya pelaksanaan maka diadakan refleksi. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar dan minat belajar siswa sebelum dan sesudah tindakan yang nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan siklus berikutnya.
Pembelajaran IPS dengan menggunakan media google earth dalam data aktivitas belajar siswa bahwa dari hasil refleksi dan deskripsi data yang telah diuraikan tersebut ternyata dari segi hasil aktivitas belajar, minat belajar dan segi indikator belajar siswa yang diadakan oleh peneliti belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih kurangnya minat siswa dalam menggunakan menggunakan media google earth terutama pada pembelajaran IPS mengenai materi Mengenal Peta. Peneliti menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan ini belum mencapai indikator kinerja yang sesuai dengan harapan dan akan dilanjutkan ke siklus berikutnya.

4.1.3. Tindakan Siklus II
a.Tahap perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I baik yang berkaitan dengan sisiwa, guru ataupun perangkat, maka diadakan perencanaan ulang meliputi:
1. Pendekatan, strategi, metode dan media pembelajaran
2. Menciptakan suasana belajar yang lebih melibatkan keaktivan siswa
3. Menyusun struktur pembelajaran yang lebih efektif dan efisien
4. Pengelolaan kelas.
5. Perencanaan yang lainnya sama sebagaimana pada perencanaan siklus pertama.

b.Tahap Tindakan
Pertemuan ketiga
Dalam pertemuan ini membahas materi mengenal simbol- simbol pada peta dengan urutan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa “apa yang dilihat jika melihat sebuah atlas” sebagai prasarat untuk dapat mengikuti pembahasan materi mengenal simbol- simbol pada peta.
2. Guru melaksanakan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
3. Guru menjelaskan mengenai simbol simbol pada peta, dan serta tujuan simbol- simbol dalam membaca peta.
4. Guru memberikan soal latihan berupa lembar kerja siswa yang dapat dikerjakan secara inndividu.
5. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti.
6. Setelah cukup diberi waktu 30 menit guru bersama siswa membahas soal latihan dengan cara menunjuk siswa untuk memaparkan di depan kelas, dengan bimbingan guru siswa lain mencocokkan hasil kerjanya.
7. Selesai membahas latihan- latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal- soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa.
8. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman.
9. Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya.

Pertemuan keempat
Dalam pertemuan ini membahas materi mengenai simbol- simbol pada peta dengan urutan kegiatan sebagai berikut:
1. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa” apakah siswa masih mengingat simbol- simbol pada peta” sebagai prasarat untuk melanjutkan materi minggu lalu.
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menunjukkan simbol- simbol yang ada pada peta google earth.
3. Guru menjelaskan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran
4. Menggunakan media google earth guru memberikan penjelasan mengenai simbol- simbol seperti simbol danau, jalan, sungai, laut, gunung, dll
5. Guru memberikan soal latihan siklus II berupa lembar kerja siswa yang dikerjakan secara individu.
6. Guru berkeliling mengawasi dan memberi bimbingan kepada siswa yang kurang mengerti.
7. setelah cukup diberi waktu 30 menit guru bersama siswa membahas soal latihan dengan cara menunjuk siswa untuk memaparkan di depan kelas, dengan bimbingan guru siswa lain mencocokkan hasil kerjanya.
8. Selesai membahas latihan- latihan soal, guru menanyakan pada siswa soal- soal manakah yang belum dikuasai ataupun yang sudah dikuasai oleh siswa.
9. Guru mengoreksi hasil kerja siswa dan mempersentasikan hasil tes siklus II
10. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman.
11. Guru memberikan motivasi kepada siwa untuk mengulangi pelanjelasan mengenai materi mengenal peta dengan menggunakan google earth di rumah.

c. Tahap Pengamatan (observasi)
Observasi dilakukan sebagaimana pada siklus I, yaitu pada tahap pengamatan (observasi), aktivitas siswa selama proses pembelajaran dipantau langsung oleh peneliti dan dibantu oleh salah seorang pengamat dengan menggunakan pedoman lembar observasi aktivitas siswa.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS mengenai materi mengenal peta menggunakan media google earth pada siklus II sudah baik, hal ini terlihat dalam beberapa aspek penilaian aktivitas belajar siswa yakni kedisiplinan, keseriusan, adanya interaksi siswa dengan media yang digunakan, keaktifan siswa, motivasi siswa dan siswa senang menerima pelajaran serta siswa merasa terbimbing dalam kegiatan belajar mengajar. Adapun hasil aktivitas belajar siswa pada siklus II dapat dilihat dalam tabel pada lampiran 4.
Dari tabel aktivitas belajar siswa pada siklus II di atas dapat dilihat bahwa aspek penilaian pada siswa yang meliputi siswa disiplin terdapat 9 orang mendapat nilai 2, dan 15 orang siswa mendapat nilai 3. pada aspek siswa serius menerima pelajaran terdapat 22 orang siswa yg mendapat nilai 3, sedangkan yang mendapat nilai 2 berjumlah 2 orang. Aspek penilaian pada interaksi positif terdapat 14 orang yang mendapat nilai 2, sedangkan yang mendapat nilai 3 berjumlah 10 orang siswa. Pada aspek siswa aktif terdapat 13 siswa mendapat nilai 3 dan 10 orang siswa mendapat nilai 2 sedangkan nilai 1 hanya 1 orang saja. Aspek siswa termotivasi terdapat 18 orang siswa yang mendapat nilai 3 sedangkan nilai 2 berjumlah 6 orang siswa. Aspek penilaian siswa senang menerima pelajaran terdapa 22 orang siswa mendapat nilai 3, sedangkan nilai 2 berjumlah 2 orang siswa. Aspek penilaian siswa merasa terbimbing terdapat 11 orang siswa yang mendapat nilai 3, sedangkan nilai 2 berjumlah 13 orang. Dari secara keseluruhan sudah terlihat adanya perubahan dari tindakan siklus I sebelumnya dan sudah ada peningkatan.
Dari tabel minat belajar siswa pada siklus II yang ada pada lampiran 5 di kemukakan bahwa aspek penilaian siswa yang meliputi ketelitian tenyata ada 22 orang siswa yeng mendapatkan nilai 3, sedang yang mendapat nilai 1 berjumlah 2 orang. Dari aspek ketekunan terdapat 10 orang yang mendapatkan nilai 3, sedangkan nilai 2 terdapat 14 orang. Dari aspek sikap kritis terdapat 13 orang yang mendapat nilai 3, yang mendapat nilai 2 berjumlah 10 orang sedangkan nilai 1 hanya 1 orang. Dari aspek kreativitas terdapat 18 orang yang mendapatkan nilai 3 sedangkan 6 orang mendapatkan nilai 2. Dari aspek pemusatan perhatian terdapat 22 orang yang mendapatkan nilai 3, dan 2 orang mendapatkan nilai 2. Dari aspek mengajukan pertanyaan terdapat 13 orang siswa yang diberi nilai 3, dan 10 orang lainnya mendapat nilai 2 sedangkan yang mendapat nilai 1 hanya ada 1orang saja. Dari aspek menjawab pertanyaan terdapat 18 orang siswa yang diberi nilai 3, dan 6 orang siswa diberi nilai 2. Dari aspek mengerjakan LKS terdapat 22 orang siswa yang mendapat nilai 3, sedangkan nilai 2 sebanyak 2 orang. Dari aspek membuat rangkuman terdapat 11 orang siswa yang memperoleh nilai 3 sedangkan nilai 2 berjumlah 13 orang. Dari secara keseluruhan sudah terlihat adanya perubahan dari pelaksanaan tindakan siklus I atau sudah ada peningkatan (berhasil).
Dari data pengamatan indikator belajar siswa pada siklus II yang ada dalam tabel pada lampiran 6 menunjukkan bahwa apek penilaian siswa yang dapat membaca lambang/ simbol dalam menggunakan media google earth terdapat 13 orang siswa mendapatkan nilai 3, dan 10 orang siswa mendapat nilai 2 sedangkan nilai 1 hanya 1 orang saja. Pada aspek menunjukkan nama- nama daerah yang ada di propinsi tempat tinggalnya berjumlah 18 orang siswa yang mendapat nilai 3 sedangkan 6 orang siswa mendapat nilai 2. Dari aspek dapat menunjukkan tempat- tempat penting di daerahnya terdapat 11 orang siswa yang mendapatkan nilai 3, dan 13 orang siswa mendapatkan nilai 2. Dari secara keseluruhan sudah terlihat adanya perubahan dari tindakan siklus I sebelumnya dan sudah ada peningkatan/ berhasil atau dengan rata- rata capaian 78,95%.

d.Tahap refleksi
Peneliti menganalisis semua tindakan kelas pada siklus II, sebagaimana yang dilakukan pada siklus I bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan media google earth dalam data aktivitas belajar siswa, minat belajar siswa dan pengamatan indikator belajar siswa dapat dilihat bahwa deskripsi data yang telah diuraikan tersebut bahwa ternyata dari segi hasil aktivitas belajar, minat belajar dan segi indikator belajar siswa yang diadakan oleh peneliti sudah mencapai hasil yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan nampaknya minat siswa dalam menggunakan media google earth terutama pada pembelajaran IPS mengenai materi mengenal Peta. Peneliti menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan ini telah mencapai indikator kinerja yang sesuai dengan harapan/ berhasil dan tidak dilanjutkan ke siklus berkutnya.


4.2. Pembahasan
Setelah dilakukannya pelaksanaan tindakan pada siklus I, pembelajaran IPS dengan menggunakan media google earth dalam data aktivitas belajar siswa bahwa dalam kriteria “Sangat Baik” (SB) hanya ada beberapa siswa saja yaitu 3 orang siswa, kriteria “Baik” (B) berjumlah 8 orang siswa, dan kriteria “Cukup” (C) berjumlah 11 orang siswa, sedangkan kriteria “Kurang” (K) terdapat 2 orang siswa. Dalam data minat belajar siswa dapat dilihat bahwa dalam kriteria “Sangat Baik” (SB) hanya ada beberapa siswa saja yaitu 2 orang siswa, kriteria “Baik” (B) berjumlah 9 orang siswa, dan kriteria “Cukup” (C) berjumlah 8 orang siswa, sedangkan kriteria “Kurang” (K) terdapat 4 orang siswa. Sedangkan dalam data pengamatan indikator belajar siswa dapat dilihat bahwa dalam kriteria “Sangat Baik” (SB) hanya ada beberapa siswa saja yaitu 2 orang siswa, kriteria “Baik” (B) berjumlah 3 orang siswa, dan kriteria “Cukup” (C) berjumlah 15 orang siswa, sedangkan kriteria “Kurang” (K) terdapat 3 orang siswa. Dari hasil refleksi dan deskripsi data yang telah diuraikan tersebut bahwa ternyata dari segi hasil aktivitas belajar, minat belajar dan segi indikator belajar siswa yang diadakan oleh peneliti belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih kurangnya minat siswa dalam menggunakan menggunakan media google earth terutama pada pembelajaran IPS mengenai materi Mengenal Peta. Peneliti menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan ini belum mencapai indikator kinerja yang sesuai dengan harapan dan akan dilanjutkan ke siklus berkutnya atau dengan capaian rata- rata 59,75%.
Peneliti menganalisis semua tindakan kelas pada siklus II, sebagaimana yang dilakukan pada siklus I bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan media google earth dalam data aktivitas belajar siswa, minat belajar siswa dan pengamatan indikator belajar siswa dapat dilihat bahwa dalam kriteria “Sangat Baik” (SB) terdapat 20 orang siswa, kriteria “Baik” (B) berjumlah 4 orang siswa, sedangkan kriteria kurang dan cukup tidak ada ataudenga rata- rata capaian 59,75%.
Dari hasil refleksi dan deskripsi data yang telah diuraikan tersebut bahwa ternyata dari segi hasil aktivitas belajar, minat belajar dan segi indikator belajar siswa yang diadakan oleh peneliti sudah mencapai hasil yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan nampaknya minat belajar siswa dalam menggunakan media google earth terutama pada pembelajaran IPS mengenai materi mengenal Peta. Peneliti menyimpulkan tindakan yang dilakukan ini telah mencapai indikator kinerja yang sesuai dengan harapan/ berhasil dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya atau dengan rata- rata capaian 78,95%.
Melihat minat belajar siswa kelas IV yang dicapai dari siklus I dan siklus II berarti semakin memperjelas adanya manfaat dari penggunaan media google earth dalam pembelajaran IPS terutama materi mengenal peta. Berdasarkan deskripsi yang dijelaskan pada pembahasan tersebut, maka jelaslah bahwa media google earth telah berhasil meningkatkan minat belajar siswa sesuai dengan indikator yang diharapkan yakni jika aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran mencapai 65% dan jika minat belajar siswa yang dikenai tindakan memperoleh daya serap 75% ke atas selama proses pembelajaran.
Adapun hasil tes belajar siswa pada siklus I dan II dapat dilihat dalam tabel pada lampiran 7.
Dengan demikian, maka hipotesis tindakan yang berbunyi “Jika dalam pembelajaran IPS khususnya materi mengenal peta propinsi diajarkan dengan menggunakan media google earth, maka minat belajar siswa kelas IV SDN No. 30 Kecamatan Kota Selatan Gorontalo akan meningkat dan dapat diterima.



BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Setelah diadakan uji coba menggunakan media pembelajaran yang baru yaitu melalui google earth pada siklus I minat belajar siswa meningkat dan dilihat dalam kriteria “Sangat Baik” (SB) hanya ada beberapa siswa saja yaitu 2 orang siswa, kriteria “Baik” (B) berjumlah 9 orang siswa, dan kriteria “Cukup” (C) berjumlah 8 orang siswa tetapi belum mencapai indikator yang diharapkan dan dilanjutkan ke siklus berikutnya atau dengan capaian rata- rata 59,75%.
Pada siklus II minat belajar siswa dalam menggunakan media google earth sudah meningkat. Hal ini dapat dilihat pengamatan kriteria “Sangat Baik” (SB) terdapat 20 orang siswa, kriteria “Baik” (B) berjumlah 4 orang siswa, sedangkan kriteria kurang dan cukup tidak ada. Berdasarkan kesimpulan di atas bahwa pemanfaatan media google earth dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SDN No. 30 Kecamatan Kota selatan Gorontalo terutama pada pembelajaran IPS materi mengenal peta. Penelitian tindakan kelas dinyatakan berhasil atau dengan capaian rata- rata 78,95%.

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Kepada kepala sekolah
a) Lebih memperhatikan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas.
b) Hendaknya lebih menekankan pada guru untuk menggunakan media pembelajaran yang tepat dan canggih untuk kelancaran proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
2. Kepada Guru
a) Diharapkan dalam suatu pembelajaran dapat menggunakan media yang tepat demi mendukung kelancaran pembelajaran
b) Diharapkan kepada guru agar selalu menggunakan peta google earth pada pembelajaran IPS tentang materi pengenalan peta agar siswa lebih tertarik lagi dan ingin mencoba sendiri dimana saja (warnet, dan rumah).
3. Kepada Peneliti
a) Peneliti hendaknya memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang ditemui pada saat penelitian untuk menjadikan pengalaman dan motivasi ke arah yang lebih baik.
b) Peneliti lebih banyak mencari informasi tentang media pembelajaran IPS yang ter update dari internet selain google earth dan google maps, sehingga akan menjadi solusi yang akan diterapkan pada anak didik nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta Raja Grasindo Persada
Arthur J. Gates dalam Fudyartanto http://www.find-docs.com/aspek-aspek-minat-belajar-pada-siswa.html (27-1-2011)
Agus Wandi. 2009. “ Penggunaan Gogle Earth” http://awidyarso.co.cc.
Crow, L.D., dan Crow, A. 1982. Psikologi Pendidikan, penerj. Kasijan Z,. Surabaya: PT Bina Ilmu
Dailer dalam Sumartono. 1983. Modifikasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung Tarsito
Djamara.dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineke Cipta. Jakarta
Dimiyati dan Mudjiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta
Gagne (dalam Rasyad Amidun dan Darhim, 1996 – 1997:97). Media Pembelajaran http://priyonohadisaputra.blogspot.com
Hamalik.2004. Kurikulum dan Pembelajaran. PT. Bumi Aksara
Hengky Alexander. 2009, Google Maps Mobile. Surabaya. Elex Media Komputindo
Maslow.dkk. 1992. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Depdikbud. Dirjen Dikti
Mohamad Arbin Samsudin, 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta PT.Rosdakarya
M.Ngalin Purwanto, 1998. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta Rosdakarya
Muhibin Syah (1999:61) http://www.find-docs.com/aspek-aspek-minat-belajar-pada-siswa.html (27-1-2011)
Purbakawaca dalam Nurkancana, 1987. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta Rineka Cipta
Rahadi Aristo. Media Pembelajaran. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar.Jakarta
Romalah, Johar 1988/1999. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek PGSD
Rahmat Widodo, 2010. Google Earth,http://pieterkemur.wordpress.com
Samlawi Fakih 1992,Pendidikan IPS SD. Dirjen Pendidikan tinggi.
Sagala. Dkk. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar. CV. Alfabeta. Bandung
Suciati.2005. Teori Belajar dan Motivasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Syaih Muhamad Bin Saleh 2005. Semangat Bisa Bertambah Dan Berkurang. Daarul Fikri
Uno. Dkk. 2004. Model Pembelajaran. Nurul Jannah Gorontalo
Usman Basirudin. 2002. Metode Pembelajaran. Ciputat Press. Jakarta


Sabtu, 21 Agustus 2010


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada empat aspek keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak (mendengarkan), keterampilan berbicara, keterampilan membaca serta keterampilan menulis. Keempat keterampilan itu perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia disamping ada unsur- unsur lain seperti srtuktur, kosakata, lafal yang merupakan unsur pendukung pengajaran keterampilan berbahasa.
Dari keempat keterampilan yang diuraikan di atas, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dipelajari untuk menunjang kemampuan berbahasa Indonesia yang baik.
Menurut Tarigan (1985: 3- 4), menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD tahun 2006, standar kompetensi untuk keterampilan komunikatif menulis adalah siswa mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan dan dialog tertulis.
Hal ini berarti di dalam keterampilan menulis, anak harus dibekali dengan pengetahuan dan pengalaman yang akan ditulisnya, namun demikian tidak dapat diabaikan dalam pengajaran menulis/ mengarang di sekolah dasar siswa harus mempunyai modal pengetahuan tentang mengarang itu sendiri. Dilihat dari prosesnya, menulis dimulai dari suatu hal yang tidak tampak, sebab apa yang hendak ditulis masih berbentuk pikiran dan bersifat pribadi. Guru hendaknya belajar merasakan kesulitan yang dihadapi siswa ketika menulis, adakalanya sebuah kalimat telah selesai ditulis, tetapi kelanjutannya sulit didapat.
Berkaitan dengan paparan di atas, maka untuk kegiatan pembelajaran bahasa indonesia dalam aspek kemampuan menulis di kelas IV SDN NO. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo, siswa diminta untuk menulis karangan akan tetapi kenyataannya siswa tidak dapat mengerjakannya dengan baik, dimana hanya 25 siswa dari 41 jumlah siswa yang dapat membuat karangan atau menulis dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa masih sulit mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tertulis, yang disebabkan oleh faktor kebahasaan yang belum dipahami betul oleh siswa ataupun metode yang digunakan kurang tepat, sehingga peneliti memberikan respon kepada 16 siswa (60%) adalah siswa yang berprestasi baik di kelas, sementara 25 siswa (40%) adalah siswa yang mempunyai kemampuan sedang dan rendah.
Menyikapi berbagai permasalahan yang diungkapkan di atas, perlu adanya tanggung jawab guru untuk memotivasi siswa dalam mengungkapkan pikiran, perasaan dan pengalaman secara tertulis. Peneliti yakin bahwa dengan pendekatan komunikatif, siswa akan termotivasi untuk mengungkapkan pendapat, perasaan maupun pengalamannnya secara tertulis dengan tidak mengabaikan faktor kebahasaan berupa kosakata dan struktur kalimat yang baik. Pendekatan komunikatif ini merupakan salah satu pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, artinya sangat berkaitan dengan pandangan- pandangan ilmu bahasa yang menggaris bawahi bahwa belajar bahasa Indonesia intinya berkomunikasi, ibarat uang logam yang sisi- sisinya saling melengkapi (Zuehdi dan Budiarsih 1996/1997:33- 34).
Berdasarkan hasil pengamatan awal pada siswa IV SDN NO. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo, ditemukan bahwa masih anyak siswa yang belum mampu menulis karangan. Oleh karma itu diperlukan solusi yang tepat. Salah satu solusi dalam menempuh masalah ini, sehingga peneliti menganggap bahwa hal tersebut dapat diformulasikan dalam bentuk judul “ Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Melalui Pendekatan Komunikatif di Kelas IV SDN NO. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo”.

1.2 Rumusan Masalah.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yakni ”Bagaimana meningkatkan kemampuan menulis karangan melalui pendekatan komunikatif siswa di kelas IV SDN NO. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo ?”
1.3 Cara Pemecahan Masalah.
Berdasarkan masalah di atas, maka cara pemecahan masalah tersebut dengan memodifikasi metode mengajar, menciptakan situasi yang menyenangkan, mempersiapkan penyajian bahan ajar sesuai dengan materi, menyusun Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP), memilih metode yang tepat, memilih media pembelajaran yang sesuai dan mudah dipahami siswa dengan cara guru menggunakan metode yang tepat dan media yang sesuai, agar kemampuan menulis karangan siswa dan pemahaman belajar siswa meningkat.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan siswa kelas IV SDN NO. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo dalam menulis karangan melalui pendekatan komunikatif di SDN No.33 Kecamatan Kota Selatan”.

1.5 Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis sebagai berikut:
1.5.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengembangkan teori pembelajaran bahasa di SD, khususnya pembelajaran menulis dengan menggunakan pendekatan komunikatif.
1.5.2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, melalui penelitian Tindakan Kelas (PTK) diharapkan dapat memberikan motivasi untuk menemukan permasalahan- permasalahan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dan mencari kiat- kiat yang dapat digunakan di dalam melaksanakan pembelajaran demi perbaikan kualitas dan profesionalisme..
b. Bagi siswa, dengan kegiatan PTK ini diharapkan siswa memiliki perbendaharaan kata- kata yang optimal serta dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan minatnya supaya akan tertanam kebiasaan dan kecintaan untuk menulis.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang positif terhadap kemajuan sekolah yang tercermin dari peningkatan kemampuan profesional guru yang terlibat langsung di dalam proses perbaikan dan hasil belajar siswa serta kondusifnya iklim pendidikan sekolah.
d. Bagi peneliti, penelitian tindakan kelas ini dapat meningkatkan kemampuan profesional peneliti sebagai seorang guru yang terlibat langsung dalam melaksanakan tugas pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran bahasa indonesia.



BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Hakikat Menulis.
Menurut Jahdi, 2001: 30 Pendidikan Bahasa Indonesia di kelas tinggi ada tiga fungsi menulis: pertama menulis sebagai ilmu artinya melalui sebuah proses menulis naskah, artikel, jurnal, bahkan buku, penulis dituntun untuk bisa menyajikan tulisan yang mudah oleh khalayak umum, itu dari segi bahasa.
Kemudian dari segi isi penulis dituntut untuk membuat pemahaman sesuai dengan ketajaman analisis, kedua menulis sebagai pengejewantahan pengalaman ( expression of expperience ) artinya segala kejadian, hasil pengamatan, pengalaman dan tingkah laku penulis, diubah menjadi sebuah karya tulis yang menarik sehingga memberikan inspirasi kepada pembaca, secara tidak langsung telah menjadikan dirinya sebagai decision maker, ketiga menulis sebagai media berfikir, artinya pola pemikiran seorang penulis lebih sistematik dan analitik, sehingga suatu permasalahan yang diungkapkan mencerminkan kualitas keilmuan penulis.
Dan terakhir hubungan antara berpikir dan menulis bagaikan sekeping mata uang yang tidak dapat dipisahkan (menulis adalah proses berfikir). Kalau anda tidak bisa berfikir maka anda tidak bisa menulis. Belajar menulis sama dengan belajar berfikir.
2.1.1. Pengertian Menulis.
Keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan produktif yang merupakan keterampilan berbahasa yang komunikatif. Menurut Wahyu (dalam Tarigan, 2000: 1) ” Menulis sebagaimana berbicara, merupakan keterampilan yang produktif dan ekspresif”. Perbedaannya, menulis merupakan komunikasi tatap muka (langsung)” Tarigan 1944: 2. Menurut Azies (dalam Akhadiah, 1996: 128), ”Keterampilan menulis berhubungan erat dengan membaca”. Hal itu diakui pula oleh Semi (1995: 5) yang mengatakan bahwa ”Semakin banyak peserta didik membaca, cenderung semakin lancar dia menulis”.
Morsey dalam Tarigan (2000: 4) mengatakan bahwa ”lewat tulisan orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan dan mempengaruhi dengan menggunakan kata- kata yang tersusun rapi”. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Suadi (dalam Mahsun, 2007: 2) bahwa ”Keterampilan mengarang atau menulis sangat penting untuk mengekspresikan diri.
Disamping sebagai media untuk mengekspresikan pikiran atau ide keterampilan menulis juga mempunyai beberapa keuntungan bagi penulisnya. ”Menulis bisa mendatangkan keuntungan bagi penulis itu sendiri”, seperti : a). Keuntungan finansial, yaitu dengan menghasilkan tulisan yang bisa dipublikasikan kita bisa mendapatkan uang, b). Menambah pengetahuan penulis, c). Menjalin komunikasi dengan orang banyak, d). Berbagi dengan orang lain, e). Memberi kepopuleran.
Tulisan yang baik dan berkualitas menifestasi dan keterlibatan aktivitas berfikir atau bernalar yang baik. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara- cara berfikir rasional. Tanpa melibatkan proses berfikir rasional, kritis, dan kreatif akan sulit menghasilkan tulisan yang baik. Pappas (dalam Nurgiyantoro, 2001: 13) berpendapat bahwa ”Menulis sebagai aktivitas berfikir secara aktif, konstruktif, sosial dan penuh penuangan makna”. Pada saat melakukan aktivitas menulis, siswa dituntut berfikir untuk menuangkan gagasannya berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimilki secara tertulis. Aktivitas tersebut memerlukan kesungguhan untuk mengolah, menata, mempertimbangkan secara kritis gagasan yang akan dicurahkan dalam bentuk tulisan atau karangan. Jadi pada dasrnya, keterampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas berfikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan. Secara lebih mendalam, Alkhadiah (1996: 23) menyatakan bahwa: ”Aktivitas menulis yang dimaksud adalah aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, fikiran, atau perasaan ke dalam lambang- lambang kebahasaan”.
Meskipun keterampilan menulis menjanjikan banyak manfaat, keterampilan menulis juga mensyaratkan banyak hal. Tarigan (2000: 4) mengatakan bahwa ”Untuk bisa menulis seseorang harus mampu menggunakan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata”. Disamping itu juga seorang penulis harus tahu mengorganisasikan ide, agar ide yang ia sampaikan tertata rapi dan bisa dipahami. Seorang penulis juga harus tahu mekanika bahasa atau pungtuasi atau ejaan baku yang berlaku dalam bahasa itu. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wadya (dalam Tarigan, 2000: 1), yang mengatakan bahwa ”Dalam kaitan dengan menulis, pembelajaran harus memiliki kemampuan dalam menggunakan ejaan, sebagai kaidah tata tulis”. Ejaan yang sifatnya sangat teknis tidak perlu secara khusus diajarkan, mereka cukup mempelajarinya dirumah dengan dibekali buku pedoman. Sekali- kali bisa juga pembelajaran dilatih menggunakan ejaan. Pelatihan menulis paragraf atau karangan yang lebih kompleks merupakan sarana untuk melatih menggunakan ejaan. Ejaan hanya merupakan bagian dari materi menulis. Seharusnya sejak dini pebelajar diperkenalkan dengan kaidah tata tulis ini walaupun bukan materi tersendiri.
Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa diakui oleh umum. Menulis merupakan keterampilan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran tingkat lanjut. Semi (1990: 5) berpendapat bahwa ”Pengajaran menulis merupakan dasar untuk keterampilan menulis”. Ringkasanya, keterampilan menulis merupakan keterampilan produktif komunikatif. Selain itu keterampilan menulis menuntut penguasaan banyak hal dipihak penulis seperti, kosakata, struktur bahasa, grafologi, serta cara- cara mengorganisasikan kalimat dalam suatu kalimat.

2.1.2. Tujuan Menulis.
Untuk menulis untuk seseorang mempunyai tujuan terutama untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya dalam menyampaikan gagasan, ide, dan fikiran ataupun perasaannya kepada si pembaca yang mengandung maksud tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut akan dipaparkan beberapa pendapat para ahli tentang tujuan menulis, antara lain: menurut D.Angelo (dalam Tarigan, 2000: 22) bahwa: ”Penulis ulung adalah penulis yang dapat memanfaatkan situasi dengan tepat yang harus memperlihatkan dan memanfaatkan, 1). Maksud dan tujuan sang penulis, 2). Pembaca atau pemirsa, 3). Waktu dan kesempatan”.

2.2. Pembelajaran Menulis di Kelas IV
Pembelajaran menulis di sekolah dasar dapat dibagi dua tahap, tahap menulis permulaan, dan tahap menulis lanjut. Pembelajaran menulis permulaan ditekankan pada keterampilan dan membiasakan menulis huruf dengan tepat, jelas dan rapi dalam penulisan kata dan kalimat. Pada menulis lanjut melatih melatih keterampilan penguasaan unsur kebahasaan, tata bahasa, ejaan dan tanda baca. Kemampuan menggunakan pola- pola bahasa dalam tampilan tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi keterampilan menulis di SD. Kemudian gagasan dan pendapat itu dituangkan dalam paragraf yang merupakan miniatur dari karangan.
Paragraf yang baik mempunyai ciri- ciri sebagai berikut: kesatuan, kepaduan, ketuntasan, dan keruntunan. Disamping itu sebuah karangan dikatakan sudah baik apabila memiliki lima unsur yaitu:
a. Isi karangan atau gagasan yang dikemukakan.
b. Bentuk karangan: susunan atau cara menyajikan isi ke dalam pola kalimat.
c. Tata bahasa: penggunaan tata bahasa dan pola kalimat yang tepat.
d. Gaya pilihan dan kosakata untuk memberikan nada atau warna terhadap karangan.
e. Ejaan dan tanda baca.
Upaya yang dapat dilakukan guru agar siswa senang menulis adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk mau menulis apa yang disenangi sesuai dengan pengembangan tema pembelajaran yang dilaksanakan. Kegiatan menulis yang dapat dikembangkan dan dapat dilaksanakan di kelas antara lain: 1). Menulis abjad, 2). Menulis kegiatan, 3). Menulis buku harian, 4). Menulis mainan kesenangan, 5). Menulis gambar kesayangan, 6). Menulis bentuk gambar, 7). Menulis cerita bentuk arkodion, 8). Menulis cara memainkan sesuatu, 9). Menulis poster, 10). Menulis benda- benda post.

2.2.1 Proses Menulis
Menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan dalam menuliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan katanya (diksi) kurang tepat dan tidak mengena sasaran, serta variasi kata dan kalimatnya kering.
Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu disadari oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) melalui keempat tahap ini. Harap diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar.
Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam. Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita. Kita berekreasi dengan anggota keluarga, melakukan pekerjaan lain, atau hanya duduk termenung. Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang mengalami proses pengeraman yang menanti saatnya untuk segera “menetas”.
Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang seakan- akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain.
Jika hal-hal itu terjadi, sebaiknya gagasan yang muncul dan amat dinantikan itu segera dicatat, jangan dibiarkan hilang kembali sebab momentum itu biasanya tidak berlangsung lama. Tentu saja untuk peristiwa tertentu, kita menuliskannya setelah selesai melakukan pekerjaan. Jangan sampai ketika kita sedang mandi, misalnya, kemudian keluar hanya untuk menuliskan gagasan. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang pembelajar menulis yang baik selalu menyediakan ballpoint atau pensil dan kertas di dekatnya, bahkan dalam tasnya ke mana pun ia pergi.
Seringkali orang menganggap iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama atau pernah memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dikatakan ilham tidak lebih dari proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi dari usaha dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang.
Keempat, tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi, pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial, budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.2.2. Pra Menulis
Tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
Pada tahap pramenulis, pembelajar melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Menulis topik berdasarkan pengalaman sendiri.
b. Melakukan kegiatan-kegiatan latihan sebelum menulis.
c. Mengidentifikasi pembaca tulisan yang akan mereka tulis.
d. Mengidentifikasi tujuan kegiatan menulis.
e. Memilih bentuk tulisan yang tepat berdasarkan pembaca dan tujuan yang telah mereka tentukan.

2.2.3. Menulis
Menulis adalah membuat huruf atau angka dengan pensil, pena, kapur dan sebagainya dengan melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang dengan tulisan (Depdikbud, 1993 : 986). Menurut Tarigan, menulis adalah melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang- lambang grafis tersebut (Haryadi, 1997 : 77). Menurut Akhadiah, menulis adalah aktifitas mengekspresikan ide gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambang kebahasaan bahasa tulis (Rofiuddin, 1996 : 263). Menulis adalah mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambang-lambang tulisan (Mulyono, 1999 : 223).
Kesemua pengertian menulis tersebut pada dasarnya hamper sama yang ditandai dengan adanya aktivitas, ide, gagasan, lambang tulisan atau bahasa tulis yang digunakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kegiatan atau aktivitas mengekspresikan ide atau gagasan ke dalam lambang bahasa tulis (grafis, huruf dan angka) dengan menggunakan alat tulis dan dapat dipahami oleh orang lain. Kemampuan menulis adalah merupakan ketrampilan berbahasa produktif melibatkan aspek penggunaan ejaan, kemampuan penggunaan kosa kata (diksi), kalimat dan komposisi (Rofiuddin, 1996 : 236). Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca. Ejaan sebagai cara atau aturan menuliskan kata-kata dengan huruf, singkatan akronim, angka, bilangan dan tanda baca (Sugihastuti, 2000 : 53). Kemampuan menulis berguna untuk siswa dalam hal menyalin, mencatat dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah, sehingga perlu dimiliki supaya dapat mengatasi kesulitan dalam hal menulis.

a. Merevisi
Merevisi adalah apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya.
Jadi, pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial, budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Yang perlu dilakukan oleh pembelajar pada tahap merevisi tulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Berbagi tulisan dengan teman-teman (kelompok).
b. Berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi tentang tulisan teman-teman sekelompok atau sekelas.
c. Mengubah tulisan mereka dengan memperhatikan reaksi dan komentar baik dari pengajar maupun teman.
d. Membuat perubahan yang substantif pada draft pertama dan draft berikutnya, sehingga menghasilkan draft akhir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merevisi:
a. Perhatikan apa yang anda tulis.
b. Perhatikan siapa yang akan membaca tulisan tersebut.
c. Perhatikan tulisan anda dari perpesktif lain.
e. Baca kembali sambil melakukan revisi (bukan proofreading):
• tentukan kekuatan dan kelemahan dari subjek yang ditulis,
• pertajam persepsi mengenai pembaca,
f. Baca mengenai subjeknya
• mengapa memilih subjek?
• apakah subjeknya dapat ditangkap dengan mudah?
• hal apa yang membuat subjek ini menjadi spesial
• apa hal yang menarik tentang subjek ini?
• apakah tulisan yang dibuat tidak terlalu panjang?
g. Baca mengenai audience-nya dan tujuannya.
b. Mengedit
Pemeriksaan atas kalimat (mengedit) merupakan penyuntingan tahap pertama juga. Pada tahap ini pun, sebaiknya penyunting berkonsultasi dengan penulis. Penyunting harus memiliki pengetahuan bahasa yang memadai. Dengan demikian, penyunting dapat menjelaskan dengan baik kesalahan kalimat yang dilakukan oleh penulis. Untuk itu, penyunting harus menguasai persyaratan yang tercakup dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomisasi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan variasi.
Penyuntingan tahap kedua berkaitan dengan masalah yang lebih terperinci, lebih khusus. Dalam hal ini, penyunting berhubungan dengan masalah kaidah bahasa, yang mencakup perbaikan dalam kalimat, pilihan kata (diksi), tanda baca, dan ejaan. Pada saat penyunting memperbaiki kalimat dan pilihan kata dalam tulisan, ia dapat berkonsultasi dengan penulis atau langsung memperbaikinya. Hal ini bergantung pada keluasan permasalahan yang harus diperbaiki. Sebaliknya, masalah perbaikan dalam tanda baca dan ejaan dapat langsung dikerjakan oleh penyunting tanpa memberitahukan penulis. Perbaikan dalam tahap ini bersifat kecil, namun sangat mendasar.
Pada tahap menyunting, hal-hal yang perlu dilakukan oleh pembelajar adalah sebagai berikut:
a. Membetulkan kesalahan bahasa tulisan mereka sendiri
b. Membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulis tulisan mereka sekelas/sekelompok
c. Mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tata tulis tulisan mereka sendiri
Dalam kegiatan penyuntingan ini, sekurang-kurangnya ada dua tahap yang harus dilakukan. Pertama, penyuntingan tulisan untuk kejelasan penyajian. Kedua, penyuntingan bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya (Rifai, 1997: 105—106). Penyuntingan tahap pertama akan berkaitan dengan masalah komunikasi. Tulisan diolah agar isinya dapat dengan jelas diterima oleh pembaca. Pada tahap ini, sering kali penyunting harus mereorganisasi tulisan karena penyajiannya dianggap kurang efektif. Ada kalanya, penyunting terpaksa membuang beberapa paragraf atau sebaliknya, harus menambahkan beberapa kalimat, bahkan beberapa paragraf untuk memperlancar hubungan gagasan. Dalam melakukan penyuntingan pada tahap ini, penyunting sebaiknya berkonsultasi dan berkomunikasi dengan penulis.
Pada tahap ini, penyunting harus luwes dan pandai-pandai menjelaskan perubahan yang disarankannya kepada penulis karena hal ini sangat peka. Hal-hal yang berkaitan dengan penyuntingan tahap ini adalah kerangka tulisan, pengembangan tulisan, penyusunan paragraf, dan kalimat.

c. Mempublikasi
Tahap terakhir dalam proses menulis adalah berbagi (sharing) atau publikasi. Pada tahap berbagi ini, pembelajar:
a. Mempublikasikan (memajang) tulisan mereka dalam suatu bentuk tulisan yang sesuai, atau
b. Berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang telah mereka tentukan.
Dari tahap-tahap pembelajaran menulis dengan pendekatan/model proses sebagaimana dijabarkan di atas dapat dipahami betapa banyak dan bervariasi kegiatan pembelajar dalam proses menulis. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan tersebut sudah barang tentu merupakan pelajaran yang sangat berharga guna mengembangkan keterampilan menulis. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pembelajar pada setiap tahap, upaya-upaya mengatasi kesulitan tersebut, dan hasil terbaik yang dicapai oleh para pembelajar membuat mereka lebih tekun dan tidak mudah menyerah dalam mencapai hasil yang terbaik dalam mengembangkan keterampilan menulis.
Pembelajaran menulis bagi penutur asing dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses merupakan suatu alternatif untuk mencapai keterampilan menulis pembelajar secara efektif. Hal ini dimungkinkan karena diterapkannya proses kreatif dalam menulis yang diimplementasikan melalui tahap-tahap kegiatan yang dapat dilakukan pembelajar (pramenulis, membuat draft, merevisi, menyunting, dan berbagi (sharing). Proses menulis itu tidak selalu bersifat linear tetapi dapat bersifat nonlinier, dan perlu disesuaikan dengan berbagai jenis tulisan yang mereka susun.

2.2.4. Teknik dan Strategi Pembelajaran Menulis.
Pembelajaran menulis dapat dilaksanakan di dalam kelas dan di luar kelas.
a. Pembelajaran menulis di dalam kelas.
Kegiatan pembelajaran menulis di dalam kelas dilaksanakan sesuai dengan jam yang telah ditetapkan dalam jadwal pelajaran. Teknik dan strategi pembelajaran bermacam ragam disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas.
b. Pembelajaran menulis di luar kelas.
Pembelajaran menulis di luar kelas dapat dilakukan misalnya menulis buku harian, kliping yang tulisan- tulisan mereka kuasai.

2.3. Hakikat Karangan.
KBBI (dalam Keraf, 2003: 506), karangan adalah ”Menulis dan menyusun sebuah cerita, buku atau sajak”. ”Karangan adalah karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami (http://id.wikipedia.org./wiki/karangan).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan adalah hasil dari kegiatan menulis dan menyusun sebuah cerita agar dapat dipahami oleh pembaca.

2.3.1. Pengertian Karangan.
Karangan merupakan kegiatan yang kompleks oleh karena itu diperlukan pembatasan tentang apa sebenarnya karangan itu. Berkaitan dengan definisi atau batasan karangan A. Widyamartaya (1993: 9) mengatakan” Karangan adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulisan kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud oleh pengarang/ penulis”. Mengarang tidak lain merupakan penggunaan bahasa tulisan, dengan harapan penulis/ pengarang agar karangannya dapat dibaca oleh orang lain.
Dalam menyiapkan karangannya, penulis tidak henti- hentinya berusaha agar buah penanya mudah dipahami pembaca. Untuk itu dipergunakan berbagai macam cara, dipergunakan pula sebagai alat bahasa serta daya yang ada pada bahasa kita, apa yang ditulisnya, ia selalu menganggap dirinya selalu bertanggung jawab terhadap pembaca khususnya dan pada masyarakat umumnya. Segala yang diutarakan dalam tulisannya, dialah yang menanggungnya. Diapun tahu membatasi dirinya, tahu membedakan mana yang patut dan mana yang tidak patut ditulis (mana yang perlu dan mana yang tidak perlu) poerwadarmita, 1984: 10.
Penulis atau pengarang rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami (The Liang Gie, 2003: 3). Mengarang/ karangan suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain, atau kepada diri sendiri, dalam tulisan (A.Widyamartaya, 1996: 9). Karangan menrupakan pengungkapan buah pikiran melalui tulisan tetapi bukan asal menulis. Orang harus belajar menyusun sebuah karangan yang baik dan teratur. Sebuah karangan yang baik mengandung isi yang dikemukakan secara sistematis serta menarik. Jika orang memliki gagasan yang sungguh baik, tetapi tidak mampu mengemukakan idenya itu secara teratur dan tahap demi tahap yang jelas dalam tulisannya, maka ia pasti gagal menyampaikan pendapatnya yang berharga tadi kepada pembacanya. Banyak orang dapat menulis panjang lebar tetapi tidak mampu menguraikan maksud mereka dengan jelas.
Maka kami dalam bagian ini akan membicarakan cara kecakapan mengarang untuk mengemukakan maksud tertentu secara jelas dan dengan menggunakan rencana yang tepat:
1. Karangan yang bermutu selalu berpangkal pada pemikiran yang matang dan jelas. Hal ini tercermin antara lain dalam pemilihan kata, dalam tata susunan kalimat dan dalam kerangka karangan (outline) yang jelas tentang seluruh uraian itu.
2. Keahlian mengarang lebih cepat diperoleh dengan memperbaiki teknik mengarang daripada dengan mengoreksi kesalahan- kesalahan saja. Kesalahan akan hilang dengan sendirinya jika pengarang belajar bersikap kritis terhadap hasil tulisannya.
3. Mempelajari tata bahasa akan mempertinggi kepandaian menggunakan bahasa, maka jika anda ingin mengarang berusahalah menguasai tata bahasa.
4. Penggunaan kata- kata yang biasa merupakan dasar ungkapan dan karena itulah dasar bahasa. Maka jika ingin mengarang pilihlah bahasa yang biasanya dipakai oleh orang- orang baik, orang terpelajar, dan bukan bahasa pasaran atau yang dibuat- buat.
5. Mengarang mengungkapkan sesuatu dengan jujur, tanpa rasa emosional yang berlebihan, realistis dan tidak menghambur- hamburkan kata yang tidak perlu. Pengungkapan mesti jelas dan teratur sehingga para pembaca mengerti apa yang hendak disampaikan pengarang. Artinya paparan benar- benar dimengerti dan maknanya bukan hanya diduga- duga atau bahkan perlu ditebak- tebak. Maka uraian harus mencerminkan bahwa si pengarang sendiri sungguh- sungguh mengerti atau menghayati apa yang hendak ia uraikan itu.

2.3.2. Jenis- Jenis Karangan
Ada berbagai jenis karangan yaitu:
a. Narasi
Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur. Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Contoh narasi yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Contoh narasi yang berupa fiksi: novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.
Pola narasi secara sederhana: awal – tengah – akhir Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.
b. Deskripsi
Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/ keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
c. Eksposisi
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.
d. Argumentasi:
Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti. Dalam argumentasi pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini tersebut.
e. Persuasi:
Karangan ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya.


2.4. Hakikat Pendekatan Komunikatif.
2.4.1. Pengertian pendekatan.
Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Menurut Antony (1982: 29) mengatakan bahwa pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan dan berhubungan dengan sifat bahasa, serta pengajaran bahasa.
Asumsi tentang bahasa bermacam- macam antara lain yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan.
Asumsi tersebut di atas menimbulkan adanya pendekatan- pendekatan yang berbeda yaitu:
1. Pendekatan mendasari pendapat bahwa berbahasa berarti berusaha membiasakan diri menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi, tekanannnya pada pembiasaan.
2. Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti berusaha untuk memperoleh kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan ataupun tulisan,
3. Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa dalam pembelajaran bahasa yang harus diutamakan ialah pemahaman akan kaidah- kaidah yang mendasari ajaran. Tekanan pembelajaran pada aspek kognitif bahasa, bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.


2.4.2. Macam- Macam Pendekatan
Macam- macam pendekatan adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Tujuan.
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sikap kegiatan belajar mengajar yang benar diperlukan dan ditetapkan lebih dahulu ialah yang tidak tercapai.
2. Pendekatan Struktural.
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat yang harus mengutamakan penguasaan kaidah- kaidah bahasa dan tata bahasa.

2.4.3. Pengertian Komunikatif.
Menurut Richards dan Rodgers (1986), komunikatif yang muncul sekitar tahun 1970an adalah hasil dari ketidakpuasan hati beberapa orang pendidik dan ahli bahasa terhadap metode audio lingual dan terjemahan dalam pengajaran bahasa asing. Hal ini karena dengan menggunakan metode audio- lingual dan terjemahan siswa tidak dapat mempelajari keseluruhan bahasa secara realistis. Mereka juga tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa sosial.
Pengajaran bahasa secara komunikatif adalah berdasarkan kemampuan komunikatif dan empat keterampilan berbahasa. Menurut Richards dan Rodgers (1986) pendekatan ini adalah satu pendekatan yang bermatlamat menjadikan kemampuan komunikatif sebagai tujuan pengajaran bahasa dan membangun prosedur yang dapat mengajar empat keterampilan bahasa yang melibatkan hubungan antara bahasa dan komunikasi. Bahasa adalah sistem fungsional. Bahasa adalah alat untuk
menyatakan makna fungsional. Fungsi utama bahasa adalah untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Proses pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab juga perlu ke pendekatan yang sama.
Littlewood (1984) pula menyatakan bahwa pendekatan komunikatif memusatkan pengajaran bahasa ke arah menghasilkan komunikasi yang efektif dari semata- mata menguasai tata bahasa. Pendekatan ini tidak hanya melihat aspek kebenaran petunjuk ayat (sentence structure) yang benar, malah memperhatikan juga apakah kontribusi yang bisa bahasa berikan kepada para siswa selama proses komunikasi berlaku. Terkait hal ini Littlewood (1981) juga melihat pentingnya bahasa dari aspek fungsi atau tugasnya bukan hanya sekedar susunan ayat- ayat.

2.4.4. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi pembelajaran. Dimaksudkan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dalam mengembangkan potensi siswa. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai salah satu teknik bimbingan. Mempunyai prinsip kegiatan dan tujuan yang sama dengan bimbingan (Tatiek 1995: 15).
Pendekatan komunikatif juga merupakan pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetisi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur- prosedur bagi pembelajaran empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), menghargai dan mengakui saling ketergantungan bahasa.
Dalam pembelajaran berbahasa yang dimaksud dengan pendekatan adalah seperangkat asumsi yang berkaitan. Didalamnya mencakup hakikat bahasa, pembelajaran bahasa, serta belajar bahasa. Pendekatan ini bersifat aksiomatis, artinya kebenaran konsep- konsep teoretis yang digunakan sebagai asumsi, kebenarannya tidak perlu dipersalahkan lagi.
Komunikatif merupakan kemampuan untuk menerapkan kaidah suatu bahasa dalam membentuk kalimat- kalimat yang benar, mengetahui kapan, dimana dan kepada siapa kalimat- kalimat itu diujarkan. Dengan berbekal komunikatif seseorang dapat menyampaikan dan menginterprestasikan suatu pesan atau mengasosiasikan makna secara interpersonal dalam konteks yang spesifik, yang lebih menekankan kepada fungsi bahasa dalam komunikasi sesungguhnya dari pada menguasai bentuk kaidah kebahasaan.
Menurut Tarigan (1983: 8), http:// www. budicure. multipy. com/ jounal/ intem/. pada hakekatnya komunikatif melaiputi:
1. Pengetahuan mengenai tata bahasa dan kosakata bahasa yang bersangkutan.
2. Pengetahuan mengenai kaidah- kaidah mengungkapkan (yaitu mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan- percakapan, mengetahui topik apa yang mungkin akan ditulis dalam berbagai peristiwa).
3. Mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memberi respon suatu tulisan.
4. Mengetahui bagaimana menggunakan bahasa secara tepat dan memuaskan.
Dalam kamus linguistik, komunikatif mengandung arti syarat- syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi (Kridalaksana, 1982: 137).
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan- pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Nampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana untuk berkomunikasi. Ini berarti bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya yaitu komunikatif.
Pendekatan komunikatif menekankan pengajaran bahasa pada latihan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Ia menantang pengajaran struktural yang terlepas dari konteks komunikatif. Di dalam pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif bahasa yang diajarkan sebagaimana fungsi di dalam berkomunikasi ini berarti, yang ditinjau dalam pengajaran dengan pendekatan komunikatif bukanlah pencapaian pengetahuan tentang bahasa (tata bahasa dan kosakata), melainkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan fungsinya sebagai alat komunikatif.
Pendekatan komunikatif menuntut bahan pengajaran bahasa yang fungsional bermakna dan relefan dengan komunikasi. Siswa dilatih melakukan kegiatan berbahasa, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Tujuan akhir pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif adalah agar siswa terampil menggunakan bahasa sebagai alat komunikatif.
Menurut Littlewood (1981: 34) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa:
1. Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang lebih luas tentang bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak pada tata bahasa dan kosakata, tetapi juga pada fungsi komunikatif bahasa.
2. pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa mengajarkan bahasa tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk bahasa asing. Tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara- cara menerapkan bentuk- bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pendekatan komunikatif adalah membentuk kemampuan komunikatif siswa dalam menggunakan bahasa indonesia yang mencakup empat keterampilan baik menyimak, membaca, menulis, maupun berbicara. Artinya melalui berbagai kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan mampu menguasai kemampuan berkomunikasi dengan bahasa indonesia, baik secara lisan- tulisan maupun resmi dan tidak resmi.
Berkaitan dengan kompetensi komunikatif ini, Canale dan Swain (dalam Solchan, T.W, dkk, 2001: 6.19) mengemukakan empat unsur yang berkaitan dengan komunikasi, yakni 1). Kemampuan gramatika; kemampuan penutur dengan menggunakan kaidah gramatika, 2). Kemampuan sosiolinguistik; kemampuan penutur memahami konteks sosial tempat terjadinya komunikasi, 3). Kemampuan wacana; kemampuan penutur menyampaikan maksud- maksud komunikasi secara koheren, dan 4). Kemampuan strategi; kemampuan penutur menggunakan berbagai cara/ strategi dalam komunikasi.

2.4.5. Karakteristik Pendekatan Komunikatif.
Adapun karakteristik pendekatan komunikatif adalah sebagai berikut:
a. Siswa Sentris.
Pengajaran didasarkan pada minat, kebutuhan, dan lingkungan siswa.
b. Pendekatan Pengajaran.
Pengajaran ditekankan pada bahasa lisan tanpa mengabaikan bahasa tilisan, kegiatan bahasa menyimak dan berbicara sangat diperhatikan tanpa melupakan kegiatan berbahasa membaca dan menulis.
c. Tujuan Pengajaran.
Bahan pengajaran ragam bahasa dan struktur bahasa yang relevan dengan tuntutan komunikasi yang diperlukan siswa.
d. Sikap Terhadap Kesalahan Berbahasa.
Kesalahan berbahasa diterima sebagai hal yang wajar, sebagai bagian yang wajar terjadi dalam proses belajar berbahasa.
e. Sikap Terhadap Ragam Bahasa.
Semua ragam bahasa dihargai, tidak melbih- lebihkan ragam baku.

2.4.6. Prosedur Penggunaan Pendekatan Komunikatif.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI; 2001: 742) dijelaskan bahwa prosedur merupakan tahap- tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas, sedangkan strategi merupakan rencana yang cermat mengenal kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Fincchiari dan Brumfit (dalam Tarigan, 1989; 294) mengemukakan suatu bagan/ skema pelajaran bagi fungsi ”pembuatan suatu sugesti” bagi para pembelajaran pada tingkat permulaan program sekolah menengah, tetapi juga dapat digunakan untuk jenjang pendidikan dasar, bahwa prosedur- prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif lebih bersifat evolusioner dari pada revolusioner.
Adapun garis besar kegiatan pembelajaran yang ditawarkan mereka secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. penyajian dialog singkat, adalah suatu proses yang memungkinkan guru memberikan motivasi kepada siswa.
2. Pelatihan lisan dialog yang disajikan, kegiatan ini diawali dengan contoh yang diberikan guru secara lisan, kemudian para siswa mengulang apa yang dilisankan guru.
3. Penyajian tanya jawab, kegiatan yang dapat dilakukan dalam dua tahap, yakni tanya jawab berdasarkan topik dan situasi dialog serta tanya jawab berdasarkan topik yang dikaitkan dengan pengalaman pribadi siswa.
4. penelaah dan pengkajian, kegiatan ini dilakukan dengan mengajak para siswa untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam sebuah dialog. Setelah itu para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.
5. Penarikan simpulan, kegiatan ini diharapkan mampu mengarahkan siswa untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa dalam sebuah dialog yang ditampilkan dalam pembelajaran tersebut.
6. Aktivitas Interpretatif, kegiatan ini merupakan kegiatan aktivitas yang mengarahkan sisw agar dapat menginterprestasikan beberapa dialog yang dilisankan atau dituliskan.
7. Aktivitas produksi lisan, kegiatan ini merupakan aktivitas produksi lisan yang dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai dengan aktivitas yang bebas.
8. Pemberian tugas, kegiatan ini merupakan kegiatan yang mengharuskan para siswa mengerjakan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah.
9. Pelaksanaan evaluasi, kegiatan ini merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan secara lisan sehingga kompetensi penguasaan bahasa secara komunikatif dapat di ukur.
Namun demikian terdapat masalah pokok yang harus dipecahkan bersama kaitannya dengan pembelajaran bahasa indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif.
Menurut Richards dan Rodgers (dalam Tarigan, 1989: 297), masalah- masalah di atas merupakan permasalahan yang tidak dapat dijawab atau dipecahkan dengan sekedar mengusulkan taksonomi- taksonomi dan beberapa klasifikasi yang telah lanjut dan terperinci, tetapi justru membutuhkan investigasi sistematik mengenai penggunaan/ pelaksanaan berbagai ragam kegiatan dan prosedur dalam pembelajaran kelas bahasa kedua (bahasa Indonesia).
2.5. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Pendekatan Komunikatif.
Strategi merupakan rancana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Dalam kaitan dengan pembelaja bahasa indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif, di dalamnya mencakup beberapa komponen, seperti:
1. Tujuan, berdasarkan pendekatan komunikatif tujuan pembelajaran adalah mengembangkan kompetensi komunikatif para pembelajar bahasa yang mencakup kemampuan menafsirkan bentuk- bentuk linguistik, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun yang dinyatakan inflisit.
2. Materi, menurut Solehan, dkk (2006; 41), pendidikan komunikatif dalam pembelajaran bahasa sering diasosiasikan dengan silabus. Pemilihan materi silabus itu sendiri tidak didasarkan pada tingkat kesukaran dan kerumitan butir struktur, tetapi didasarkan pada kebutuhan pembelajaran. Oleh sebab itu analisis kebutuhan merupakan hal yang mutlak dan perlu dilakukan sebelum program pembelajaran bahasa indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif dilakukan.
3. Metode, metode yang paling tepat adalah komunikatif itu sendiri.
4. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pendekatan komunikatif, kita mengenal empat teknik pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan berbahasa. Oleh karena itu untuk menambah khasanah kemampuan berikut ini disampaikan aneka teknik yang disalinkan dari Tarigan yang dikutip Solehan, dkk (2001, 6: 46).
a. Teknik Pembelajaran menyimak;
b. Tenik pembelajaran berbicara;
c. Teknik pembelajaran membaca; dan
d. Teknik pembelajaran menulis.
5. Media, Jenis dan macamnya beraneka ragam, pemilihannya harus didasarkan pada tuntutan pembelajaran yang ingin dicapai. Contoh: replika, gambar, duplikat, planel, kertas karton, radio, video, dll.
6. Evaluasi, sebenarnya ada tiga yang digunakan dalam pembelajaran bahasa yakni tes diskrit, tes integrative, dan tes pragmatik. Namun tes yang cocok umtuk pembelajran bahasa indonesia dengan pendekatan komunikatif hanya tes integrative dan tes pragmatif.

2.6. Hipotesis Tindakan.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika dalam strategi penyampaian pengelolaan pembelajaran melalui pendekatan komunikatif, akan meningkatkan kemampuan menulis karangan menjadi 65% pada siswa kelas IV SDN NO. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo”.

2.7. Indikator Kinerja.
Yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah apabila kemampuan menulis karangan siswa meningkat menjadi 85%. Jika strategi pembelajaran menggunakan pendekatan komunikatif, maka kemampuan menulis karangan akan meningkat.



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian
3.1.1. Setting Penelitian.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN No. 33. sekolah ini terletak di Kecamatan Kota selatan Kota Gorontalo. Sekolah ini memiliki 12 ruang kelas, 1 dewan guru, 1 perpustakaan, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang UKS, dan 1 ruangan komputer. Sedangkan jumlah siswa SDN No. 33 adalah 501 orang, laki- laki berjumlah 257 orang sisiwa sedangkan perempuan 244 orang siswa. Peneliti adalah tenaga pengajar sekaligus wali kelas IV dan penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2010/ 2011.

3.1.2. Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV yang berjumlah 41 orang siswa, dengan komposisi siswa laki laki 24 orang sedangkan siswa perempuan berjumlah 17 orang yang mempunyai kemampuan belajar yang bervariasi.

3.2. Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

3.3. Teknik Pengumpulan Data.
Sumber data diperoleh dari siswa kelas IV SDN No. 33 Kota Selatan Kota Gorontalo yang berjumlah 41 orang, dan guru mitra sekolah. Jenis data berupa data berupa data primer dan data sekunder yang terdiri dari 1).hasil tes proses belajar dan tes hasil belajar; 2). Rencana Pembelajaran (RPP); 3). Data dari lapangan/ jurnal; 4). Hasil lembar observasi balikan siswa; 5). Observasi.
Cara Pengambilan data dilaksanakan saat situasi pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi yang menyangkut tentang keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

3.4. Tahap Pemantauan Dan Evaluasi.
Pada tahap ini peneliti dibantu oleh guru kelas lain untuk mengamati pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar pengamatan yang telah dibuat. Adapun yang menjadi pedoman dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi adalah:
a. Semua yang menjadi indikator dari prestasi belajar siswa.
b. Alat pengumpul data telah disiapkan yakni
- Lembar observasi kegiatan pembelajaran.
- Lembar hasil evaluasi belajar siswa dan lembar kerja siswa yang diadakan pada kegiatan siklus.
Setelah melaksanakan tindakan secara keseluruhan, guru memberikan lembaran umpan balik kepada seluruh siswa untuk dinilai sebagai salah satu alat untuk mengevaluasi tindakan.
Prosedur awal dilaksanakan terdiri dari satu siklus atau lebih. Tiap siklus dilaksanakan sesuai perubahan dan capaian pemecahan masalah seperti: apakah telah dirancang, faktor- faktor apa yang diselidiki untuk melihat tingkat penguasaan, materi, apa yang dilaksanakan pada evaluasi awal.
Observasi awal yang dilaksanakan untuk dapat mengatasi tindakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa indonesia secara tertulis. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi setiap siklus, maka akan dilaksanakan refleksi yang mengarah pada pemecahan masalah, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan semaksimal mungkin, dan penguasaan berbahasa secara tertulis dapat meningkat.
Pada tahap ini semua data yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi dianalisis secara kualitatif dan hasilnya akan digunakan untuk merefleksi diri bagaimana pendekatan komunikatif dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa. Sehingga dapat diketahui kelemahan- kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung, kemudian ditindak lanjuti pada kegiatan siklus berikutnya.


3.4.1. Tahap Persiapan.
Dalam penelitian peneliti melakukan persiapan- persiapan berikut sebagai tahap awal kegiatan yaitu:
a. Menghubungi kepala sekolah guna memperoleh izin dan restu untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini, sekaligus berkonsultasi tentang guru yang akan menjadi mitra kerja, dalam hal ini membantu peneliti dalam mengadakan penelitian.
b. Mendiskusikan rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama kepala sekolah dan mitra kerja, dalam hal ini membantu peneliti dalam mengadakan penelitian.
c. Melakuakan observasi awal terhadap sebjek penelitian dalam rangka mengidentifikasi masalah.
d. Mengadakan analisis pokok permasalahan yang menjadi subjek penelitian.
e. Menganalisis dan menentukan faktor- faktor yang diduga sebagai penyebab utama masalah.
f. Pengkajian masalah sekaligus pembuatan alat observasi dan evaluasi, serta mendesain skenario pembelajaran sesuai dengan teknik pemecahan masalah yang telah ditetapkan.
g. Menetapkan waktu pelaksanaan tindakan.


3.4.2. Tahap Pelaksanaan Tindakan.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang direncanakan. Dan kegiatan ini direncanakan dalam 2 siklus, yakni dalam setiap siklus 2 X pertemuan. Namun tetap memperhatikan kriteria keberhasilan siswa. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
1. Siklus I
Pada siklus ini, kegiatan dilakukan adalah melihat hasil karangan siswa. Setiap akhir dari siklus ini guru melakukan refleksi tindakan yang diberikan.
2. Siklus II
Dalam pelaksanaan siklus II ini, pembelajaran masih dengan kegiatan menulis karangan, namun penerapan tindakan dan pengamatan dikhususkan pada siswa yang belum mencapai hasil atau perubahan yang diharapkan.
Tiap siklus yang dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti yang telah di desain dalam faktor yang ingin diteliti. Pelaksanaan tindakan di awali dengan observasi awal, ini dilakukan untuk mengetahui tindakan yang tepat yang akan diberikan dalam rangka mengembangkan keterampilan menulis siswa. Dari evaluasi dan observasi awal maka dalam refleksi ditetapkan tindakan yang akan digunakan untuk mengembangkan keterampilan menulis siswa.
Pada kegiatan refleksi, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menulis karangan dan menuliskan pengalaman yang mengesankan dengan pilihan kata dan kalimat yang efektif. Hasil dan analisis data tersebut juga sangat penting dan berharga sebagai bahan untuk melakukan refleksi bersama kolaborator. Pada saat melakukan refleksi, kolaborator memberikan masukan kepada peneliti berdasarkan hasil pengamatan yang telah dicatat untuk melakukan langkah- langkah perbaikan pada siklus berikutnya. Penelitian ini tidak perlu dilakukan lagi pada siklus berikutnya jika analisis data menunjukkan peningkatan yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan, yaitu apabila kemampuan menulis karangan siswa meningkat dari 40% menjadi 85% dari hasil penilaian awal pada kelas IV SDN No. 33 Kota Selatan Gorontalo sehingga siswa dapat terampil menulis karangan dengan menggunakan pendekatan komunikatif.

3.5. Analisis Data Dan Refleksi
Analisis data dilakukan dalam dua tahap yakni pertama menelaah data yang terkumpul dan mereduksi data. Kedua menyusun dan mereduksi semua data, menyimpulkan data yang terkumpul dalam satu siklus. Adapun kegiatan analisis data dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut:
1. Menelaah semua data yang telah terkumpul, baik melalui observasi, catatan lapangan, dan foto.
2. Mereduksi data dengan membuang data yang tidak relevan dengan masalah penelitian, misalnya data tentang pembelajaran yang difokuskan meningkatkan pembelajaran menulis dengan pendekatan komunikatif.
3. Menyajikan data yakni mengorganisasikan dan menyusun data yang telah direduksi dalam satuan- satuan pembelajaran meliputi tahap prabaca, saat baca, dan pasca baca. Hal ini memudahkan peneliti untuk memahami dan menyimpulkan data penelitian.
4. Menyimpulkan data yakni membuat simpulan berdasarkan data yang telah disusun. Penyimpulan data ini kemudian diikuti dengan pengecekan keabsahan data.
5. Analisis data dilaksanakan pada akhir pembelajaran atau pada akhir pelaksanaan PTK (Arikunto, Suharsini dkk. 2007).
Untuk mengklasifikasikannya didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
a. Faktor kemampuan siswa
76% - 100% = Tinggi
50% - 75% = Sedang
0% - 49% = Rendah
b. Faktor Pembelajaran
76% - 100% = Sangat Mendukung
50% - 75% = Mendukung
0% - 49% = Kurang Mendukung

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus, masing- masing siklus 1 kali pertemuan, yang di awali dengan observasi awal terhadap penelitian sebagai data awal yang menjadi dasar pilihannya dalam masalah penelitian ini. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN No. 33 Kelurahan Limba UI Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo.
Sekolah ini dibangun pada tahun 1936 diatas tanah persegi dengan luas 28 x 28 meter. Tahun 1993 gedung sekolah ini di renovasi permanen kemudian tahun 2007 direnovasi menjadi bertingkat. Ruangan yang berada di sekolah ini berjumlah 17 ruang, yang terdiri dari ruang kelas ada 12 ruang dan 5 ruangan untuk kepala sekolah, dewan guru, UKS, perpustakaan, dan ruang komputer. Sedangkan jumlah siswa yang ada di sekolah ini adalah 501 orang siswa, yang terdiri dari laki- laki berjumlah 257 orang siswa, dan perempuan berjumlah 244 orang siswa. Sedangkan tenaga pengajar/ guru berjumlah 27 orang, terdiri dari 19 orang yang sudah PNS (guru tetap) dan 8 orang tenaga honorer.



4.1.1. Deskripsi Subjek Penelitian.
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN No. 33 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo yang berjumlah 41 orang siswa terdiri dari laki- laki 24 orang sedangkan perempuan berjumlah 17 orang.
Adapun nama siswa kelas IV SDN No. 33 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo, dapat dilihat dalam tabel 1:


Tabel 1. Daftar Nama Siswa kelas IV SDN No. 33 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo

NO NAMA SISWA JENIS KELAMIN
1 Afrizal Lamusu Laki- laki
2 Andri Nusi laki- laki
3 Baariq A. Yahya laki- laki
4 Boby A. Mooduto laki- laki
5 Darmawan Katili laki- laki
6 Dafid B. Rasyid laki- laki
7 Fajri Ali laki- laki
8 Ferry A. Dien laki- laki
9 Fikri K. Paramata laki- laki
10 Haikal Alulu laki- laki
11 Moh. Bahari Syarif. laki- laki
12 Moh. Farid Kadir laki- laki
13 Moh. Ridho Kaida laki- laki
14 Moh. Ikbal Kalulu laki- laki
15 Moh. Ikbal Laminullah laki- laki
16 Moh. Rizal Pade laki- laki
17 Moh. Fitrah Khairul Imami laki- laki
18 Moh. Rifqi Satar laki- laki
19 Mufti Ahmad laki- laki
20 Oku R. Pratama laki- laki
21 Sultan M. Awaluddinsyah laki- laki
22 Vandi Said laki- laki
23 Yusril A. Sumba laki- laki
24 Zulkifli R. Abas laki- laki
25 Anatasya Lahay Perempuan
26 Aprisul A. Kamarudin Perempuan
27 Chairunisa Katili Perempuan
28 Jlan N. Masali Perempuan
29 Jeane K. Tangahu Perempuan
30 Miftahul Jannah A. Perempuan
31 Nuraida Indrawati Perempuan
32 Nurlailatul S. Lanti Perempuan
33 Nur Anisa Bempah Perempuan
34 Nur Oktaviana Perempuan
35 Prailla L. Karauwan Perempuan
36 Risma H. Perempuan
37 Rizka A. Thalib Perempuan
38 Salsabila Pratiwi A. Perempuan
39 Sasya S. Yusuf Perempuan
40 Tania I. Yahya Perempuan
41 Widya L. Husain Perempuan
J U M L A H S I S W A 41 Orang
Menurut pengamatan peneliti secara fisik dan intelegensi, mereka memiliki kecakapan atau kemampuan hampir sama atau rata- rata. Kelas ini dipilih sebagai kelas penelitian karena ditemukan masalah tentang kemampuan menulis karangan yang harus diperbaiki.

4.1.2. Deskripsi Data Sebelum Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi awal di SDN No. 33 kota selatan kota Gorontalo, ditemukan beberapa masalah yang paling menonjol yang diangkat dari penelitian ini yakni sebagian siswa masih sulit mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tertulis, yang disebabkan oleh faktor kebahasaan yang belum dipahami betul oleh siswa ataupun metode yang digunakan kurang tepat, sehingga peneliti memberikan respon kepada 16 siswa (60%) adalah siswa yang berprestasi baik di kelas, sementara 25 siswa (40%) adalah siswa yang mempunyai kemampuan sedang dan rendah. Melihat kondisi tersebut peneliti berkolaborasi dengan guru kelas untuk memperbaiki nilai karangan siswa tersebut dengan memperhatikan hal- hal yang harus dibenahi lagi dalam proses pembelajaran masih kurang.
Adapun hasil observasi kondisi awal kemampuan menulis karangan siswa kelas IV sebelum diadakan tindakan dapat dilihat dalam tabel berikut:


Tabel 2. Hasil Kemampuan menulis karangan siswa kelas IV dalam proses pembelajaran


NO
NAMA SISWA ASPEK PENILAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKATIF SISWA Skor Penilaian
Gramatika Sosio
linguistik Wacana strategi Max Pemerolehan
1 Afrizal Lamusu 5 10 5 5 100 25
2 Andri Nusi 10 10 10 10 100 40
3 Baariq A. Yahya 10 10 10 10 100 40
4 Boby A. Mooduto 5 10 10 10 100 35
5 Darmawan Katili 10 20 10 10 100 50
6 Dafid B. Rasyid 5 10 5 5 100 25
7 Fajri Ali 15 25 5 5 100 50
8 Ferry A. Dien 10 10 5 5 100 30
9 Fikri K. Paramata 5 20 5 5 100 35
10 Haikal Alulu 5 20 5 5 100 35
11 Moh. Bahari Syarif. 5 20 10 10 100 45
12 Moh. Farid Kadir 5 10 10 10 100 35
13 Moh. Ridho Kaida 5 10 10 10 100 35
14 Moh. Ikbal Kalulu 10 10 10 10 100 40
15 Moh. Ikbal Laminullah 5 10 10 10 100 35
16 Moh. Rizal Pade 5 10 5 5 100 25
17 Moh. Fitrah Khairul Imami 10 10 10 10 100 40
18 Moh. Rifqi Satar 5 10 5 5 100 35
19 Mufti Ahmad 5 10 5 5 100 25
20 Oku R. Pratama 5 10 5 5 100 25
21 Sultan M. Awaluddinsyah 10 10 10 10 100 40
22 Vandi Said 15 25 20 20 100 80
23 Yusril A. Sumba 15 25 20 20 100 80
24 Zulkifli R. Abas 5 20 15 15 100 55
25 Anatasya Lahay 5 20 15 15 100 55
26 Aprisul A. Kamarudin 5 10 5 5 100 25
27 Chairunisa Katili 5 10 10 10 100 35
28 Jilan N. Masali 10 10 15 15 100 50
29 Jeane K. Tangahu 5 10 5 5 100 25
30 Miftahul Jannah A. 5 10 5 5 100 25
31 Nuraida Indrawati 5 10 5 5 100 25
32 Nurlailatul S. Lanti 10 20 15 15 100 60
33 Nur Anisa Bempah 10 10 5 5 100 30
34 Nur Oktaviana 10 20 15 15 100 60
35 Prailla L. Karauwan 5 10 5 5 100 25
36 Risma H. 5 10 5 5 100 25
37 Rizka A. Thalib 5 10 5 5 100 25
38 Salsabila Pratiwi A. 5 10 5 5 100 25
39 Sasya S. Yusuf 5 10 5 5 100 25
40 Tania I. Yahya 10 20 15 15 100 60
41 Widya L. Husain 15 25 20 20 100 80
Rata- Rata 39,39

Dilihat dari tabel di atas masih banyak siswa yang tidak menguasai aspek dari kemampuan menulis karangan dan untuk itu harus diadakan perbaikan dalam proses pembelajaran.
Tabel 3. Hasil persentase kemampuan siswa menulis karangan
NO ASPEK PENILAIAN JUMLAH SKOR PROSENTASE %
1 Kemampuan Gramatika 305 12,2
2 Kemampuan sosiolinguistik 560 14,4
3 Kemampuan wacana 370 14,8
4 Kemampuan strategi 375 15
Jumlah 55,6

Pada kondisi awal ini dilihat bahwa kemampuan siswa menulis karangan deskripsi pada aspek kemampuan gramatika diperoleh dengan prosentase mencapai 12,2%, kemampuan sosiolinguistik dengan prosentase 14,4%, kemampuan wacana 14,8% dan kemampuan strategi 15% sedangkan jumlah keseluruhan dari aspek penilaian ini masih mencapai 55,6%. Dari hasil prosentase tersebut maka kemampuan siswa dalam menulis karangan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada awal kondisi ini pembelajaran belum optimal yang disebabkan oleh kurangnya interaksi yang baik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran mengingat terbatasnya waktu yang ada, disamping itu juga penggunaan media dalam pembelajaran yang masih kurang bervariasi. Untuk menindak lanjuti hal tersebut peneliti melakukan tindakan siklus I.


4.2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan
4.2.1. Tindakan Siklus I
a. Tahap Persiapan dan Perencanaan I
Setelah dilakukan observasi dan ketahui kemampuan awal siswa, maka langkah yang selanjutnya sibuat rencana untuk tindakan siklus I yaitu dalam proses pembelajaran diberikan pendekatan komunikatif sehingga siswa dapat termotivasi.

b. Tahap Pelaksanaan dan Motoring siklus I
Kegiatan tindakan yang dilakukan guru pada siklus I ini yaitu hal yang pertama kali dilakukan oleh guru membahas kembali tentang cara mengarang dengan menggunakan pendekatan komunikatif, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal- hal yang belum dimengerti mengenai materi yang diajarkan. Setelah itu dengan bimbingan guru siswa diminta untuk menulis karangan dengan tema yang telah ditentukan.
Dalam pembelajaran ini guru masih mengalami kendala dan belum dapat mengontrol secara maksimal keseluruhan dari aktifitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran karena mengingat terbatasnya waktu yang tersedia dengan jumlah siswa yang ada sehingga guru tidak dapat membimbing siswa dalam menulis karangan.


4.2.2. Aktivitas Siswa Pada Pelaksanaa Tindakan Siklus I
Aktivitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan komunikatif secara individu pada siklus I cukup baik, hal ini terlihat bahwa siswa tertarik dan serius dengan menggunakan metode ini, yakni respon siswa dalam menulis sebuah sebuah karangan bebas tentang pengalaman pribadi saat liburan kemudian membacakannya di depan kelas.

4.2.3. Evaluasi dan Monitoring Siklus I
Pada akhir pembelajaran guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa setelah diadakan tindakan berupa guru menjelaskan kembali tentang cara mengarang berdasarkan ungkapan pikiran yang harus disesuaikan dengan tema yang telah ditentukan sebelumnya dan langkah- langkah yang harus diperhatikan dalam kegiatan mengarang beserta contoh karangan yang diberikan guru. Sebelum pembelajaran menulis karangan, guru menjelaskan ide- ide pokok yang akan ditulis siswa atau gambaran tentang tema karangan yang akan ditulis siswa agar siswa dapat mudah menuangkan isi pikirannya dalam karangan tersebut.
Pada siklus ini setelah dikenai tindakan dengan menggunakan pendekatan komunikatif dalam proses pembelajaran, kemampuan menulis karangan siswa sudah menunjukkan peningkatan yang lebih baik dari yang sebelumnya walaupun belum semua siswa, karena perbedaan cara penerimaan siswa terhadap materi yang diajarkan ada yang lambat dan cepat, untuk itu guru harus lebih berusaha lagi dan sabar membinmbing siswa tersebut. Adapun peningkatan tindakan siklus I diuraikan dalam tabel berikut:


Tabel 4. Hasil Menulis Karangan Pada Siklus I

NO
NAMA SISWA ASPEK PENILAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKATIF SISWA Skor Penilaian
Gramatika Sosio
linguistik Wacana strategi Max Pemerolehan
1 Afrizal Lamusu 10 20 10 10 100 50
2 Andri Nusi 15 30 10 15 100 70
3 Baariq A. Yahya 10 10 10 10 100 40
4 Boby A. Mooduto 10 20 10 10 100 50
5 Darmawan Katili 10 20 15 10 100 55
6 Dafid B. Rasyid 15 30 10 15 100 70
7 Fajri Ali 10 20 15 10 100 55
8 Ferry A. Dien 10 20 10 10 100 50
9 Fikri K. Paramata 20 30 15 20 100 85
10 Haikal Alulu 10 20 15 10 100 55
11 Moh. Bahari Syarif. 15 30 10 15 100 70
12 Moh. Farid Kadir 15 30 10 15 100 70
13 Moh. Ridho Kaida 10 20 15 10 100 70
14 Moh. Ikbal Kalulu 10 20 15 10 100 55
15 Moh. Ikbal Laminullah 20 30 15 20 100 55
16 Moh. Rizal Pade 10 10 15 10 100 85
17 Moh. Fitrah Khairul Imami 10 10 10 10 100 55
18 Moh. Rifqi Satar 10 10 10 10 100 50
19 Mufti Ahmad 10 10 10 10 100 50
20 Oku R. Pratama 15 10 10 15 100 50
21 Sultan M. Awaluddinsyah 10 10 10 10 100 70
22 Vandi Said 15 30 10 15 100 50
23 Yusril A. Sumba 10 20 15 10 100 70
24 Zulkifli R. Abas 15 30 10 15 100 55
25 Anatasya Lahay 10 10 15 10 100 70
26 Aprisul A. Kamarudin 10 10 10 10 100 55
27 Chairunisa Katili 10 10 15 10 100 50
28 Jilan N. Masali 10 10 10 10 100 50
29 Jeane K. Tangahu 10 10 15 10 100 55
30 Miftahul Jannah A. 10 10 15 10 100 55
31 Nuraida Indrawati 10 10 15 10 100 55
32 Nurlailatul S. Lanti 10 10 15 10 100 55
33 Nur Anisa Bempah 10 10 10 10 100 50
34 Nur Oktaviana 10 10 15 10 100 55
35 Prailla L. Karauwan 10 10 10 10 100 50
36 Risma H. 10 10 10 10 100 50
37 Rizka A. Thalib 10 10 10 10 100 50
38 Salsabila Pratiwi A. 10 20 10 10 100 50
39 Sasya S. Yusuf 10 20 10 10 100 50
40 Tania I. Yahya 20 30 15 20 100 85
41 Widya L. Husain 20 30 15 20 100 85
Rata- Rata 58,65

Dilihat dari tabel di atas dinyatakan bahwa masih terdapat siswa yang tidak menguasai semua aspek dari kemampuan menulis karangan dan nilai rata- rata yang diperoleh belum mencapai apa yang diharapkan. Data dipersentasikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Prosentase Kemampuan Siswa menulis karangan
NO ASPEK PENILAIAN JUMLAH SKOR PROSENTASE
1 Kemampuan Gramatika 305 12,2
2 Kemampuan sosiolinguistik 565 22,6
3 Kemampuan wacana 375 15
4 Kemampuan strategi 375 15
Jumlah 64,8

Pada siklus I terlihat bahwa kemampuan gramatika siswa menulis karangan telah mengalami peningkatan yang ditujukkan dengan perolehan mencapai 12,2%, kemampuan sosiolinguisti mencapai 22,6%,kemampuan wacana mencapai nilai 15%, sedangkan kemampuan strategi mencapai nilai 15%. Dari semua aspek penilaian berjumlah 64,8%. Pada siklus I kemampuan menulis karangan siswa lebih meningkat dibandingkan dengan kondisi awal. Peneliti menginginkan semua aspek dari kemampuan menulis karangan dengan menggunakan pendekatan komunikatif tercapai memenuhi standar target yang diharapkan yakni 75% ke atas.



4.2.4. Refleksi dan Revisi Siklus I.
Dalam kegiatan ini merupakan upaya untuk mengkaji tindakan yang telah dilakukan sebelumnya da kendala-kendala yang ditemui. Disamping itu untuk melakukan revisi terhadap materi belajar guna untuk meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih maksimal dari sebelumnya.
Refleksi juga merupakan bagian yang penting dalam setiap langkah proses penelitian tindakan untuk mengatasi permasalahan dengan merevisi sebelumnya sesuai apa yang ditemui di lapangan yaitu : tahap penemuan masalah, tahap merancang tindakan dan tahap pelaksanaan.
Dengan melihat hasil evaluasi dan monitoring, maka pada pelaksanaan siklus I belum banyak peningkatan dan hasilnya belum optimal. Permasalahan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya menulis karangan kelas IV yaitu permasalahan yang berasal dari siswa dan permasalahan guru. Permasalahan dari siswa yang ditemui pada saat pelaksanaan tindakan adalah siswa kurang memahami bentuk karangan yang sebenarnya dalam kemampuan gramatika. Sedangkan kendala dihadapi guru saat pelaksanaan proses pembelajaran yaitu terbatasnya waktu yang ada sehingga pembelajaran menulis ini krangan ini belum dapat dilakukan secara optimal. Keterbatasan strategi mengajar yan digunkan sehingga pembelajaran menulis karangan kurang menarik ada beberapa siswa yang sulit dalam menulis karangan.
Hasil refleksi menunjukkan berupa temuan tingkat keefektifan desain pembelajaran dalam menulis karangan dan daftar permasalahan yang muncul dilapangan dituangkan kembli kedalam rancangan tindakan refleksi terhadap rancangan yang telah disusun kembali kedalam tindakan sebelum digunakan.
Adapun kesimpulan hasik refleksi antara guru dan peneliti yang berupa peningkatan keefektifan pembelajaran menulis karangan dan peningkatan keefektifan pembelajaran menulis karangan yaitu : kemampuan gramatika siswa menulis karangan telah mengalami peningkatan yang ditujukkan dengan perolehan mencapai 12,2%, kemampuan sosiolinguisti mencapai 22,6%,kemampuan wacana mencapai nilai 15%, sedangkan kemampuan strategi mencapai nilai 15%. Dari semua aspek penilaian berjumlah 64,8%.
Untuk mengungkapkan apakah ada peningkatan dalam belajar menulis karangan melalui pendekatan komunikatif? Berdasarkan pedoman tersebut hasil tes belajar menulis karangan siswa sudah mulai meningkat dengan rata- rata 58,64% dibandingkan dengan kondisi awal yang rata - rata 39,39%.
Permasalah ditemui oleh guru dala proses pelaksanaa pembelajaran pada siklus I kemampuan menulis karangan melalui pendekatan komunikatif belum sempurna yaitu : (1) guru belum dapat mengontrol setiap kegiatan siswa dalam mengarang karena terbatasnya waktu (2) masih ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan untuk menggunakan kemampuan gramatika, kemampuan sosiolinguistik, wacana, dan strategi sehingga masih perlu bimbingan dari guru (3) masih ditemui siswa yang sulit mengembangkan ide pokok menjadi paragraf yang baik dan benar Berdasarkan hasil refleksi yag dilakukan guru dan peneliti, dapat disimpulkan bahwa ada beberpa permasalahan yang muncul pada saat proses pelaksanaan siklus I, maka dilakukan revisi pada rancangan tindakan. Kendala untuk siklus I merupakan rancangan tindakan sebagai berikut :
a. Pada rancangan tindakan alokasi waktu yang sebelumna rincian pada setiap kegiatan pembelajaran, guru sepakat merincikan waktu pada setiap kegiatan pembelajaran dan alat peraga yang besar supaya jelas. Adapun rincian waktu kegiatan sebagai berikut : (a) kegiatan awal sampai kegiatan penjelasan cara- cara menulis karangan yang baik (b) menulis karangan secara individu (c) dua atau tiga orang siswa membaca hasil karangan atau mempublikasikannya di depan kelas (d) tindak lanjut. Hal ini sangat beralasan mengingat rincian waktu pada setiap kegiatan sangat dibutuhkan guru untuk memandu setiap kegiatan agar pelaksanaan pembelajaran sesuai perencanaan.
b. Hal- hal yang berhubungan dengan pembelajaran menulis karangan dengan menggunakan pendekatan komunikatif dirasakan guru belum dilaksanakan dengan sempurna oleh guru, dan akan diperbaiki di siklus berikutnya.
4.2.5. Deskripsi Tindakan siklus II
A. Tahap Persiapan.
Pada tindakan siklus II ini memulai pelajaran guru telah mempersiapkan hal- hal yang menunjang untuk kegiatan pembelajaran menulis karangan dengan menggunakan pendekatan komunikatif yang memperhatikan kekurangan- kekurangan yang harus dibenahi pada pembelajaran sebelumnya.
Guru memberi tahu cara- cara menulis karangan yang baik kepada anak secara klasikal, setelah itu guru menyuruh anak- anak menulis karangan sedangkan peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan observasi. Materi yang diberikan pada tindakan siklus II adalah menulis karangan dengan tema yang ditentukan oleh guru.

B. Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus II
1). Kegiatan Guru Pada Pelaksanaan Siklus II
Pada pelaksanaan siklus I menulis karangan dengan menggunakan pendekatan komunikatif sudah cukup baik walaupun masih ada beberapa hasil dari karangan siswa masih harus diperbaiki dan kekurangan- kekurangan pada siklus I akan diperbaiki pada pelaksanaan siklus II.
Pada pelaksanaan pembelajaran siklus II ini guru lebih aktif lagi dan bisa mengkondisikan waktu untuk dapat membimbing setiap siswa dalam mengarang dan guru sudah dapat mengontrol seluruh isi kelas sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik. Guru begitu sabar untuk membimbing siswa yang mengalami kesulitan kepada siswa. Guru mendekati dan membimbing siswa secara individu maupun klasikal sehingga siswa merasa aman, senang, serta pada gilirannya siswa aktif dan mandiri.

2. Aktivitas Siswa pada Pelaksanaan Tindakan Siklus II.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus II ini khususnya kegiatan mengarang menggunakan pendekatan komunikatif. Terlihat bahwa siswa sangat tertarik dan memiliki kemauan yang sangat tinggi dalam kegiatan menulis karangan. Siswa penuh perhatian pada saat guru memberi contoh cara menulis karangan yang baik dan selanjutnya hal- hal yang belum dimengerti siswa tanpa ragu- ragu menanyakan hal tersebut kepada guru.
Setelah diadakan proses pembelajaran masih ada siswa mengalami kesulitan dalam menulis karangan dan guru harus kerja keras untuk membantu siswa yang selalu mengalami kesulitan dalam aspek gramatika. Guru sangat sabar dan tak pernah mengeluh untuk membimbing siswa agar dapat menguasai materi yang diajarkan. Siswa terlihat aktif dari yang sebelumnya hal ini dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam membantu teman- teman lain yang masih mengalami kesulitan sehingga hal ini merupakan kepuasan tersendiri dari guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan peneliti itu sendiri.


3. Observasi Dan Monitoring Siklus II
Hasil observasi dan monitoring pada tindakan kelas siklus II dapat dilaporkan bahwa pada pelaksanaan siklus II pembelajaran menulis karangan melalui pendekatan komunikatif terlihat adanya peningkatan yang lebih baik dari sebelumnya yaitu anak menjadi aktif, kemauan untuk mencari tau lebih tinggi dan perhatian siswa meningkat sehingga nilai siwa menjadi lebih baik dari nilai sebelumnya
Peningkatan menlis karangan narasi pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Hasil mengarang Siklus II

NO
NAMA SISWA ASPEK PENILAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKATIF SISWA Skor Penilaian
Gramatika Sosio
linguistik Wacana strategi Max Pemerolehan
1 Afrizal Lamusu 20 25 15 15 100 75
2 Andri Nusi 20 20 20 20 100 80
3 Baariq A. Yahya 20 20 20 20 100 80
4 Boby A. Mooduto 20 20 20 20 100 80
5 Darmawan Katili 20 20 20 20 100 80
6 Dafid B. Rasyid 20 20 20 20 100 80
7 Fajri Ali 20 20 20 20 100 80
8 Ferry A. Dien 20 20 20 20 100 80
9 Fikri K. Paramata 20 20 20 20 100 80
10 Haikal Alulu 20 20 20 20 100 80
11 Moh. Bahari Syarif. 20 20 20 20 100 80
12 Moh. Farid Kadir 25 35 15 20 100 95
13 Moh. Ridho Kaida 20 25 15 15 100 75
14 Moh. Ikbal Kalulu 20 20 20 20 100 80
15 Moh. Ikbal Laminullah 20 25 15 15 100 75
16 Moh. Rizal Pade 25 35 15 20 100 95
17 Moh. Fitrah Khairul Imami 20 25 15 15 100 75
18 Moh. Rifqi Satar 20 25 15 15 100 75
19 Mufti Ahmad 20 25 15 15 100 75
20 Oku R. Pratama 20 25 15 15 100 75
21 Sultan M. Awaluddinsyah 20 25 15 15 100 75
22 Vandi Said 20 25 15 15 100 75
23 Yusril A. Sumba 20 25 15 15 100 75
24 Zulkifli R. Abas 20 25 15 15 100 75
25 Anatasya Lahay 20 20 10 20 100 70
26 Aprisul A. Kamarudin 20 20 10 20 100 70
27 Chairunisa Katili 20 25 15 15 100 75
28 Jilan N. Masali 20 25 15 15 100 75
29 Jeane K. Tangahu 20 20 10 20 100 70
30 Miftahul Jannah A. 20 25 15 15 100 75
31 Nuraida Indrawati 20 25 15 15 100 75
32 Nurlailatul S. Lanti 25 25 15 20 100 85
33 Nur Anisa Bempah 25 35 15 20 100 95
34 Nur Oktaviana 25 25 15 20 100 85
35 Prailla L. Karauwan 25 35 15 20 100 95
36 Risma H. 25 25 15 20 100 85
37 Rizka A. Thalib 25 35 15 20 100 95
38 Salsabila Pratiwi A. 20 25 15 15 100 75
39 Sasya S. Yusuf 20 25 15 15 100 75
40 Tania I. Yahya 25 35 15 20 100 95
41 Widya L. Husain 25 35 15 20 100 95
Rata- Rata 80,12

Tabel 7. Hasil Prosentase siklus II Kemampuan Siswa menulis karangan
NO ASPEK PENILAIAN JUMLAH SKOR PROSENTASE
1 Kemampuan Gramatika 505 20,2
2 Kemampuan sosiolinguistik 765 30,6
3 Kemampuan wacana 520 20,8
4 Kemampuan strategi 575 23
Jumlah 94,6

Pada siklus II terlihat bahwa kemampuan siswa menulis karangan sudah meningkat drastis dan berhasil dengan cukup baik dari sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata- rata yang mencapai 80,12%. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari kondisi awal dengan skor rata-rata adalah 39,39%, setelah diadakan tindakan dengan mengunakan pendekatan komunikatif rata- rata meningkat yaitu pada siklus I menjadi 58,65%, dan pada siklus II menjadi 80,12%.
Pada aspek –aspek kemampuan menulis karangan diperoleh prosentase sebagai berikut : pada observasi awal aspek penilaian diperoleh presentase 55,6% setelah melakukan siklus I prosentse mencapai 64,8%, sedangkan pada siklus II prosesntase mencapai 89% . Berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan komunikatif dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan kepada siswa .



4.2.6. Rekapitulasi Rancangan Tindakan Siklus II
Setelah melihat hasil dari perolehan pada siklus II, guru bersama peneliti mengadakan diskusi mengenai hasil pengamatan yang dilakukan dalam proses tindakan yang dituangkan secara jelas dan lengkap ke lembar pengamatan, melakukan observasi terhadap proses tindakan berlangsung didukung dengan hasil dialog guru kelas sebagai kolaboratif.
Pada pelaksanaan tindakan peneliti mengamati secara rutin dan sistematis dengan menggunakan lembar pengamatan yang disediakan sebelumnya dan mencatat semua yang berlangsung pada proses tindakan, sehingga proses tindakan pada tahap ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi dalam refleksi.
Adapun kesimpulan hasil refleksi antara guru dan peneliti yang berupa peningkatan keefektifan pembelajaran menulis karangan meggunakan pendekatan komunikatif dan peningkatan keefektifan pembelajaran menulis karangan yaitu: aspek kemampuan gramatika memperoleh jumlah prosentase mencapai 20,2%, aspek kemampuan sosiolinguistik mencapai 30,6%, aspek kemampuan wacana mencapai 20,8%, sedangkan aspek kemampuan strategi mencapai 23%. Dari hasil tersebut maka standar keberhasilan pembelajaran dapat dituntaskan dengan baik.



4.3. Pembahasan
Peningkatan kemampuan menulis karangan siswa dapat meningkat jika guru melakukan pendektan komunikatif setelah dibandingkan dengan kondisi awal sebelum diberi tindakan dengan kondisi siswa setelah diberi tindakan dari siklus I ke siklus II. Dengan menggunakan pendekatan komunikatif siswa dapat menulis kata dalam kalimat dengan baik. Siswa lebih mudah dalam menulis karangan dan hasil karangan pun baik, walaupun dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan. adapun hambatan tersebut dalam menulis berupa kurangnya latihan di rumah dan hanya menulis karangan pada saat pembelajaran berlangsung sehingga kata- kata dalam penulisan karangan masih ada kejanggalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan mengalami peningkatan setelah menggunakan pendekatan komunikatif. Pada kondisi awal tanpa menggunakan pendekatan komunikatif skor rata- rata adalah 39,39% meningkat yaitu pada siklus I menjadi 58,65% dan pada siklus II menjadi 80,12%.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan mengalami peningkatan setelah menggunakan gambar seri. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari kondisi awal dengan skor rata-rata adalah 39,39%, setelah diadakan tindakan dengan mengunakan pendekatan komunikatif rata- rata meningkat yaitu pada siklus I menjadi 58,65%, dan pada siklus II menjadi 80,12%.
Pada aspek –aspek kemampuan menulis karangan diperoleh prosentase sebagai berikut : pada observasi awal aspek penilaian diperoleh presentase 55,6% setelah melakukan siklus I prosentse mencapai 64,8%, sedangkan pada siklus II prosesntase mencapai 89% . Berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan komunikatif dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan kepada siswa .

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Lebih memperhatikan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pembelajaran baik dikelas maupun luar kelas.
b. Kepala sekolah hendaknya lebih menekankan kepada guru untuk menggunakan media pembelajaran untuk kelancaran proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan ke depan.
c. Guru Bahas Indonesia sekolah dasar diharapkan dalam suatu pembelajaran dapat menggunakan pendekatan komunikatif yang dapat mendukung kelancaran pembelajaran tersebut khususnya dalam pembelajaran ketrampilan menulis karangan.
d. Dalam pembelajaran menulis guru lebih mengefektifkan waktu yang ada sehingga pembelajaran tersebut dapat makna.
e. Dalam penggunaan model pembelajaran yang ditampilkan lebih bervariasi sehingga siswa lebih tertarik dan ingin tahu yang lebih tinggi.
f. Peneliti hendaknya lebih banyak mencari infrmasi tentang medi pembelajaran apa saja yang digunakan dapat menunjang kegiatan pembelajaran ketrampilan menulis di SD sehingga hal tersebut menjadi suatu pengetahuan yang nantinya akan diterapkan pada anak- anak didik nanti.
g. Memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang ditemui pada saat penelitian untuk menjadi pengalaman dan motivasi ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi AksaraIstanti, Wati. 2007.

Andi The Liong Gie. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta

Djago, Drs (1996). Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung : Angkasa

Djuanda, Dadan. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas,Dikti, Direktorat Ketenagaan

Keraf, Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Jakarta: Nusa Indah

Khaerudin Kurniawan, Model Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Tingkat Lanjut, FBS Universitas Negeri Yogyakarta

Leonard,Mary. 2002:99. Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis. Bandung: Kaifa

Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE

Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga

Purwanto,M.Ngatini,dan Djamilah Alim. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, Bandung: Rosda Karya.

Rahmawati, Laili Etika. 2007. Pengaruh Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran Berbahasa Terhadap Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Tesis: Program Pascasarjana

Rahmawati, Titin. 2008. Peningkatan Keterampilan Menulis Dengan Metode berkunjung ke Lingkungan Sekitar (Fiedl Trip) Pada Siswa Kelas V SD Negeri I Kulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri Tahun ajaran 2007/2008. Skripsi: UNS

Rofi uddin, A.. 1998. Pengembangan Model Pendidikan Berpikir Kritis-Kreatif untuk Siswa Pendidikan Dasar dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Jakarta: Dewan Riset Nasional, RUT IV.

Roesiyah. dkk. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabet

Semiawan, Conny; Munandar, A.S; dan Muandar, S.C.U. 1987. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta:Gramedia.

Semi, M. Atar. 1993. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya

Solehan.TW,dkk.2001.Hakikat Pendekatan, Prosedur, dan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Pendekatan Komunikatif dalam Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia (Modul UT). Jakarta: Pusat Penerbitan UT

Subana.M dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Bandung. Pustaka Setia

Subyakto, Sri Utami dan Nababan. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia

Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra

Sumardi,200. Buku Pelajaran Bahasa Indonesia SD Sebagai Sarana Pengembangan Kepribadian, Penalaran, Kreatifitas dan Keterampilan Berkomunikasi Anak. Jakarta: Grasindo

Suratimah dan Prakoso, Teguh.2003. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Grasindo

Sutiamiharja, Agus. dkk. 1997. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Dirjen Dikti
Dekdikbud

Tarigan, Henry Guntur. 1983. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

………….Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD tahun 2006

………”Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Ilmiah Pada Siswa Kelas XII Progam Bahasa (PTK di SDN 3 Sukoharjo). Skipsi: UNS http//skripritha.blogspot.com..

……….”Menulis dan menyusun sebuah cerita, buku atau sajak”. http://id.wikipedia.org./wiki/karangan.

..........”Pengertian Pendekatan Komunikatif” http://wordpers.,komunikatif/com.